2020 Sumut Bentuk BUMD Pangan

Wagubsu Musa Rajekshah (kanan)  bersama Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat memberikan keterangan soal penanganan inflasi oleh.TPID kepada wartawan di Kantor BI Jalan Balai Kota Medan Rabu (18/9) petang.

      Sentralberita|medan ~ Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan membentuk BUMD Pangan yang diharapkan mulai operasional tahun 2020 sebagai salah satu upaya menekan inflasi daerah ini.

      “Sekarang masih dalam tahap proses perizinan dari DPRD Sumut,” tegas Musa Rajekshah, Wakil Gubenur Sumatera Utara kepada wartawan Rabu (18/9) petang di Kantor BI Jalan Balai Kota Medan.

     Wagubsu Musa Rajekshah atau biasa dipanggil Ijeck ini berbicara didampingi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat usai menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Wilayah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi se-Sumatera di Lantai IX, gedung BI Jalan Balai Kota, Medan, Rabu (18/9).

   Rakor Wilayah TPID se Pulau Sumatera itu dihadiri TPID  provinsi-provinsi yang ada di Sumatera yakni Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung dan Lampung.

     Wagub Ijeck menjelaskan BUMD Pangan itu sejenis perusahaan yang fungsinya nanti untuk membeli hasil pertanian, menyimpan sekaligus memasarkannya. Artinya Pemprov bisa terjun langsung ke petani karena selama ini hanya memantau.

    “Tak lama lagi BUMD Pangan bisa disetujui oleh DPRD kita sehingga bisa membangkitkan

potensi pertanian kita dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Ijeck.

    Harapan ke depan, petani sejahtera, harga pasar terkontrol dan masyarakat juga tidak mendapatkan harga yang fluktuasinya naik turun. “Jadi trennya bukan kita yang atur harga tapi pasar sendiri,” ungkapnya.    

   Menurut Ijek, Badan Usaha Modal Daerah (BUMD) Pangan itu, nanti didanai oleh APBD kalau ada persetujuan DPRD. Sistemnya nanti BUMD itu langsung ke petani. Konsepnya lagi, BUMD juga membuka lahan pertanian.      

    Menurutnya, ada beberapa hal yang mengakibatkan inflasi di Sumut. Pertama, cabai merah harganya cukup tinggi beberapa hari lalu di atas rata-rata sampai Rp90.000. Itu bukan karena gagal panen dimana curah hujan cukup baik melainkan memang pemasaran hasil sayur mayur Sumut tidak hanya dijual di wilayah Sumut saja namun sampai ke provinsi tetangga 

   “Ini faktor pasar, dimana harga tinggi disitulah orang berjualan. Akibatnya harga meningkat di pasar lokal, karena permintaan tetap tinggi,” terang Ijek.     

   Jadi hasil rapat TPID Sumatera tersebut, tambah Ijeck, baik dengan Bank Indonesia maupun pemerintah provinsi Se Sumatera bisa menjadi solusi ke depan terutama bagaimana lintas perdagangan antar provinsi.

Kedua, seperti apa pembatasannya mengingat apa yang diperdagangkan menyangkut hajat hidup ekonomi masyarakat kita. Jadi nanti regulasi apa yang tepat. Tapi yang terpenting inflasi di daerah selama ini pemantauan kami  memang pemerintah itu peran fungsinya tak sampai ke bawah, tidak sampai kontrol harga  di pasar.

   “Untuk itulah dibuat BUMD Pangan agar petani bisa bangkit,” kata Ijeck.

     Harapannya petani sejahtera, harga terkontrol dan masyarakat bisa menikmati harga yang wajar.

     Wagub Ijeck menambahkan TPID Se Sumatera mendiskusikan tiga hal yakni pertama upaya- upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencoba menurunkan inflasi Sumatera terutama Sumatera Utara yang kembali ke sasarannya dimana sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2019 sebesar 2,5 – 5,5 persen. Kedua kita ingin melihat kegiatan dan instrumen apa yang bisa dilakukan untuk menekan inflasi tersebut.

    Menurut dia, komoditi yang sangat rentan terhadap inflasi yakni cabai merah, bawang merah, bawang putih, daging ayam dan telur ayam. Regulasi yang mengatur perdagangan komoditi ini belum ada. Perdagangan antar daerah tidak dilarang karena masih wilayah Indonesia. “Tapi kita tetap coba sampaikan itu ke daerah lain di Sumatera. Kita harapkan kawan-kawan di daerah dan pemerintah untuk sama sama mengaturnya sebagai upaya menekan inflasi. Selain itu, pemantauan harga komoditi terus dilakukan terutama cabai merah. “Kalau harga cabai merah tetap naik maka kita akan lakukan operasi pasar,” tegas Ijek.

    Kepala Perwakilan BI Wilayah Sumatera Utara menambahkan pada pertemuan Rakor TPID se Sumatera, ada beberapa rekomendasi. Pertama, TPID se Sumatera berkomitmen untuk melakukan kegiatan menangani inflasi daerah lebih intensif khususnya untuk komoditas cabai merah.

Kedua, melakukan identifikasi komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan harga dalam beberapa bulan ke depan sehingga dapat diantisipasi pengendalian inflasi lebih baik.

    Ketiga, mengoptimalkan sarana yang tersedia dalam rangka menjaga stok. Keempat melakukan penguatan database petani dan produksi komoditas pangan strategis untuk dapat memperoleh data surplus dan defisit komoditas sehingga dapat dikerjasamakan antar daerah secara efektif.

     Kelima, mendorong inisiasi kegiatan  kerjasama antar daerah di Regional Sumatera. Keenam, mendorong inisiasi kegiatan kerjasama perdagangan antar daerah di Regional Sumatera. Keenam, mendorong inisiasi adanya kontrak farming antara BUMD dengan petani untuk menjaga ketersediaan pasokan dan membantu penyerapan hasil produksi pertanian.

    Ketujuh, mendorong percepatan infrastruktur penyimpanan pangan dalam bentuk Controlled Atmosphere Storage (CAS)

dan cold storage di sentra produksi dan pasar induk dalam rangka menjaga ketahanan pangan. CAS suatu bentuk teknologi pengkondisian atmosfer pada ruang penyimpanan komoditas hortikultura (sayur dan buah) untuk mempertahankan mutu.

     Kedelapan, mengoptimalkan peran dinas yang membidangi pertanian agar petani mengetahui pola tanam yang diterapkan oleh pemerintah sehingga pasokan pangan dapat terjaga sepanjang tahun. Kesembilan, mengoptimalkan peran Bulog sebagai stabilisator harga pangan bersama instansi terkait di tingkat produsen dan konsumen untuk komoditas sesuai harga yang berlaku.

(SB/01/wie)