Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa
H.M. Soerya Respationo, Dosen Magister S2 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Batam,
email: romo.soerya@gmail.com, Hp/Wa: 082121414141. Idham, Dekan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Batam
Hp/Wa: 081248549356, email: idhamnotppat@gmail.com
sentralberita|Tema sentral jurnal ini berjudul: “Pendaftaran dan Konsolidasi TanahWilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa”, dengan rumusan permasalahan: Bagaimana Pengaturan Hukum, Implementasi, Faktor Kendala dan Solusi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa?.
Jenis penulisan jurnal ini hukum normatif, didukung dengan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier, diperoleh melalui studi ke pustakaan (library research). Metodologinya menggunakan pendekatan legal research dan kualitatif. Untuk grand theory menggunakan teori hukum positif oleh John Austin, middle theory menggunakan teori jiwa bangsa oleh Friedrich Carl von Savigny dan applied theory menggunakan teori hukum kebahagiaan (utilitarianisme) oleh Jeremy Bentham. Apabila Negara/Pemerintah segera melaksanakan Pendaftaran
dan Konsolidasi Tanah tersebut, untuk memberikan perlindungan potensi sumber daya Nasional dan
meneguhkan kedaulatan bangsa, maka akan mempercepat terwujudnya tujuan nasional yang diamanatkan dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata Kunci: -Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah; -Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; -Pontensi Sumber daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa.
A. Konten Latar Belakang
Berdasarkan bentangan konstruksi tema sentral tersebut di atas, judul jurnal ini adalah: “Pendaftaran dan Konsolidasi TanahWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa. Fokus studi penelitiannya adalah di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Mengapa dipilih lokasi studi penelitiannya di Kabupaten Natuna tersebut, karena dengan mempertimbangkan di wilayah Kabupaten Natuna, kondisi geografisnya sebagaian besar dan dominan adalah terdiri dari wilayah pesisir dan pulaupulau kecil. Luas wilayahnya 99% adalah lautan, dan luas daratan hanya 1%, berbatasan dengan beberapa negara asing, serta di Kabupaten Natuna memiliki kandungan potensi sumber daya alam berupa Minyak dan Gas Bumi (Bumi) yang potensinya sangat fantastik dan fenomenal di Benua Asia. Hal itu tentu sekaligus merupakan sumber daya, aset dan modal serta kekayaan nasional. Oleh karena itu (Idham, 2022) semua potensi sumber daya nasional tersebut harus mendapatkan perlindungan berkelanjutan oleh Negara/Pemerintah berdasarkan amanat dan perintah konstitusi dan konstitisionalisme secara bertanggungjawab (https://kominfo.go.id/content/detail).
Sejalan dengan hal yang disebutkan pada bagian di atas, bahwa pada kenyataannya mengenai penyelenggaraan atas kegiatan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah khususnya di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut, sampai saat ini belum dilaksanakan oleh Negara/Pemerintah secara maksimal, terutama pada beberapa titik dan lokasi pulau-pulau kecil, demikian juga untuk pada sebagian besar wilayah pesisir. Berkenaan dengan hal ini, terutama dari aspek dukungan atas peraturan perundang-undangan yaitu (Burhan Bungin, 2017) sebagai data sekunder untuk melaksanakan kegiatan yang penting dimaksud, pada intinya telah tersedia yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lazim disingkat dan disebut dengan istilah UUPA, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana nanti akan disajikan penjelasannya dalam bagian analisis/pembahasan di dalam jurnal ini.
Dengan penjelasan seperti yang disebutkan di atas, sesungguhnya terkait dengan (A.P.Parlindungan, 2009) pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah khususnya di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut, pada kenyataannya belum maksimal dilaksanakan secara konkrit di lapangan. Tentu atas keadaan yang demikian secara objektif telah terjadi ketimpangan (gap phenomena), yaitu (David Tan, dkk, 2020) antara apa yang seharusnya diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan (das sollen), dengan keadaan yang ada di lapangan (das sein) ternyata kegiatan dimaksud belum secara optimal dilaksanakan oleh Negara/Pemerintah. Dengan keadaan seperti ini, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan di dalam jurnal ini. Asumsi penulis, jika Negara/Pemerintah sejak dahulu sudah melaksanakan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah khusus di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut, maka hasilnya akan (Mukhlish dan Zaini, 2021) diperoleh kepastian hukum dalam upaya memberikan perlindungaan terhadap seluruh potensi sumber daya nasional dan hal itu sekaligus akan mampu mewujudkan upaya untuk meneguhkan kedaulatan bangsa demi mempercepat tercapainya tujuan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam alinea keempat pembukaan konstitusi dan konstitusionalisme bangsa dan Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (https://www.bphn.go.id/data).
B. Konstruksi Rumusan Permasalahan
Berdasarkan konstruksi judul jurnal dan beberapa hal pokok, dan fundamental yang telah disajikan pada bagian di atas, maka (I Md Pasek Diantha, 2015) konstruksi rumusan permasalahan yang dibentangkan dalam jurnal ini yaitu: “Bagaimana Pengaturan Hukum, Implementasi, Faktor Kendala/Hambatan dan Solusi terkait dengan pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa?”.
Konstruksi rumusan permasalahan dimaksud, terutama dalam konteks (Diana Esther Rondonuwu, 2014) melaksanakan analisis dan/atau pembahasannya akan dibagi ke dalam dua tahapan pembahasan, yaitu untuk pembahasan dalam bagian pertama akan dianalisis mengenai pengaturan hukum dan Implementasi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan kedaulatan Bangasa, dan pada bagian kedua akan dianalisis konten berikutnya yaitu mengenai Faktor Kendala dan Solusi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan kedaulatan Bangsa.
C. Sumber Literatur (Literature Review)
Disesuaikan dengan beberapa variabel, tema sentral atau judul jurnal ini dan berdasarkan kepada substansi yang sudah disajikan dalam bagian latar belakang di atas, pada intinya (Kornelius Benuf dan Muhamad Azhar, 2020) sumber literatur yang digunakan sebagai salah satu bahan dasar untuk menganalisis rumusan permasalahan tersebut, maka sumber literatur yang digunakan adalah bersumber kepada literatur yang bersifat data sekunder.
