Divonis Bebas Hakim PN Medan,Asisten Apoteker Menangis Haru

sentralberita|Medan – Sukma Rizkiyanti Hasibuan bersama rekannya Okta Rina Sari, tak mampu membendung air mata saat mendengar vonis bebas yang dibacakan majelis hakim yang di Ketuai Sri Wahyuni Batubara, di ruang cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (27/1/2021).
Majelis hakim menilai, kedua terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Vernando Agus Hakim yakni sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka berat sebagaimana diatur dalam pasal 360 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Menyatakan terdakwa Sukma Rizkiyanti Hasibuan dan Okta Rina Sari, tidak terbukti atas dakwaan JPU sebagaimana yang didakwakan, membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan dan memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, harkat, dan martabatnya,” kata hakim.
Mendengar vonis bebas tersebut, Sukma yang turut dihadirkan ke persidangan terlihat menitihkan airmata sembari mengucap syukur. Pasalnya Sukma dan Okta sebelumnya dituntut JPU pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
Usai persidangan, kepada wartawan, Sukma mengucapkan terimakasih kepada LBH Medan serta majelis hakim yang telah memvonis bebas dirinya. Tak dipungkiri Sukma yang mengaku belum pernah berperkara ini sempat khawatir apabila ia dijatuhi pidana oleh majelis hakim.
Ia pun berpesan kepada seluruh asisten apoteker agar kedepannya lebih teliti dalam bekerja, agar kejadian serupa tidak terjadi lagi
“Alhamdulillah senang, pesannya lebih teliti lagi. Baru kali ini mengalami ini,” katanya.
Sementara itu Penasehat Hukumnya dari LBH Medan, Maswan Tambak mengapresiasi putusan majelis hakim, dikatakan Maswa bahwa fakta persidangan tidak ada satu fakta pun yang membuktikan kedua kliennya melakukan kesalahan, sehingga putusan tersebut dianggapnya sudah sangat tepat.
“Dan faktanya kan jelas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan manggar pasar yang didakwakan oleh penuntut umum, sehingga menurut kami keputusan tersebut sudah tepat, dan sesuai dengan fakta persidangan,” kata Maswan.
Perkara ini kata Maswan menjadi catatan penting bagi dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara, khususnya kota Medan.
“Ternyata setelah kasus ini, apotik itu tetap memperkerjakan apoteker yang sama dan itu menjadi hal penting bagi seluruh ikatan apotik di kota Medan, supaya tidak terulang lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU, perkara tersebut bermula pada 06 Nopember 2018 lalu, saat saksi korban Yusmaniar ditemani oleh Freddy Harry p berobat di tempat praktek dokter Tengku Abraham, di Klinik Spesialis Bunda.
Setelah menerima resep dari dokter keduanya pergi menuju Apotik Istana 1 di Jalan Iskandar Muda No.50-D Medan untuk membeli dan menebus resep sesuai yang diberikan dokter tersebut.
“Setelah membeli obat Yusmaniar meminum obat tersebut dan pada tanggal 13 Desember 2018 kondisi Yusmaniar masih kurang sehat kemudian menyuruh Freddy membeli obat di Apotik Istana I dengan resep yang sama. Setelah membeli obat Yusmaniar meminum obat yang dibeli oleh Freddy,” urai JPU.
Setelah 3 hari kemudian, pada tanggal 16 Desember 2018 Yusmaniar mengalami sakit batuk dan pilek lalu berobat ke rumah sakit umum Materna di Jalan Teuku Umar No.9 Medan Petisah. Dari pihak rumah sakit memberikan obat, dan Yusmaniar meminum obat tersebut.
Tidak berapa lama, Yusmaniar tidak sadarkan diri sehingga dibawa ke rumah sakit Royal Prima dan masuk ke dalam ruang ICU untuk perawatan. dikarenakan ruangan ICU di rumah sakit Royal Prima penuh kemudian ia dipindahkan ke rumah sakit umum Materna.
” Rumah sakit umum Materna meminta keluarga untuk membawa obat-obatan yang di konsumsi yusmaniar sehingga pihak rumah sakit umum menyimpulkan, bahwa penyebab Yusmaniar tidak sadarkan diri, karena meminum obat yang tidak dideritanya obat yang dibeli dan diberikan oleh pihak Apotik Istana 1 ada yang tidak sesuai,” kata JPU.
Namun dalam sidang sebelumnya, Maswan mengungkapkan berdasarkan Fakta persidangan ternyata orang atau karyawan yang memberikan, mengambil obat tersebut bukanlah para terdakwa melainkan karyawan lain.
Bahkan pada saat pembelian obat tanggal 13 Desember 2018 Terdakwa a.n Okta Rina Sari belum bekerja di Apotik Istana 1. Kedua terdakwa yang di persalahkan dalam kasus ini, katanya diduga karena keduanya yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) sedangkan karyawan yang lain termasuk karyawan yang melayani pembelian obat oleh korban.
“Dengan dipersalahkan kedua terdakwa ini di hadapan persidangan, kita menduga hal ini terjadi karena ada proses penyimpangan penidikan. Dimana, pada saat proses penyidikan ini hanya kedua terdakawa yang memiliki STRTTK, sedangkan karyawan lain tidak memiliki STRTTK tersebut,” ungkap Maswan.(SB/FS).