Terorisme, Radikalisme dan Intoleransi Dapat Ditangkal Melalui Moderasi Beragama

sentralberita | Medan ~ Moderasi beragama dapat menangkal berkembangnya paham radikalisme, terorisme dan sikap intoleransi.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, H. Ahmad Qosbi, S.Ag, MM yang diwakili oleh Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Dr. Muksin Batubara, M.Pd sewaktu menjadi narasumber pada Seminar Penanggulangan Terorisme, Radikalisme dan Intoleransi bertempat di Auditorium Biro Rektor UINSU Kampus IV Pancur Batu, Deli Serdang yang dilaksanakankan oleh Korbinmas Baharkam POLRI pada Rabu (26/06/2924).

Pada seminar ini Kabid Pakis memaparkan materi peran strategis Kementerian Agama dalam penangulangan terorisme, radikalisme dan intoleransi.

Diawal pemaparan Kabid Pakis mengatakan bahwa ada beberapa isu yang menjadi perhatian bersama dan perlu disikapi dengan baik yakni, pendirian rumah ibadah, intoleransi, potensi konflik sosial yang disebabkan oleh isu SARA, ujaran kebencian melalui media sosial, radikalisme terorisme. “ tm

Terkait menyelesaikan isu tersebut, moderasi beragama menjadi salah satu upaya menangkal hal tersebut.
Berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem) yang mengesampingkan martabat kemanusiaan, dengan penerapan moderasi beragama hal tersebut bisa kita cegah. Pentingnya menangkal Radikalisme. Radikalisme muncul karena ketidaktahuan akan ajaran agama yang sebenarnya, radikalisme muncul karena semangat berlebihan dalam mengamalkan ajaran agama, radikalisme muncul karena keliru menilai prilaku umat beragama dan radikalisme muncul karena adanya pengaruh dari luar. Untuk itu perlu adanya moderasi beragama.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa moderasi merupakan cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan Bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang,  dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. “ Moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasikan pemahaman dan pengalaman kita dalam beragama. Moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa. Di Indonesia , beragama pada hakikitanya ber Indonesia, dan berIndonesia itu pada hakikatnya beragama”, tambah Kabid.

Baca Juga :  Pansus Haji, Sarat Muatan Politis Penyelenggaraan Haji Kini Jauh Lebih Baik

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatan perspektif moderasi beragama yakni menguatkan ajaran agama masing masing terlebih dahulu. Muksin mengatakan bahwa keberhasilan moderasi beragama dalam kehidudupan berbangsa adalah adanya komitmen kebangsaan, adanya toleransi, sikap anti kekerasan dan sikap penerimaan terhadap tradisi.

“ Saya mengajak semua komponen bangsa, termasuk kita semua menguatkan perspektif moderasi beragama. Mari kita memajukan kehidupan umat manusia, menjunjung tinggi keadaban mulia, menghormati harkat martabat kemanusiaan, memperkuat nilai moderat, mewujudkan perdamaian, menghargai kemajemukan dan menaati komitmen berbangsa”, katanya.

Pada kesempatan ini pengamat terorisme/ Eks napiter Binaan Densus 88 AT POLRI, Mukhtar Khairi menyampaikan bahwa motif kelompok Intorelansi, Radikalisme Terorisme dalam melakukan Tindakan ekstrim dan terror yakni berusaha untuk merubah NKRI menjadi negara Agama. “ Kelompok ini ingin menunjukkan eksistensi kelompoknya, mereka berusaha mengubah konstitusi negara dan berupaya menciptakan perang atas nama jihad di jalan Alllah meskipun negeri dalam keadaaan”, kata Mukhtar

Baca Juga :  Safari Subuh Keliling, Wakapolda Sumut: Partisipasi dan Peran Aktif Menjaga Generasi Bangsa

Untuk itu Kabid Pakis mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), Dialog dan kerjasama antar agama dan antar budaya, Menolak Intoleransi dan Radikalisme, mengarusutamakan sikap moderat.

“ Moderasi Beragama menjadi sikap pertengahan dalam beragama yang tidak condong ke kanan (ekstrem kanan) dan ke kiri (ekstrem kiri), dengan bersikap kompromistik dalam relasi agama dan negara dan tidak membenturkan antar keduanya bersikap pertengahan yang tidak pro liberal yang membolehkan segala hal dan pro konservatif yang menolak pembaharuan dan bersikap tasamuh (toleran) kepada orang lain. (SB/01).

-->