Semua data sekunder tersebut, terdiri dari (Peter Mahmud Marzuki, 2006) bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam pelaksanaanya semua data sekunder yang substansi berhubungan erat dengan tema sentral yang dibahas dalam jurnal ini akan digunakan penulis sebagai salah satu dasar untuk melakukan analisis terhadap konstruksi rumusan permasalahan, dan semua data sekunder itu diperoleh melalui studi ke pustakaan (library research).
D. Jenis Penulisan, Metodologi dan Landasan Teori
Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai jenis penulisan, metodologi dan landasan teori. Untuk jenis penulisan (Al Sentot Sudarwanto dan Dona Budi Kharisma, 2020) menggunakan jenis penulisan hukum normatif. Khusus untuk metodologinya menggunakan pendekatan legal research dengan mengutamakan penerapan kualitatif. Untuk landasan teori yang digunakan sebagai salah satu pisau analisis guna membahas terhadap konstruksi rumusan permasalahan dimaksud yaitu (Laurensius Arliman S, 2018) sebagai grand theory menggunakan terori hukum positif oleh John Austin, middle theory menggunakan teori hukum jiwa bangsa oleh Friedrich Carl von Savigny dan untuk applied theory
menggunakan teori hukum kebahagiaan (utilitarianisme) oleh Jeremy Bentham.
E. Konten Pembahasan/Analisis
Untuk selanjutnya dalam bagian ini akan dilakukan analisis/pembahasan terhadap konstruksi
permasalahan sebagaimana yang telah disajikan pada bagian di atas, yang konstruksi analisisnya
dipaparkan secara konstruktif dalam bagian di bawah ini.
- Pengaturan Hukum dan Implementasi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan
Kedaulatan Bangsa
Sejalan dengan hal yang telah disebutkan pada bagian di atas, pada bagian ini akan dilakukan
analisis dan/atau pembahasan terhadap konstruksi permasalahan dimaksud, yaitu dengan topik bahasan
seperti apa sesungguhnya konstruksi pengaturan hukum, dan dilanjutkan mengenai implementasi atas
pelaksanaan (Idham, 2018) Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah khususnya di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil yaitu dalam prespektif dan/atau dimensi untuk melakukan perlindungan terhadap potensi
sumber daya nasional dan dalam upaya meneguhkan kedaulatan bangsa. Berdasarkan konstruksi konten
tersebut, maka dalam melaksanakan analisisnya akan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu perihal
pengaturan hukum dan implementasinya, yang analisinya sebagaimana disajikan dalam bagian di
bawah ini.
a. Konstruksi Pengaturan Hukum
Berdasarkan substansi yang disebutkan pada bagian di atas, sebelum menjelaskan mengenai
konstruksi pengaturan hukumnya, untuk itu akan diartikan terlebih dahulu mengenai arti dan makna
atas Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah. Secara yuridis normatif , bahwa (Idham, 2014) defenisi
Pendaftaran Tanah adalah: “Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah
ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Konstruksi arti dan defenisi secara yuridis mengenai Pendaftaran Tanah dimaksud, adalah berdasarkan
ketentuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021, tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6630.
Sehubungan dengan hal yang telah disebutkan pada bagian di atas, untuk selanjutnya akan
disajikan mengenai arti dan/atau defenisi mengenai Konsolidasi Tanah. Khusus mengenai arti dan/atau
defenisi Konsolidasi Tanah secara yuridis normatif adalah: “Kebijakan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan ruang sesuai rencana tata ruang serta usaha
penyediaan tanah untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Terkait dengan hal ini,
bahwa yang dimaksudkan (Idham, 2011) Konsolidasi Tanah Pertanian adalah Konsolidasi Tanah yang
dilakukan pada tanah-tanah pertanian yang berada di kawasan perdesaan. Konsolidasi Tanah NonPertanian adalah Konsolidasi Tanah yang dilakukan pada tanah non-pertanian, termasuk penyediaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan dan semi perkotaan.
Konsolidasi Tanah vertikal adalah Konsolidasi Tanah yang diselenggarakan untuk pengembangan
kawasan dan bangunan yang berorientasi vertikal. Sedangkan Konsolidasi Tanah Swadaya adalah
Konsolidasi Tanah yang merupakan prakarsa masyarakat atau pemangku kepentingan lain di luar
Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional yang belum masuk dalam rencana
kegiatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional. Konstruksi defenisi
Konsolidasi Tanah tersebut, adalah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka 3, angka 4
dan angka 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2019, tentang Konsolidasi Tanah, Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 756.
Beranjak dari konstruksi atas pengertian dari (Dwi Kusumo Wardhani, dkk, 2020) Pendaftaran
dan Konsolidasi Tanah tersebut di atas, dan diintegrasikan dengan titik sentral pembahasan Kabupaten
Natuna Provinsi Kepulauan Riau, maka khususnya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna harus
segera melakukan (Ahmad Redi, 2018) proses pembentukan peraturan perundang-undangan pada
tingkat lokal atau daerah yaitu dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pelaksanaan
Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Prespektif
Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan Bangsa, khususnya yang ada
dan terdapat dalam wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut
(https://www.cnnindonesia.com/nasional).
Hal dimaksud, khususnya bagi Kabupaten Natuna sangat penting, fundamental dan strategis
untuk segera diwujudkan, karena sesungguhnya secara geografis Kabupaten Natuna itu berbatasan
langsung dengan beberapa negara asing. Menurut penulis, bahwa wilayah Kabupaten Natuna tersebut,
adalah merupakan wajah dan/atau halam depan dari rumah besar Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Oleh kerenanya, tindakan konkrit atas Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut, akan
(Himawan Estu Bagijo, 1997) memberikan perwujudan atas kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan terhadap seluruh potensi sumber daya nasional yang ada di Kabupaten Natuna, yang
sejatinya adalah merupakan aset dan kekayaan nasional bagi bangsa dan Negara Indonesia. Sejalan
dengan hal ini, tentu atas dilaksanakannya kegiatan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut,
sekaligus akan mampu meneguhkan kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia.
