Hj Cut Bietty SH, Advokat LBH Apik Jabar : Perlunya Undang Undang Khusus Untuk Menghentikan Kekerasan Psyikis Terhadap Lansia
sentralberita|Medan~Permasalahan yang dihadapi para Lansia saat ini mencakup beberapa aspek mulai dari kesehatan, sosial, kekerasan psykis hingga Ekonomi. Pakar hukum yang juga Ketua WCC Cahaya Perempuan yang saat ini juga sebagai Advokat di LBH Apik Jawa Barat , Hj Cut Bietty SH berbicara blak-blakan dan mengupas tuntas permasalahan Lansia sekarang ini.
Menurut Cut Bietty, banyak para lansia yang mendapat kekerasan psykis dari anak kandung nya sendiri yang membuat korban mengalami tekanan psykis yang luar biasa karena merasa tidak dihargai sebagai orang tua yang telah bersusah payah hingga mempertaruhkan nyawa nya agar anak anak nya dapat menjadi manusia yang berhasil.
” Itu yang membuat keprihatian terbesar bagi banyak masyarakat terutama para pendamping yang selalu melakukan monitoring kepada para lansia yang mengalami kekerasan tersebut,” ucap perempuan yang selalu tampil modis ini.
Ironis nya, kata Cut Bietty, pelaku pelaku kekerasan kebanyakan orang orang berpendidikan bahkan ada yang dari pejuang HAM. ” Dengan demikian kekerasan bagi lansia bukan terjadi pada masyrakat bawah saja tapi pelaku nya juga adalah orang orang yg seharus nya melindungi para lansia ini,” ujar Cut Bietty dengan penuh rasa keprihatinan.
Seperti kasus yang ditangani oleh Cahaya Perempuan yang mana seorang ibu mengalami kekerasan psykis selama berpuluh tahun hingga orang tua tersebut hampir lumpuh dan gila. Karena terus menerus diganggu psykisnya. Sungguh sangat memprihatinkan.
Namun, apesnya
masalah UU terhadap pelaku belum bisa menjerat anak anak tersebut karena mereka tidak tinggal satu rumah/atap sedangkan UU PKDRT harus tinggal dalam satu rumah.
Disini, masih kata Cut Bietty, kalau kita beracuan pada UU tentang lansia yang saat ini sudah dapat dipergunakan sulit menjerat pelaku sebab tidak ada nya aturan yang jelas dalam hal mengatur tentang kekerasan phisikis ” Seperti yang ada didalam undang undang PKDRT yang mana keterangan saksi korban belum cukup kasus tersebut untuk diproses,” tambah Cut Bietty.
” Saya berharap ketika ada UU khusus yang mengatur tentang lansia maka diharap kan seorang anak akan takut menelantarkan orang tuanya seperti mengabaikan nya, membuangnya ke jalan, membiarkan tinggal sendirian dalam keadaan sakit yang tidak pernah didatangi bahkan diteleponi untuk menayakan kabar, hal ini adalah kejahatan yang harus dihukum karena sikap ini banyak orang tua yg meninggal dalam kondisi membusuk karena sudah berhari hari tidak dijenguk. padahal anak anak nya banyak,” kata Cut Bietty menambahkan selain ada yang anaknya aktivis ada juga anaknya yang pengacara, pengusaha bahkan tokoh masyarakat.
Menurut Cut Bietty, bagi masyrakat bawah yang lebih membuat bathin kita tambah miris selalu melakukan kekerasan phisik. ” dengan cara mencaci maki orang tuanya, cakap kotor, dan jika sakit selalu diabaikan, hingga sang ortu meninggal, itu banyak sekali kejadiannya. Masalahnya sekarang hukumnya masih lemah sehingga sulit menjerat anak-anaknya sendiri,” jelas Cut Bietty lagi.
Langkah awal untuk tidak mengulang sejarah yang berulang-ulang. Cut Bietty menghimbau agar para orang tua ini harus punya uang tabungan sendiri.
Wajib menabung apalagi bagi para orang tua di seluruh dunia agar jangan memikirkan terus menerus kepentingan anak-anaknya.
Tapi,” siapkan ruang buat diri sendiri maksud nya kita jangan hanya memikirkan tabungan buat masa depan anak saja. Tetapi menabung lah buat diri kita sendiri untuk hari tua kita kelak.”
Itu gunanya,” Agar anak anak yg tidak tahu berterima kasih kepada orang tuanya tidak akan segan mengatakan, ‘saya tidak minta dilahirkan’ ketika kita berharap dapat membantu kita diusia kita tua. Yang sangat menyedihkan lagi jika satu kejelekan yang kita buat bisa ‘menenggelamkan’ seribu kebaikan kita selama ini. Satu kesalahan saja yang kita lakukan akan menjadi ungkitan sepanjang hidup orang tua. Hal ini biasanya terjadi kepada seorang perempuan lansia yang hampir gila dan lumpuh akibat tekanan, bangkitan dari anak anak nya padahal harta orang tua nya banyak.”
Ada lagi suka duka yang dialami orang tua saat orang tua minta berobat karena sakit. ” Eh…malah orang tuanya dihardik dan dicaci maki. Padahal harta orang tua itu sudah di atas namakan ke anak-anaknya.”
Menurut Cut Bietty, sudahlah semua harta di atas namakan anak-anaknya. ” Begitu ibunya atau bapaknya meninggal ketika disodorkan hutang-hutangnya.Sang anak malah mengatakan ‘ yang berhutang kan ibu atau bapak, kog malah kami yang bayar hutang mereka’ .”
Sebenarnya,” masih ada anak yang memuliakan orang tuanya. Tapi, itu segelintir saja. Para lansia ini juga butuh ruang atau tempat dimana mereka bisa menikmati hari tua nya misal nya mengajak mereka pergi berlibur, membiarkan nya bersosialisasi dengan teman teman seusia nya, memberikannya makanan sehat dan bergizi serta olah raga sesuai dengan usia mereka.
Tak lupa juga, kata Cut Bietty, memberikan lansia kesibukan misal nya menanam atau berternak agar lansia merasa diri nya masih bisa beraktivitas dan masih berguna
Masalah sosial disini adalah kurang nya kepedulian masyarakat terhadap lansia yang mengalami kekerasan ketika lansia dikurung dirumah hanya diberi makan apa ada nya agar bisa bertahan hidup.
Diabaikan begitu saja tidak dianggap seperti manusia layaknya yang harus dihormati bahkan cenderung ditelantarkan. ” Masyarakat mengangap itu urusan keluarga masing-masing. Walaupun ada yang merasa prihatin tapi hanya sebatas bisa mengutuk perlakuan tersebut dalam hati nya karena kepedulian itu muncul tapi tidak didukung oleh ada nya subtansi hukum.
Beda dengan UU PKDRT, tetangga berhak mengadu jika ada kekerasan dan juga ada unit khusus yang menanganinya. Untuk itu sudah saatnya kita buat UU Khusus Kekerasan terhadap lansia agar peran masyarakat juga diikutkan untuk mendorong agar dilakukan penanganan hukum bagi korban lansia.
( Debbi Safinaz )