Perjuangan Hidup Seorang Anak Nelayan

Agustini atau kerap disapa dengan sebutan Tin (F-Dok)

Oleh: Agustini | sentralberita~Seorang anak perempuan dengan mimpi besarnya berharap mampu menjadi tulang punggung keluarga dan sukses di usia muda demi orangtua.

Pedih, perih dan kalutnya kehidupan acap kali dirasakan, namun itu tak membuat ia menyerah begitu saja. Anak ini dibaluti oleh rasa yang sangat kuat dan antusias untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dia tau apa yang harus dilakukan untuk memenuhi keinginannya sejak kecil. Walaupun terkadang apa yang dia inginkan terus bertentangan oleh keadaan yang asa tapi untungnya ada orang-orang yang selalu mendukungnya disetiap saat.

Berasal dari keluarga yang biasa saja membuat dia selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada keluarganya, termasuk mempunyai keluarga yang utuh. Hidup dengan kesederhanaan, tidak terlilit hutang bahkan makan pun seadanya, meskipun begitu baginya itu sudah luar biasa karena harta yang berharga saat ini adalah keluarganya. Seyogyanya seorang anak pasti menginginkan yang terbaik untuk keluarganya, bukan?

Perempuan itu bernama Agustini atau kerap disapa dengan sebutan Tini, wanita kelahiran Batu Bara, 17 Agustus 2000 silam lalu mengakui bahwa hidup itu tidak mudah, merubah segala apa yang kita inginkan menjadi lebih baik juga butuh perjuangan dan ikhlas melakukannya. Itulah sebabnya mengapa setiap orang punya tujuan hidup masing-masing dan harus berjuang untuk mendapatkannya.

Dari kecil dia memang sudah terbiasa membantu orangtuanya di rumah, apapun pekerjaannya asalkan dia senang. Meskipun cenderung terlihat berbeda dari yang lain tapi dia termasuk anak kesayangan di rumah.

Dia tidak lebih adalah anak seorang nelayan yang penghasilan ayahnya jauh dari cukup untuk sebuah kelayakan hidup. Abdul Manan nama ayahnya. Memang sudah cukup lama ayahnya bekerja sebagai nelayan. Setiap hari harus pergi ke laut untuk melempar jaring dan harus berhadapan dengan cuaca yang tak menentu. Meskipun demikian, dia tak pernah menyesalkan atas kehidupannya itu. Justru ia bangga karena terlahir dari keluarga yang cukup baik dalam mendidik.

Ibunya bernama Asnizar, yang kesehariannya hampir sama seperti ibu-ibu yang lain. Seperti mengurus rumah, memasak dan banyak lagi yang dilakukan. Tak hanya itu, rasa bangga hadir di dalam jiwanya karena punya ibu seperti malaikat. Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya dan rela berkorban apapun asalkan anaknya senang. Yaaaa, memang semua orangtua pastinya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.

Wanita ini tinggal di sebuah desa yang cenderung minim penduduk. Sederhana kedengaranya tapi banyak orang tak menyangka karena sehari-harinya dia tidak memperlihatkan kekeluhan dengan hidup yang dijalaninya. Kesederhanaan hidup yang ia dijalani tidak menyurutkan tekadnya untuk menjadi orang yang sukses dan menjadi kebanggaan orangtuanya.

Hal itu dia buktikan dengan prestasi yang sudah dia dapat dengan  predikat juara kelas selama dia duduk dibangku sekolah dasar (SD) hingga masuk ke tingkat sekolah menengah atas (SMA) di salah satu sekolah negeri terbaik pada saat itu di kampungnya. Qodarullah dia masih konsisten mempertahankan prestasi yang ia bawa sejak sekolah dasar (SD).

Baca Juga :  Bertemu Pegiat Seni Jawa di Teluk Bakung Langkat, Nikson Nababan Komitmen Majukan Kebudayaan

Setelah menyelesaikan sekolahnya dia berencana untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tanpa memikirkan apa yang akan terjadi ke depan. Namun,  orangtuanya membantah keinginan anak ini karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan.

“Nak, bukannya ibu dan ayah tidak mengizinkan jika kamu melanjut ke perguruan tinggi, cuma darimana biayanya? sedangkan kamu tau penghasilan ayah hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.” Ujar Ibunya.

“Semua orangtua menginginkan anaknya sukses, termasuk ayah. Tapi kau juga harus melihat bagaimana kondisi kita.” Ucap Ayahnya.

“Heeem, kalau begitu ibu dan ayah tak usah khawatir, insyaallah akan ada jalan keluarnya. Doakan saja supaya esok ujianku berjalan dengan lancar.” Ucap Tini meyakinkan orangtuanya.

Berkat tekad dan doa yang ia panjatkan serta dukungan dari orangtuanya akhirnya dia bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang ada di kota Medan. Di salah satu kampus islami yaitu UIN SU. Berkat usahanya yang gigih ia pun berhasil menjadi salah satu penerima beasiswa Bidikmisi di Kampus.

Baginya Beasiswa Bidikmisi  adalah salah satu penolong bagi orang-orang yang kurang mampu yang ada disetiap Universitas di seluruh Indonesia. Uang yang didapat juga cukup banyak,  berkisar sekitar RP.6.600.000, persemester. Itulah sebabnya kenapa banyak yang mendaftar, meskipun akhirnya tidak lulus,

Flashback kembali, perjuangan dia untuk mendapatkan Beasiswa Bidikmisi juga tidak mudah apalagi pada saat itu yang mendaftar tergolong cukup banyak. Sedangkan kapasitas yang diterima hanya sedikit. Tak hanya itu dia juga harus pulang balik ke kampung untuk mengurus surat-surat yang bersangkutan. Menghabiskan banyak biaya dan juga ternaga bahkan pikiran.