Berkenaan dengan hal yang telah disajikan pada bagian di atas, dan direlasikan dengan (Idham,
2010) proses pembentukan Perda tersebut, tentu secara akademik, ilmu perundang-undangan dan
saintifik serta secara paradigmatik yuridis, untuk itu harus ada acuan dan/atau postulat yang dijadikan
pedoman bagi Pemerintah Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rayat Daerah, untuk
memformulasikan konstuksi pengaturan hukumnya yaitu dari dimensi ekosistem paradigma politik
hukum. Terkait dengan hal ini, maka ada beberapa hal yang bersifat fundamental yang harus menjadi
acuan dasar dalam konteks melaksanakan proses pembentukan Perda tersebut, sebagaimana lebih
lanjut dijelaskan pada bagian di bawah ini.
(1) Meneguhkan Amanat Konstitusionalisme
Frasa yang dimaksudkan di atas, yaitu meneguhkan (Jimly Asshiddiqie, 2010) amanat
konstitusionalisme, menurut pendapat penulis adalah merupakan jangkar dan/atau pilar yang teramat
penting dan fundamental yang harus dipedomani oleh semua pihak yang berkewenangan di daerah
untuk membentuk pengaturan hukum tentang pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah dalam
dimensi untuk melakukan perlindungan atas keberadaan potensi sumber daya nasional di daerah dan
sekaligus dalam upaya meneguhkan kedaulatan bangsa khsusnya di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau tersebut. Relevan dengan hal ini, sebelumnya akan disajikan penjelasan mengenai arti
dan makna konstitusionalime dimaksud. Kosa kata konstitusionalisme sejatinya sangat terkait erat
secara permanen dengan arti dan makna konstitusi itu sendiri (http://jhp.ui.ac.id/index.php).
Berkenaan dengan hal tersebut oleh karenanya akan disajikan keterangan yang sifatnya sangat
mendasar (Mei Susanto, 2017) dari arti konstitusi itu sendiri. Konstitusi pada intinya adalah merupakan
suatu dokumen hukum, yang substansinya merupakan kontrak sosial. Konten yang ada di dalam kontrak
sosial itu, sesungguhnya adalah hasil kesepakatan bersama masyarakat dalam konteks membentuk
suatu kehidupan bersama di dalam suatu Negara yang merupakan wadah atau wahana bersama. Oleh
karena itu, bagi suatu Negara yang berkiblat secara konstitusional sejatinnya merupakan Negara
kesepakatan bersama dan/atau disebut juga sebagai Negara berdasarkan perjanjian. Dengan demikian,
arti dan makna konstitusionalisme dapat diartikan sebagai suatu paham dan/atau konstruksi paradigma
pemikiran khusus mengenai perikehidupan bersama dalam suatu wadah organisasi berdasarkan format
dan konstruksi perjanjian bersama dan/atau kesepakatan sosial bersama, yang lazimnya konstitusi itu
diformalkan dalam bentuk tertulis dalam suatu naskah yang baku dan terkodefikasi.
Setelah diartikannya atas substansi yang fundamental yaitu mengenai konstitusi dan
konstitusionalisme sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian di atas, maka lebih lanjut dalam
bagian berikut ini akan disajikan analisis yang berkenaan dengan format dan konstruksi mengenai
pengaturan hukum dalam hal melaksanakan tindakan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah dalam dimensi
melakukan upaya perlindungan terhadap potensi sumber daya nasional khususnya yang terdapat
diwilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Format (Idham, 2017) konstruksi yang
dimaksudkan, adalah menjadi pegangan dan dasar bagi para pembentuk peraturan perundangundangan di daerah dalam bentuk Perda, yaitu harus meneguhkan beberapa prinsip yang bersifat
fundamental yaitu: -mengutamakan untuk terwujudnya cita-cita kemerdekaan bangsa dan Negara
Indonesia, sebagaimana yang telah di amanatkan pada empat pokok pikiran di dalam naskah
Pembukaaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; -mengutamakan dan
sekaligus mewujudkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi, yaitu dengan melibatakan partisipasi
aktif dari seluruh rakyat dan pemangku kepentingan serta pihak lain yang terkait.
(2) Meneguhkan Paham Kedaulatan Rakyat dan Indonesia Sebagai Negara Hukum
Konten konstruksi yang akan dijelaskan dalam bagian ini, adalah yang terkait dengan upaya
meneguhkan paham kedaulatan rakyat dan sekaligus untuk meneguhkan bahwa Indonesia adalah
Negara hukum. Artinya ketika pihak pemerintah daerah, tentu dalam hal ini pihak eksekutif bersama
legislatif yang mempunyai kewenangan legalistik formal untuk membentuk peraturan perundangundangan dalam bentuk Peraturan Daerah mengenai pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah
dalam dimensi perlindungan terhadap potensi di daerah, terutama dalam konteks merumuskan norma
pengaturan hukumnya, untuk itu haruslah (Tubagus Rismunandar Ruhijat, dkk, 2019) berkiblat dan
bersandarkan kepada prinsip untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat dan sekaligus untuk
meneguhkan paham bahwa Indonesia adalah sebagai Negara hukum.
Relevan dengan penjelasan di atas, bahwa kedua prinsip tersebut sesungguhnya dalam dimensi
yang (Idham, 2021) konstitusionalisme yang bersifat paradigmatik konstitusional telah diatur dan
ditetapkan secara tegas dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang menyatakan bahwa ”kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar. Norma hukum ini, sesungguhnya menghendaki terutama dalam perspektif merumuskan
norma pengaturan hukum tersebut harus didukung dengan perwujudan bebera prinsip, yang meliputi: –
perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia; -pelaksanaan kehidupan demokratisasi yang
kondusif dan berkelanjutan; -pelaksanaan kebebasan pers; -perwujudan prinsip saling mengawasi dan
mengimbangi secara bertanggungjawab; dan -pelaksanaan dan perwujudan prinsip Negara hukum.
Dalam pada itu, untuk selanjutnya akan dijelaskan mengenai kewajiban untuk meneguhkan bahwa
Indonesia adalah Negara hukum. Mengenai hal ini, sejatinya dalam pendekatan yang bersifat
paradigmatik konstitusional telah di atur dan ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara
hukum. Dalam dimensi yang bersifat filosofis, bahwa keberadaan norma hukum ini terutama dalam
konteks merumuskan Perda tentang Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut, haruslah diatur secara
tegas pengaturan hukumnya dalam konteks mewujudkan “Prinsip dan Ciri Negara hukum”. Prinsip
Negara hukum meliputi: -penjunjungan tinggi terhadap hukum; -persamaaan kedudukan di hadapan
hukum; dan -hukum wajib ditegakkan berdasarkan hukum yang benar. Ciri Negara hukum meliputi: –
penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia; -Pengadilan dan Hakim yang merdeka; dan –
Pelaksanaan asas legalitas.
