Pengambilalihan Pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi Pengebirian Otonomi Daerah
Blitar, (Sentralberita) – Wali Kota Blitar Moh Samanhudi Anwar menolak pengambilalihan pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain menghilangkan fasilitas pendidikan gratis, pengambilalihan kewenangan dituding sebagai pengebirian otonomi daerah.
“Saya sebagai kepala daerah menolak pengambilalihan ini,” ujar Samanhudi, Rabu (24/2/2016).
Samanhudi menyebut, pola pendidikan selama ini sudah mampu memberikan fasilitas sepatu, seragam, buku, alat tulis, hingga jemputan bus sekolah yang semuanya gratis. Selain itu siswa juga memperoleh tas, tablet, pembebasan SPP hingga uang gedung.
Kebijakan ini merupakan bentuk dari APBD Pro Rakyat jilid pertama yang berlanjut pada jilid kedua atau periode 2016-2021. Sesuai ketentuan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa pengelolaan SMA dan SMK yang sebelumnya di Pemerintah Kabupaten/Kota beralih ke Pemerintah Provinsi. Peraturan itu berlaku mulai tahun 2016 ini.
“Padahal anggaran yang kita keluarkan untuk pembangunan gedung pendidikan tidak kecil,” jelas Samanhudi.
Tahun ini, kata dia, Pemkot Blitar telah mengalokasikan anggaran Rp25 miliar untuk dibagikan kepada pelajar sebagai uang saku. Samanhudi tidak yakin pemerintah provinsi mampu memberikan fasilitas pendidikan gratis sebaik Kota Blitar.
Karenanya ia mengajak kepala daerah lain untuk melakukan penolakan sekaligus bersama-sama menindaklanjuti dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Sebab ketentuan yang berlaku ini telah mencederai otonomi daerah,” pungkasnya.
Prawoto Sadewo, salah seorang warga Kota Blitar yang memiliki anak di salah satu sekolah menengah atas mengaku ketar ketir dengan kebijakan baru itu.
Sebagai orang tua dia khawatir perpindahan pengelolaan akan menghilangkan fasilitas pendidikan gratis yang selama ini sangat membantu masyarakat Kota Blitar.
“Bahkan selama ini tidak sedikit dari warga luar daerah yang ingin sekolah di Kota Blitar karena fasilitas pendidikan gratisnya. Kalau ini sampai hilang tentunya masyarakatlah yang paling dirugikan,” ujarnya. (SB/Sindn/01))