Namun, setelah semua perjuangan yang ia lakukan akhirnya dia sah menjadi penerima Beasiswa Bidimisi sampai dia tamat. Awalnya dia tidak yakin akan keputusannya karena takut akan biaya dan hal lain tetapi ia berhasil meyakinkan mereka. Itulah mengapa dia sangat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dan tak akan menyia-nyiakan ini.

Ia berharap semoga bisa memanfaatkan Beasiswa BM dengan sebaik mungkin sampai mendapatkan gelar sarjana. Tak hanya itu, semua orang yang ingin kuliah juga bisa mendapatkan Beasiswa jika memang tak mampu dari segi finansial asalkan ada niat di hati.

Kini orangtuanya tidak lagi mengkhawatirkan soal biaya, sekarang hanya fokus memberikan dukungan sepenuhnya kepada Tini. Meskipun begitu, dia harus meninggalkan keluarga demi mengejar sesuatu yang  diimpikan. Memang berat tapi ia percaya bahwa suatu saat insyaallah bibit perjuangnnya akan menaburkan hasil yang baik. Akhirnya dia pun pergi ke Medan dan tinggal di salah satu asrama yang cukup kompeten di Laut Dendang.

Semester pertama dilalui dengan sangat baik dan berjalan lancar, tapi butuh penyesuaian juga karena harus bertemu dengan wajah baru. Meskipun begitu ia mampu melakukan pendekatan ke mereka bahkan di kelas pun terlihat sangat baik dari segi pergaulan. Mengingat dia adalah orang baru di Medan dan harus jauh dari keluarga, dia tetap menyempatkan pulang ke kampung sebagaimana mestinya, lagi pula perjalanan kesana tidak terlalu jauh.

Baca Juga :  Niki Mawarni Wujudkan Mimpi di Dream Project, Penyanyi Asal Kota Medan yang Dipilih Rekaman di Jepang

Selama beberapa bulan aktifitas kuliah alhamdulillah terlihat baik-baik saja. Sampai pada akhirnya seluruh dunia harus berduka karena adanya Covid-19 yang menyebar ke Indonesia. Seluruh kampus, kantor dan aktivitas pun diberhentikan untuk menjaga tidak ada penularan yang signifikan. Ini yang membuat dia sangat sedih, bahkan semua orang sedih karena harus tinggal di rumah termasuk dia.

Semua proses belajar mengajar pun dilakukam secara daring, apapun itu. Tidak boleh bertemu secara langsung, apa-apa semuanya harus di rumah dan tidak boleh kemana-mana. Alhasil setelah beberapa bulan fakum, dia pun berinisiatif mencari info tentang beasiswa ataupun pekerjaan yang bisa dilakukan di masa pandemi.

Alhamdulillah, tidak menunggu waktu lama ada info tentang beasiswa pembinaan dan dia tertarik untuk ikut sampai akhirnya dia lulus. Namanya RCMI (Rumah Cendekiawan Melayu Indonesia). Jika dilihat dari namanya mungkin orang akan berpikir ini hanya tertuju untuk suku melayu, tapi tidak. Beasiswa ini berfokus pada pengembangan skil dan kemampuan anak muda. Yang terpilih juga bukan hanya dari suku melayu tetapi ada suku jawa, batak dan sebagainya. Setelah sah bergabung disana, banyak pembinaan skil yang dilakukan seperti latihan public speaking, silat, latihan kepenulisan, desain grafis dan masih banyak yang lainnya.

Hampir setiap hari jadwalnya penuh dengan kegiatan, mulai dari bagun untuk sholat subuh berjamaah, membaca almat surah, bahkan apel pagi. Tinggal di asrama membuatnya sedikit lebih nyaman apalagi teman-teman disana orang yang bisa diajak kompromi. Itu satu hal yang juga ia syukuri saat ini.

Perjalanan hidupnya tak hanya sampai disitu. Setelah lama tinggal di asrama ia ingin bekerja demi mendapatkan uang untuk membantu kehidupannya dan juga keluarganya. Sampai akhirnya dia mendapat tawaran mengajar di salah satu rumah tahfidz di sekitar tempat tinggalnya. Dari tahun 2021 awal sampai dengan hari ini dia masih setia bekerja disana, karena selain membantu keuangannya juga sebagai amal jariyah mengajar anak-anak ilmu agama.  

Sempat terpikir olehnya karena llama mengajar, disini dia baru merasakan letihnya bekerja untuk mencari uang dan dia benar-benar merasakan apa yang ayahnya rasakan menjadi seorang nelayan demi menyekolahkan anak-anaknya agar nasibnya tidak seperti yang dia rasakan. Meskipun pekerjaannya yang sekarang tidak seberat ayahnya.

Semua orang berhak bahagia dan berhak mendapatkan apa yang dia inginkan. Ingat! Usaha dan doa itu yang paling utama. Jangan pernah menyerah, jangan menjadi pengecut jika tak mau suatu saat menjadi susah. Sebagai manusia kita harus senantiasa berayukur atas nikmatnya dan manfaatkan apa yang ada sekarang.(SB/Syid)

-->