(3)Meneguhkan Prinsip Gotong Royong Secara Kaffah dan Membumi
Pada bagian ini akan dijelaskan prinsip gotong royong secara kaffah dan membumi. Artinya
prinsip ini adalah merupakan salah satu prinsip yang penting dan fundamental yang harus diwujudkan
oleh para pihak yang berkewenangan untuk membentuk Perda tentang Pendaftaran dan Konsolidasi
Tanah di daerah, yaitu dalam upaya melakukan perlindungan terhadap semua potensi sumber daya
nasional dan sekaligus dalam upaya meneguhkan upaya kedaulatan bangsa dan Negara Republik
Indonesia. Dalam konteks ini dimaksudkan, bahwa sesungguhnya (Yudi Latif, 2012) prinsip gotong
royong yang ada dan dimiliki oleh bangsa dan Negara Indonesia saat ini, sesungguhnya dalam
pendekatan paradigma politik hukum, yaitu hukum yang hidup dalam masyarakat, adalah bersumber
dari jati diri, harkat dan martabat bangsa dan Negara Indonesia yang muncul dan berasal dari nilai-nilai
hukum adat yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehubungan dengan penjelasan sebagaimana tersebut pada bagian di atas, menurut pendapat
penulis bahwa nilai-nilai yang luhur yang dimiliki oleh bangsa dan Negara Indonesia yaitu prinsip gotong
royong tersebut, terutama diintegrasikan dengan peraturan norma hukum di dalam Perda tersebut,
haruslah diwujudkan secara konkrit dengan mengutamakan pendekatan secara kaffah dan membumi.
Dengan perkataan lain, bahwa nilai-nilai yang luhur prinsip gotong royong yang dimiliki bangsa dan
Negara Indonesia tersebut, sejatinya adalah merupakan inti yang paling mendasar terhadap keberadaan
dan eksitensi Pancasila 1 Juni 1945 sebagai Dasar Negara, Pandangan Hidup bangsa dan
Jiwa/Kepribadian Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan analisis yang telah disajikan pada bagian di atas, terutama dalam mewujudkan
format dan konstruksi dalam hal melaksanakan (Idham, 2019) desain pengaturan norma hukum di
dalam Perda dimaksud, khusus kepada para pihak yang mempunyai kewenangan secara legalistik yuridis
formal mengenai pembentukan pengaturan hukum berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan
Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah dalam prespektif melaksanakan perlindungan atas potensi sumber
daya nasional di daerah, harus juga sekaligus mengutamakan kepada penerapan teori hukum positif
oleh John Austin. Dalam hal ini Austin menyatakan bahawa “suatu perintah baru dapat dikatakan
sebagai hukum hanya apabila perintah tersebut dibentuk, dibuat dan berasal dari suatu kedaulatan
penuh dan berkuasa penuh yaitu oleh Negara. Artinya, posisi Negara dalam hal ini dimaksudkan adalah
para pihak yang mempunyai tugas, pokok, fungsi dan kewenangan untuk melaksanakan seluruh
rangkaian proses pembentukan Perda dimaksud yang diberi mandat dan kewenangan oleh Konstitusi
dan Konstitusionalisme berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. Dalam konteks ini, posisi dan kedudukan Hukum positif wajib dimaknai sebagai aturan yang
dibuat oleh Negara dan sekaligus mempunyai otoritas untuk mewujudkan kedaulatan penuh dalam
dimensi untuk meneguhkan paham positivisme hukum itu sendiri.
b. Impelentasi dan/atau Pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah
Frasa tersebut di atas, terutama dalam pendekatan substansi adalah yang berhubungan dengan
hal-hal teknis operasional dalam pendekatan praktis di lapangan. Artinya, dalam bagian ini akan
dianalisis seperti apa sesungguhnya tindakan dan/atau pelaksanaan (Urip Santoso, 2015) Pendaftaran
dan Konsolidasi Tanah itu dilaksanakan secara praktis di lapangan yaitu di daerah khususnya untuk
wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Secara geofrafis memang wilayahnya
terdiri dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan secaera empiris di lapangan banyak sekali
mengandung potensi (Bachrawi Sanusi, 2004) sumber daya alam sepeti Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Dalam pelaksanaanya di lapangan tentu dalam pendekatan ekosistem konstruksi paradigma politik
hukum di bidang keagrariaan/pertanahan, maka sebagai postulat atau dasar pelaksanaannya harus
dipedomani yaitu berdasarkan ketentuan yang bersifat paradigmatik operasional, sebagai salah satu
dasar hukum yang penting adalah berdasarkan amanat dan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lazim disingkat dan disebut dengan istilah
UUPA, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2043.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, khususnya dalam hal pelaksanaan dan/atau implementasi
Pendaftaran Tanah, yang terkait mengenai dasar (Moh.Mahfud MD, 2012) politik hukumnya secara
paradigmatik operasional adalah mengacu dan berdasarkan kepada amanat dan ketentuan sebagaimana
yang terecantum dalam Pasal 19 UUPA tersebut, yang secara tegas menyatakan bahwa: (1) Untuk
menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah; (2) Pendaftaran
tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b.
pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti
hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat; (3) pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria; (4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut
(http://digilib.unikal.ac.id/index.php).
