Menunggu Program Cerdas Bupati Tapanuli Selatan

Oleh : Suheri Harahap| sentralberita~Eskalasi akibat ketimpangan pembangunan dari orientasi fisik-infrastruktur yang melupakan infrastruktur budaya telah mempercepat eskalasi kejahatan sosial yaitu penyakit masyarakat baik judi, narkoba dan kriminalitas di Tapsel.

Kesulitan ekonomi juga menyebabkan peningkatan cara masyarakat mencari solusi salah akibat ketiadaan sumber daya sehingga ekonomi di desa beralih ke sistem kapitalis sehingga menguat koperasi simpan pinjam bersifat rentenir.

Karena dianggap menjawab kesulitan masyarakat di Tapsel, sistem koperasi yang dijalankan pemerintah dan ‘gotong royong’ bersifat sosial maupun gerakan Baznas dan ekonomi syariah tak mampu hadir di desa.

Tugas kolektif pemerintah dan masyarakat menuju Tapsel Cerdas tidak cukup lewat anggaran di APBD, perlu percepatan RPJM yang menyusun renstra pendidikan dan sumber daya manusia yang unggul lewat program jangka pendek.

Jika pemerintah fokus pada indeks pembangunan manusia (IPM), maka target tersebut bisa dicapai dan konsisten melibatkan komunitas. Ada semacam penurunan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembangunan akibat pola sentralisasi para pemimpin yang mengejar ‘penghargaan’ tapi kenyataannya masyarakat masih miskin, tidak berpendidikan, pertumbuhan ekonomi terus menurun. Para pejabat banyak yang fokus mencari tanah alias ‘markobun’.

Maka perlu strategi kolaborasi di Tapsel memperkuat sistem pemerintahan yang concern ‘melanjutkan’ tapi masih punya ‘paradigma’ lama asal ‘aman’, ‘kondusif’ jauh dari kritik konstruktif sehingga masyarakat banyak ‘diam’ tak bisa berbuat apa-apa alias menunggu hujan dari langit, bahkan banyak yang pesimis ‘biarkan saja’, ‘sudahlah itu urusan mereka’, Tapsel seolah bukan milik bersama hanya dipikirkan segelintir ‘elite.

Baca Juga :  Pemkab Aceh Timur dan BPJS Ketengakerjaan Langsa, Siap Lindungi Pekerja Kontruksi

Karena itu butuh kekuatan ‘kearifan lokal (local wisdom) ini digunakan sebuah ‘resolusi kolaboratif’ lintas kepemimpinan politik (partai politik, tokoh masyarakat, pemuda, agama dan adat) menggerakkan ‘ruh” kemasyarakatan Tapsel.

Masyarakat adat harus jadi penggerak pembangunan. Inilah yang melahirkan sadar kamtibmas sekaligus ujung tombak ‘siriaon’ dan ‘siluluton’.

Jaga tanah ulayat masing-masing, investor jangan sampai mengambil hak-hak masyarakat dan kelestarian hidup. Lingkungan/air/sungsi/hutan sebagai sumber kehidupan.

Jika di desa kekuatan ‘permusyawatan’ program yang dibuat lewat musrenbang, akan terjadi pembangunan berkelanjutan, termasuk program desa yang didukung APBD kabupaten, provinsi dan pusat serta swadaya maupun CSR perusahaan.

Maka lewat ‘desa’ yang punya anggaran ADD, dana desa, kepala desa dan masyarakat tidak lagi terjadi miskomunikasi dan konflik personal/komunal pembangunan seolah bukan untuk kepentingan masyarakat tapi bergeser ke pertarungan kepentingan ekonomi (kelompok pemilik modal) para ‘elit desa’. Para pemuda ‘pengangguran’ di desa telah melahirkan beban sosial, penyebab penyakit masyarakat.

Target pemerintahan desa sulit tercapai akibat semangat para kades ini mengejar ‘jangka pendek/instan, laporan ke Camat dan Bupati seakan atasan langsung apalagi sudah terlibat kepentingan politik praktis bukan membangun

Baca Juga :  Rasa Aman, Damai, dan Persaudaraan Adalah Nikmat Anugerah Allah yang Wajib Disyukuri

lihatlah desa sebagai pilot proyek pembangunan hanya diatas kertas masih perlu kerja bersama minim prestasi Bumdes, miskin ide dan program pro UMKM desa apalagi pemanfaatan tanah kosong untukk usaha bersama,

tidak bergerak program koperasi unit desa, kelompok tani desa yang handal maupun sekolah-sekolah di desa serta infrastruktur lainnya. Kita optimis ada kesempatan baru pemimpin muda memajukan Tapsel. Hentikan pejabat2 membuka lahan pribadi, berikan kesempatan pemuda2 desa membuka lahan lewat perhutanan sosial.

Bupati Tapsel harus proaktif memetakan wilayah akibat ledakan penduduk dan lapangan kerja yang sudah turun-temurun. Pertanian dan perkebunan sebagai andalan harus lebih mampu menjawab kebutuhan dasar rakyat sambil menunggu bantuan lainnya yang tepat sasaran kepada keluarga miskin, disabilitas, dll.

Pemetaan keluarga harapan ini masih perlu diinventaris agar semua warga harus mendapatkan haknya. Bagaimana dengan keluarga di pegunungan yang tinggal di kawasan hutan lindung, pemerintah harus tegas tidak memberikan bantuan apalagi motif politik masih ada.

Siapa pun yang tinggal tapi melanggar hukum ini juga harus ditindak. Bagaimana pula dengan program cerdas bagi mereka, pendidikannya, kawasan pemukiman, kesehatan dll. Kita tunggu pola integratif penyelesaian kondisi sosial dan dampak pembangunan di Tapsel. Wassalam. Horas…!

-->