Dinilai Semena-Mena Lakukan Penangkapan dan Penahanan, Kapolsek Medan Helvetia Diprapidkan

sentralberita|Medan~Medan Proses penangkapan dan penahanan, Fernando Imanuel Sinurat alias Nando yang disebut-sebut sebagai ketua genk motor Ezto pada, Kamis (23/4/2020) lalu berbuntut panjang.

Pihak keluarga bersama tim penasihat hukum Fernando memprapidkan Polsek Helvetia ke Pengadilan Negeri Medan, Rabu (20/5/2020).

Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Deson Togatorop di Ruang Cakra IX Pengadilan Negeri Medan tersebut, pihak termohon tak hadir dalam persidangan. Karena itu persidangan pun ditunda majelis hakim hingga pekan depan. 

Usai sidang, R Boru Simanjuntak bersama, Drs St Budiman Sinurat selaku ketua Marga Sinurat kota Medan dan Sumut melalui kuasa hukumnya, Fery Iwan Saputra Tambunan SH, MH bersama tim mengatakan alasan pengajuan prapid tersebut adalah karena peristiwa penangkapan disertai penembakan yang dilakukan personel Polsek Helvetia dinilai tidak sesuai prosesdur. 

Pasalnya, dalam proses penangkapan Fernando Imanuel Sinurat bersama adiknya, Daniel Sinurat, petugas tidak memperlihatkan surat tugas dan surat penangkapan. Bahkan keduanya mendapat perlakuan semena-mena.

Saat ditangkap bersama puluhan teman lainnya, kondisi mata Fernando dan adiknya ditutup menggunakan lakban. Petugas juga memborgol tangan dan memisahkan keduanya dari puluhan rekan lainnya yang saat itu ikut ditangkap

“Faktanya dalam peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012 dalam hal melakukan penangkapan setiap petugas wajib menunjukkan identitasnya sebagai aparat kepolisian,  menunjukkan surat perintah penangkapan, dan memberitahu alasan penangkapannya,” ujar Fery sembari mengatakan banyak pasal-pasal yang aturan lainnya yang diduga dilanggar.

Selain itu dijelaskan Fery, petugas juga diduga kuat telah melakukan penyiksaan terhadap keduanya. Bagaimana tidak, dalam penanggkapan tersebut keduanya dibawa petugas berkeliling dalam mobil dengan kondisi mata tertutup. 

Bahkan di tengah perjalanan dalam kondisi tak melakukan perlawanan, kaki keduanya ditembak oleh oknum petugas. “Bahwa penggunaan senjata api menurut peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009 pada Pasal 7 ayat 2, penggunaan senjata api dapat dilakukan apabila ketika anggota Polri

sedang mencegah upaya lari atau perlawanan pelaku kejahatan,” ujarnya sembari memohon agar pihak Kejari Medan juga memberikan ruang kepada pemohon prapid agar jangan dulu menerima berkas perkara dari polsek hingga sidang prapid diadili.

Namun faktanya dalam proses penangkapan tersebut kedua pemohon yang telah dibawa di dalam mobil dengan mata tertutup lakban sudah dalam kondisi tak berdaya. “Lantas dimana upaya perlawanan dari kedua tersebut sehingga mereka harus ditembak?,” ketusnya mempertanyakan. 

Terlebih dua hari setelah diamankan keduanya diminta menandatangani BAP sebagai tersangka. Surat perintah penangkapan dan penahanan keduanya juga baru diterima pihak keluarga dua hari pasca penangkapan. 

“Anehnya, mereka awalnya diamankan terkait larangan berkumpul-kumpul atas penegakan protokol kesehatan dari Covid 19.

Namun setelah surat penangkapan dan penahanan keduanya kemudian dikaitkan tentang adanya laporan dari Ari Galih Gumirlang dan Joner Lumbanraja sebagai pelapor atas tindak pidana kekerasan,” pungkasnya

sembari mengatakan sepeda motor milik Daniel juga ikut diamankan namun hingga saat ini berita acara penyitaan barang bukti tak kunjung ditunjukkan pihak kepolisian kepada mereka.  

Karena itu R Boru Simanjuntak (62) ibu kandung kedua pemohon berharap agar hakim yang menyidangkan permohonan prapid tersebut dapat menegakkan keadilan atas kejadian yang dialami kedua anaknya. (SB/FS)