Terkait dengan hal tersebut di atas, bahwa sesuai dengan (Nurhasan Ismail, 2018) regulasi
terbaru yang dilakukan oleh Pemerintah yaitu berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2021, tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6630, bahwa pelaksanaan Pendaftaran Tanah dimaksud pada intinya
dilaksanakan/diimplementasikan sesuai dengan ketentua Pasal 84, yang secara ekplisit menegaskan
bahwa: (1) Penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah dapat dilaksanakan secara elektronik:
(2) Hasil penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa data, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik; (3) Data dan informasi
elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah; (4) Data dan informasi
elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) merupakan perluasan dari
alat bukti yang sah sesuai dengan acara yang berlaku di Indonesia; (5) Penerapan Pendaftaran Tanah
elektronik dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sistem elektronik yang
dibangun oleh Kementerian. Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 85 dalam Peraturan Pemerintah
tersebut yang berhubungan dengan pelaksanaan Pendaftaran Tanah tersebut, ditetapkan: (1) Seluruh
data dan/atau dokumen dalam rangka kegiatan Pendaftaran Tanah secara bertahap disimpan dan
disajikan dalam bentuk dokumen elektronik dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi; (2) Data dan/atau dokumen sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) disimpan secara
elektronik di pangkalan data Kementerian; dan (3) Untuk keperluan pembuktian di Pengadilan dan/atau
pemberian informasi pertanahan yang dimohonkan instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan
tugasnya, data dan/atau dokumen sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan akses
melalui sistem elektronik.
Relevan dengan penjelasan di atas, untuk selanjutnya dalam bagian implementasi ini, akan
dijelaskan mengenai pelaksanaan kegiataan Konsolidasi Tanah. Terkait dengan hal ini, bahwa perihal
pelaksanaan dan/atau implementasi Konsolidasi Tanah tersebut, secara paradigmatik praktis
operasional di lapangan, penyelenggaraannya diimplementasikan adalah berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2019, tentang Konsolidasi Tanah, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 756.
Berkenan dengan hal ini, bahwa penyelenggaraan dan/atau implementasi Konsolidasi Tanah tersebut
pada intinya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan teresebut, yang menegaskan bahwa: (1)
Konsolidasi Tanah dilaksanakan secara partisipatif dan sukarela/berdasarkan kesepakatan diantara
peserta Konsolidasi Tanah; (2) Penyelenggaraan Konsolidasi Tanah dapat menjadi wajib dalam hal
penataan kawasan pasca bencana, konflik, kawasan kumuh dan program strategis; (3) Bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bencana alam maupun kebakaran yang mengakibatkan
terjadinya perubahan batas bidang tanah, tanah musnah, perubahan penguasaan/kepemilikan,
perubahan peruntukan sehingga perlu dilakukannya penataan kembali dan/atau relokasi; (4) Konflik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan konflik yang penyelesaiannya memberikan dampak
terhadap perubahan kepemilikan dan batas-batas tanah; (5) Kawasan kumuh sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk
dilakukan penataan kembali dalam upaya meningkatkan kualitas permukiman baik secara horizontal
maupun vertikal, baik di kawasan perdesaan maupun kawasan perkotaan; (6) Program strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan program yang memiliki nilai strategis secara Nasional
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Relevan dengan penjelasan di atas, maka terkait dengan implementasi dan pengejawantahan
dimensi (M.Solly Lubis, 2000) politik hukum Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut, pada intinya
ketika dilaksanakan secara praktis operasional di lapangan, terutama dari dimensi dasar hukum memang
telah ada dan sudah dibuat sedemikan rupa oleh Pemerintah. Hanya saja, pada kenyataannya di
lapangan, terutama di wilayah Kabupaten Natuna, yang kondisi geografisnya banyak terdiri dari pulaupulau kecil, demikian juga wilayah pesisirnya sangat luas karena luas wilayah lautannya 99 % dan luas
wilayah daratan hanya 1 %, ternyata pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah di Kabupaten
Natuna tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh Pemerintah. Terkait dengan hal ini, seharusnya
Pemerintah mempunyai perencanaan yang komprehensif bahwa kegiatan dan penyelenggaraan
Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah di Kabupaten Natuna itu tidak boleh untuk ditunda-tunda lagi,
karena di wilayah Natuna banyak sekali mengandung potensi sumber daya Nasional sebagai aset dan
modal pembangunan bagi bangsa dan Negara Indonesia, karena sesungguhnya di Kabupaten Natuna
dimaksud, terdapat harta karun bangsa Indonesia yaitu berupa cadang Minyak dan Gas Bumi yang
sangat melimpah. Sejalan dengan hal ini, bahwa pentingnya Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut
segera dilaksanakan di wilayah Kabupaten Natuna yang wilayahnya sebagian besar pesisir dan pulaupulau kecil dan berbatasan dengan negara asing, memang sejatinya harus dilaksanakan dalam dimensi
konstitusionalisme berkelanjutan, yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan secara
permanen dan berkelanjutan yaitu dalam prespektif meneguhkan prinsip kedaulatan rakyat,
meneguhkan bahwa Indonesia adalah Negara hukum dan sekaligus meneguhkan kedaulatan bangsa dan
Negara Indonesia. Secara teknis, bahwa dalam melaksanakan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah
khususnya di Kabupaten Natuna tersebut, harus mempedomani dan berdasarkan ketentuan yang telah
diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Natuna mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yiatu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Natuna Nomor 18 Tahun 2021
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Natuna 2021-2041.
Berkenaan dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Natuna tersebut,
berikut ini disajikan keterangan terlebih dahulu mengenai kondisi geografis dan potensi sumber daya
alam di Kabupaten Natuna. Posisi geografis Kabupaten Natuna terletak pada titik koordinat 1016’-
7019’ LU (Lintang Utara) dan 105000’-110000’ BT (Bujur Timur). Batas-batas wilayahnya adalah: –
sebelah utara dengan Laut Natuna Utara; -sebelah selatan dengan Kabupaten Bintan; -sebelah barat
dengan Semenanjung Malaysia; dan -sebelah timur dengan Laut Natuna Utara. Luas Wilayah Kabupaten
Natuna memiliki luas wilayah 264.198,37 km2 dengan luas daratan 2.001,30 km2 dan lautan 262.197,07
km2, dengan kondisi demikian, luas lautan di Kabupaten Natuna sangat dominan yaitu 99%, sedangkan
luas wilayah daratan lebih kurang hanya 1 %. Ranai adalah sebagai Ibukota Kabupaten Natuna. Untuk
Kabupaten Natuna ini terdapat 154 pulau, dengan 27 pulau (17,53 persen) yang berpenghuni dan
sebagian besar pulau (127 buah) tidak berpenghuni. Dua pulau terbesar diantaranya adalah Pulau
Bunguran dan Pulau Serasan. Khusus pontensi sumber kekayaan nasional yang ada dan terdapat di
Kabupaten Natuna, yaitu berdasarkan data yang diperoleh penulis, pada wilayah Pemerintah
Kabupaten Natuna terdapat jumlah cadangan migas di ladang gas Blok D-Alpha merupakan kekayaan
paling fenomenal dengan mencapai 222 triliun kaki kubik. Data dimaksud sebagaimana dipaparkan
dalam Rencana Strategis Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Natuna 2012-2016, yang dijelaskan
bahwa wilayah tersebut kaya dengan sumber daya alam, terutama bahan galian berupa Minyak dan Gas
Bumi. Dalam pada itu, sekali lagi disebutkan bahwa potensi kekayaan Natuna yang paling fenomenal
adalah cadangan Migas di ladang gas Blok D-Alpha, dengan taksiran total cadangan 222 triliun kaki
kubik, dan gas hidrokarbon 56 triliun kaki kubik, dan merupakan salah satu sumber potensi migas yang
terbesar Asia (https://money.kompas.com/read/2020/01/05/144631726).
