Jaksa Tolak Eksepsi Terdakwa Abdul Latif

sentralberita|Medan~ Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Meily Nova dan Febrina Sebayang meminta majelis hakim untuk menolak seluruh nota eksepsi yang diajukan oleh bos LJ Hotel Medan, Abdul Latief (54) melalui penasehat hukumnya.

Hal itu disampaikan JPU dari Kejatisu tersebut saat persidangan perkara dugaan penipuan terhadap Tatarjo Angkasa (korban) senilai Rp 4,5 miliar.

“Meminta majelis hakim agar menolak eksepsi secara keseluruhan,” tandas JPU Nova di Ruang Cakra V Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (16/4) siang.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Erintuah Damanik, JPU menganggap eksepsi terdakwa sudah memasuki materi pokok perkara. “Nota eksepsi yang diajukan terdakwa sudah memasuki pokok perkara,” ujar Nova.

Selain eksepsi, penasehat hukum terdakwa juga mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim.

Usai tanggapan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga Senin tanggal 20 April 2020 dengan agenda putusan sela.

Baca Juga :  Wisuda Sarjana XXXIII/Magister IV UNA

Dalam dakwaan JPU Dwi Meily Nova dan Febrina Sebayang, bermula saat korban, Tatarjo berniat untuk menjual tanah dan bangunan miliknya di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.

Melalui Siswanto Thio dan Asen, korban akhirnya diperkenalkan dengan terdakwa Abdul Latief yang mengaku profesional dalam mengelola perhotelan.

“Terdakwa kemudian mengutarakan niatnya untuk menyewa tanah dan bangunan milik korban.

Selanjutnya, terjadi pertemuan dan perbincangan antara korban serta terdakwa membahas tentang sewa tanah di kantor usaha Siswanto Thio pada tahun 2017 silam,” ujar JPU.

Dalam pertemuan itu, terdakwa meyakinkan korban bahwa dia memiliki usaha perhotelan, mempunyai jual beli permata dan tabungan di Swiss hingga keuntungan miliaran rupiah.

Korban mulai tertarik oleh rayuan terdakwa, hingga menyatakan sistem persewaan tersebut.

“Setelah pertemuan tersebut, korban dan terdakwa membuat kesepakatan sewa-menyewa tanah serta bangunan di kantor notaris dalam suatu

Baca Juga :  Rasa Empati Polres Tanjung Balai Dalam Minggu Kasih Berikan Bantuan Kepada Warga Membutuhkan

perjanjian Nomor 2 tanggal 2 Agustus 2017,” ucap Febrina. Mereka sepakat kalau dalam isi perjanjian kontrak selama 8 tahun, terhitung 2017 hingga 2025 yang dilakukan dengan 8 tahap pembayaran.

Terdakwa selanjutnya melakukan pembayaran sewa pertama pada Juli 2017 sebesar Rp 200 juta. Hingga bulan keenam, terdakwa masih lancar membayar sewa dengan jumlah bervariasi.

“Setelah itu, terdakwa tidak lagi ada membayar uang sewa kepada korban dengan alasan tagihan konsumen belum banyak ditagih,” pungkas JPU.

Terdakwa tidak pernah lagi membayar uang sewa tanah dan bangunan sejak Januari 2018.

Sampai dengan laporan ini dibuat pada Desember 2018, korban mengalami kerugian sebesar Rp 4,5 miliar. “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHPidana,” cetus Febrina(SB/FS)

-->