Hanafiah Harahap: Banggar Eksekutif dan Legislatif Semakin tidak Harmonis Bahas APBD
Medan, (Sentralberita)- Wakil Ketua FP Golkar DPRD Sumut yang juga anggota Banggar (badan anggaran) legislatif HM Hanafiah Harahap, SH mengatakan, rapat Banggar legislatif dan eksekutif atau TPAD (Tim Panitia Anggaran Daerah) membahas APBD Sumut semakin tidak harmonis, karena eksekutif kerap menjadikan supervise KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai “tameng” untuk menolak ditampungnya aspirasi masyarakat yang diterima anggota dewan dari 33 kabupaten/kota.
“Kita jadi prihatin atas adanya disharmonisasi antara Banggar eksekutif dan legislatif dalam menata kelola keuangan di APBD Sumut. Bahkan TPAD yang diketuai Sekdapropsu kerap menjadikan supervise KPK sebagai tameng untuk tidak mengakomodir aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui dewan dalam rangka Reses,” ujar Hanafiah Harahap kepada wartawan, Rabu (27/4) di DPRD Sumut.
Jika hal ini terus dibiarkan, ujar anggota Komisi C ini, sangat membahayakan bagi kepentingan rakyat Sumatera Utara dan perseteruan antara eksekutif dan legislatif akan terus terjadi. Bahkan yang paling dikuatirkan, setiap pembahasan APBD menjadi alot seperti, pembahasan di tahun-tahun sebelumnya.
“Ketidaksinkronan TPAD dengan Banggar Legislatif ini harus segera diakhiri dan dibenahi Plt Gubsu, agar tidak lagi terjadi kekisruhan dalam pembahasan APBD. Dewan jenuh mendengar peryataan-peryataan Ketua TPAD yang bertolak-belakang dengan peryataan Plt Gubsu, sehingga kita berharap Plt Gubsu mengevaluasi secara struktural TPAD-nya, agar Banggar eksekutif – legislatif menjadi sinkron,” tegasnya.
Hanafi bahkan menilai TPAD tidak jujur dalam memberikan penjelasan kepada Banggar legislatif soal dana aspirasi yang disampaikan masyarakat dari 33 kabupaten/kota untuk diperjuangkan di APBD Sumut sebesar Rp179 miliar, karena sampai saat ini Banggar legislatif tidak melihat ada dana tersebut ditampung di APBD 2016.
“Kita kuatir anggaran itu tidak ada ditampung, sebab dalam rapat Banggar kita sudah mempertanyakan akumulasi hasil evaluasi Mendagri terhadap APBD Sumut TA 2016 menyangkut dana aspirasi masyarakat yang jumlahnya mencapai Rp179 miliar. Tapi TPAD Pempropsu menyatakan telah melaporkan kepada pimpinan dewan. Tapi hingga kini pimpinan dewan tidak ada memberikan penjelasan,” katanya.
Menurut Hanafi, pembahasan dan penjabaran APBD seharusnya dilaksanakan secara transparan dan hal ini sesuai dengan Permendagri No52/2015. Tapi faktanya, tidak dilaksankan sesuai dengan tahapan yang telah diatur dalam Permendagri. TPAD terkesan menutup-nutupi program, baik tempat maupun alokasi pekerjaan dengan mengedepankan hasil supervisi KPK. “TPAD sebiknya jangan menakut-nakuti dewan dan membawa-bawa nama KPK. Memang dewan mau ditangkap,” ujarnya.
Bahkan yang paling disesalkan, tegas Hanafi, buku induk penjabaran APBD Sumut TA 2016 baru diberikan kepada eksekutif, setelah dewan “berteriak” melalui rapat paripurna beberapa hari lalu. “Saya kuatir, jika ini tidak segera disikapi oleh Plt Gubsu, disharmonisasi antara Banggar eksekitif-legislatif akan terus berlangsung dan tentunya akan merugikan rakyat Sumut sendiri,” tandasnya. (SB/01)