Berdasarkan penjelasan sebagaimana yang telah disajikan pada bagian di atas, maka terkait
dengan pelaksanaan dan/atau implementasi penyelenggaraan dan kegiatan Pendaftaran dan Konsolidasi
Tanah, khususnya di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulau Riau yaitu dalam konteks
melaksanakan perlindungan terhadap (Lukman Adam dkk, 2012) potensi sumber daya nasional dan
dalam dimensi konstitusionalisme berkelanjutan, sekali lagi penulis menegaskan pendapatnya bahwa
kegiatan dimaksud, tidak dapat ditunda-tunda lagi oleh Pemerintah, dan pemangku kepentingan lain
yang terkait. Acuan pelaksanaannya harus dilaksanakan berdasarkan format dan konstruksi paradigma
politik hukum Agraria/Pertanahan, dengan mengutamakan kepada beberapa prinsip yang sangat
paradigmatik konstitusional, yaitu: -meneguhkan amanat konstitusionalisme secara fokus,
bertanggungjawab dan dilaksanakan secara berkelanjutan; -meneguhkan paham kedaulatan rakyat dan
sekaligus meneguhkan bahwa Indonesia adalah Negara hukum; -meneguhkan prinsip gotong royong
ikhlas lahir batin, kaffah dan membumi; dan -sekaligus meneguhkan prinsip kedaulatan bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pengejawantahannya harus dengan mengutamakan
penerapan teori hukum Friedrich Carl von Savigny, yang terkenal dengan teori hukum Jiwa
Bangsa/volkgeist. - Faktor Kendala dan Solusi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Dalam Prespektif Perlindungan Potensi Sumber Daya Nasional dan Meneguhkan Kedaulatan
Bangsa
Untuk selanjutnya dalam bagian ini, akan dianalisis hal yang berkenaan dengan (M Ambari,
2017) faktor kendala dan/atau hambatan serta format solusi/penyelesaian terkait dengan
penyelenggaraan atas kegiatan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam prespektif memberikan perlindungan terhadap potensi sumber daya nasional dan sekaligus dalam
upaya meneguhkan kedaulatan bangsa, khususnya di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan
Riau tersebut. Memperhatian frasa sebagaimana tersebut di atas, maka dalam konteks melaksanakan
analisisnya akan dibagi ke dalam dua kelompok. Dalam topik bahasan pertama akan dijelaskan substansi
yang berhubungan dengan faktor kendala/hambatan dan sebagai topik bahasan yang kedua adalah yang
terkait dengan format solusi dan/atau bentuk penyelesaian atas faktor kendala dimaksud, yang
penjelasannya sebagaimana disajikan dalam bagian di bawah ini.
a. Faktor Kendala/Hambatan Pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah
Konten yang akan dianalisis dalam bagian ini adalah terkait dengan faktor kendala/hambatan
dalam konteks melaksanakan kegiatan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah, khususnya yang
diselenggarakan di wilayah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Merupakan faktor kendala,
secara empiris di lapangan terbagi dalam dua jenis kendala, yaitu kendala yang bersifat ke dalam dan
kendala yang bersifat keluar. Termasuk kendala yang bersifat ke dalam adalah semua kendala internal
yang lazimnya terjadi di lingkungan kantor pemerintahan. Sedangkan kendala yang bersifat keluar
adalah beberapa kendala yang datangnya dari luar atau eksternal dari kantor pemerintahan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, salah satu merupakan kendala yang bersifat ke dalam
dan/atau internal yaitu seperti kurang dan (Marlina Rajab, 2021) rendahnya kepedulian dari aparat
pelaksana pejabat publik untuk segera melaksanakan tindakan dan/atau pekerjaan yang bersifat konkrit
atas penyelenggaraan dan/atau implementasi Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah tersebut, khususnya
pada titik lokasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk di wilayah perbatasan antara negara
asing di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Salah satu penyebabnya, disinyalir yaitu
sudah semakin menurunnya rasa pengamalan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila sebagai Dasar Negara,
Pandangan Hidup Bangsa dan Jiwa/Kepribadiaan Bangsa. Sehingga dengan keadaan ini, melemahkan
rasa memiliki yaitu terhadap keberadaan dan keberlangsungan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia
(https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle).
Sejalan dengan penjelasan di atas yaitu terkait dengan faktor kendala yang bersifat keluar
dan/atau kendala yang bersifat eksternal, satu diantaranya adalah kendala sulitnya sarana transportasi
untuk berkunjung/mendatangani terhadap ratusan pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Natuna
dimaksud. Terkait dengan hal ini dapat dijelaskan, bahwa memang sesungguhnya luas wilayah
Kabupaten Natuna itu 99% adalah lautan dan hanya 1 % saja luas daratan. Termasuk juga faktor kendala
yang bersifat eksternal adalah masih terbatasnya jaringan telekomunikasi khususnya di titik lokasi pulaupulau kecil yang tidak berpenghuni tersebut, sehingga hal ini dapat menghambat dalam konteks
melaksanakan koordinasi teknis terkait dengan penyelenggaraan kegiataan Pendaftaran dan Konsolidasi
Tanah dimaksud. Juga merupakan faktor kendala yang bersifat ekstenal yaitu terjadinya angin kencang
dan badai pada bulan-bulan tertentu di Kabupaten Natuna, sehinggga sebagian besar kapal laut sebagai sarana transportasi tidak beroperasi.
b. Format Solusi dan/atau Konstruksi Penyelesaian
Berikut ini akan disajikan analisis berkenaan (Chairil N Siregar, 2008) format solusi dan/atau
konstruksi penyelesaian terhadap faktor kendala tersebut, baik itu kendala yang bersifat internal
maupun eksternal. Konstruksi penyelesaian sebagaimana yang akan dikemukakan ini, menurut penulis
sangat penting untuk diwujudkan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan oleh semua pejabat
publik dan Aparatur Sipil Negara dalam konteks mempercepat pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi
Tanah khususnya di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Mengenai format dan
konstruksi atau bentuk solusi dan/atau penyelesaian yang harus segara diwujudkan secara konkrit oleh
Negara/Pemerintah disajikan penulis sebagaimana termaktub dalam bagian di bawah ini. Desain format
solusi dimaksud, sekali lagi dijelaskan penulis sangat penting dan strategis untuk segera dilaksanakan
secara konkrit, dengan tujuan utama adalah semata-mata untuk dan demi kepentingan manusia dan
kemanusiaan, khususnya bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia, guna mempertanggungjawabkan
makna dan hakikat kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia yang tercantum di dalam empat pokok
pikiran sebagaimana tercantum secara eksplisit pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (http://repository.stpn.ac.id/3709).
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka terkait dengan bentuk atau format solusi untuk
mengatasi semau kendala yang ada tersebut yaitu dalam melaksanakan kegiatan Pendaftaran dan
Konsolidasi Tanah di Kabupaten Natuna, yang wilayahnya sebagian besar wilayah pesisir dan pulaupulau kecil yang sesungguhnya memiliki cadangan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi (Migas)
yang kandungan potensinya sangat fantastik dan fenomenal di benua Asia, utamanya dalam melakukan
perlindungan terhadap potensi sumber daya nasional dan sekaligus meneguhkan kedaulatan bangsa,
menurut pendapat penulis ada beberapa hal fundamental dan sagat paradigmatik berdasarkan desain
ekosistem konstruksi politik hukum keagrariaan/pertanahan, maka dalam konteks itu yang harus segera
dilaksanakan oleh Negara/Pemerintah segera mengejawantahkan secara sungguh-sungguh, fokus, ikhlas
lahir batin yang dilandasi oleh sikap dan attitude perilaku dan akhlak mulia, yaitu dengan berlandaskan
kepada: -upaya meneguhkan amanat konstitusionalisme berkelanjutan; -meneguhkan prinsip dan
paham kedaulatan rakyat dan Indonesia sebagai Negara hukum; dan -sekaligus meneguhkan prinsip
gotong royong ikhlas lahir batin, kaffah membumi. Semuanya harus difokuskan secara berkelanjutan
dalam upaya untuk mewujudkan teori hukum kebahagiaan (utilitarisnisme) oleh Jeremy Bentham.
F. Penutup 1. Untuk pengaturan hukum dan sekaligus mengenai implementasi dan/atau pelaksanaan secara
konkrit di lapangan, yang berkenaan dengan penyelenggaraan dan kegiatan Pendaftaran dan
Konsolidasi Tanah di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam prespektif perlindungan potensi
sumber daya nasional dan dalam upaya meneguhkan kedaulatan bangsa khususnya di wilayah
Kabupaten Natuna tersebut, konstruksi pengaturan norma hukumnya, harus merujuk dan
berdasarkan kepada desain ekosistem konstruksi paradigma politik hukum di bidang Agraria dan
Pertanahan Nasional, yaitu dengan mengutamakan terwujudnya beberapa hal yang sangat
paradigmatik, baik itu dalam dimensi paradigma filosofis maupun dalam dimensi paradigma
konstitusional, yang harus berlandaskan kepada: -upaya untuk meneguhkan amanat
konstitusionalisme; -meneguhkan prinsip dan paham kedaulatan rakyat dan Indonesia sebagai
Negara hukum; dan -meneguhkan prinsip gotong royong ikhlas lahir batin, kaffah membumi yang
dilandasi dengan sikap, attitude dan karakter serta kepribadian akhlak yang mulia. Dalam proses
pelaksanaannya terutama dalam konteks membentuk norma dan pengaturan hukum tersebut, untuk
itu kepada Negara/Pemerintah disarankan untuk menerapkan secara konsisten dan
bertanggungjawab teori hukum positif oleh John Austin dan sekaligus menerapkan teori hukum
Friedrich Carl von Savigny, yang tekenal dengan teori hukum jiwa bangsa (volkgeist). 2. Mengenai masih adanya faktor kendala dalam pelaksanaan Pendaftaran dan Konsolidasi Tanah
khususnya pada wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di wilayah Kabupaten Natuna tersebut, dalam
prespektif melaksanakan perlindungan terhadap semua potensi sumber daya Nasional dan dalam
upaya meneguhkan kedaulatan bangsa, pada intinya semua faktor kendala tersebut, baik itu yang
bersifat di dalam atau internal maupun kendala yang bersifat di luar atau eksternal harus segera
disikapi untuk segara diupayakan penyelesaiannya secara komprehensif. Sejalan dengan hal
dimaksud, disarankan kepada Negara/Pemerintah, terutama dalam konsteks melaksanakan tindak
lanjut solusi dan/atau penyelesaiannya harus dilaksanakan dengan bentuk format solusi yang
bersandarkan pada desain format solusi yang menginduk kepda ekosistem paradigma politik hukum
di bidang Agraria/Pertanahan Nasional yang bersifat paradigma filosofis maupun bersifat paradigma
konstitusional, dengan tetap mengedepankan komitmen yang bertanggungjawab dan berkelanjutan,
yaitu dengan berdasarkan kepada: -upaya meneguhkan amanat konstitusionalisme berkelanjutan; –
meneguhkan prinsip dan paham kedaulatan rakyat dan Indonesia sebagai Negara hukum; dan –
sekaligus meneguhkan prinsip gotong royong ikhlas lahir batin, kaffah membumi. Semuanya harus
difokuskan secara berkelanjutan dalam upaya untuk mewujudkan teori hukum kebahagiaan
(utilitarisnisme) oleh Jeremy Bentham.
G. Daftar Pustaka 1. Buku-Buku
Ahmad Redi, “Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
Al Sentot Sudarwanto dan Dona Budi Kharisma, “Omnibus Law Izin Lingkungan Dalam Konteks
Pembangunan Berkelanjutan”, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, Jurnal Rechts Vinding,
Vol.9, No.1, 2020.
Bachrawi Sanusi, “Potensi Ekonomi Migas Indonesia”, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Burhan Bungin, “Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologi ke Arah Varian Kontemporer”, Depok:
RajaGrafindo Persada, 2017.
Chairil N Siregar, “Analisis Potensi Daerah Pulau-Pulau Terpencil Dalam Rangka Meningkatkan
Ketahanan, Keamanan Nasional dan Keutuhan Wilayah NKRI Nunukan-Kalimantan Timur”,
Bandung : Jurnal Sosioteknologi, Edisi 13, Tahun 7, 2008.
David Tan, dkk, “Dinamika Hukum Dalam Paradigma Das Sollen dan Das Sein”, Malang: Inteligensia,
`2020.
Diana Esther Rodonuwu, “Ilmu Hukum Dalam Prespektif Ilmu Pengetahuan Modern”, Menado: Fakultas
Hukum Sam Ratulangi, Jurnal Lex Crimen, Vol.3, No.2, 2014.
Dwi Kusumo Wardhani, dkk, “Hukum Pendaftaran Tanah”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2020.
Himawan Estu Bagijo, “Fungsi Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Surabaya: Faculty of
Law, Wiajaya Kusuma Surabaya University, Jurnal Prespektif, Vo.2, No.2, 1997.
Idham,“Paradigma Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Guna Meneguhkan Prinsip
Kedaulatan Rakyat dan Indonesia Sebagai Sebagai Negara Hukum”, Bandung: Alumni, 2010.
———-,“Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Prespektif Otonomi Daerah, Untuk Mewujudkan
Fungsi Lingkungan Hidup”, Bandung: Alumni, 2011.
———,“Analisis Kritis Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Milik Masyarakat Adat Untuk Meneguhkan
Kepastian Hukum dan Peningkatan Ekonomi Kerakyatan”, Bandung: Alumni, 2014.
———, “Konstruksi Politik Hukum Hak Atas Tanah Untuk Melaksanakan Manajemen Status Tanah Hak
Pengelolaan (HPL), Guna Meneguhkan Prinsip Kedaulatan Rakyat dan Pertumbuhan Ekonomi
Masyarakat di Kota Batam”, Bandung: Alumni, 2017.
———, “Dimensi Paradigma Politik Hukum Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, Guna Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat”, Bandung: Alumni,
2018.
———,“Postulat dan Konstruksi Paradigma Politik Hukum Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL),
Guna Mewujudkan Negara Berkesejahteraan”, Bandung: Alumni, 2019.
———,”Konstitusionalisme Tanah Hak Milik di Atas Tanah Hak Pengeloaan”, Bandung: Alumni, 2021.
———,“Perda Tata Ruang Dalam Dimensi Pengelolaan Sumber Daya Agrarian dan Sumber Daya Alam”,
Bandung: Alumni, 2022.
I.Md Pasek Diantha, “Konsepsi Teoritis Penelitian Hukum Normatif”, Denpasar-Bali: Universitas
Udayana, 2015.
Indonesia”, Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2019.
Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia”, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Kornelius Benuf dan Muhamad Azhar, “Metodologi Penelitian Hukum Sebagai Instrumen Mengurai
Permasalahan Hukum Kontemporer”, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro,
Jurnal Gema Keadilan, Vol.7, No.1, 2020.
Laurensius Arliman S, “Perenan Metodologi Penelitian Hukum di Dalam Perkembangan Ilmu Hukum di
Indonesia”, Padang: eJournal.Kopertis 10, Vol.1, No.18, 2018.
Lubis, M.Solly, “Politi dan Hukum di Era Reformasi”, Bandung: Mandar Maju, 2000.
Lukman Adam, dkk, “Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia”, Jakarta: Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, 2012.
M Ambari, “Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal”, Jakarta:
Mongabay Situs Berita Lingkungan, 2017.
Marlina Rajab, “Analisis Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di
Kabupaten Majene”, Makassar: Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2021.
Mei Susanto, “Konstitusi dan Pembangunan”, Bandung: Padjadjaran Review, Vol.5, 2017.
Moh.Mahfud MD, “Politik Hukum di Indonesia”, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.
Mukhlish dan Zaini, “Fungsi Hukum Prespektif Filsafat Hukum”, Nusa Tenggara Barat: Universitas Bumi
Gora, Jurnal Fundamental Justice, Vol.2, No.2, 2021.
Nurhasan Ismail, “Hukum Agraria Dalam Tantangan Perubahan”, Malang: Setara Press, 2018.
Parlindungan, A.P., “Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP No.24 Tahun 1977), dilengkapi
dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No.37 Tahun 1998)”, Bandung:
Mandar Maju, 2009.
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2006.
Tubagus Rismunandar Ruhijat, dkk, “Bunga Rampai Memperkuat Peradaban Hukum dan Ketatanegaraan
Urip Santoso, “Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah”, Jakarta: Adhitya Andrebina Agung, 2015.
Yudi Latif, “Negara Paripurna”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012. 2. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lazim
disingkat dan disebut dengan istilah UUPA, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021, tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2019, tentang Konsolidasi Tanah, Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 756.
Peraturan Daerah Kabupaten Natuna Nomor 18 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Natuna 2021-2041. - Website/Internet
https://kominfo.go.id/content/detail/12646/era-baru-pengelolaan-migas-indonesia.
https://www.bphn.go.id/data/documents/minyak_dan_gas_bumi.pdf.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623134311-20-140387.
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/download/2199/1555.
http://digilib.unikal.ac.id/index.php?p=show_detail&id.
https://money.kompas.com/read/2020/01/05/144631726.
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/11985/167011108.
http://repository.stpn.ac.id/3709/1/YALDI%20GAUNG%20AZANI_17263086.pdf.