Rayakan HUT 76 RI, Ini Pidato Kebangsaan Ketum PP Muhammadiyah

sentralberita | Jakarta ~ Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M. Si menyampaikan Pidato Kebangsaan Dalam rangka merayakan 76 Tahun Indonesia. Senin, (30/08/2021).

Haedar Nashir menyampaikan maksud dan tujuan dari pidato kebangsaannya. “Judul tausiah kebangsaan ini saya beri diksi, Indonesia Jalan Tengah, Indonesia Milik Bersama. Diksi yang dipakai menggunakan narasi hastag atau tagar dalam literasi medsos harapan utamanya agar sebanyak mungkin para elite dan warga bangsa dapat menjadikan kedua isu penting tersebut sebagai masalah bersama untuk menjadi rujukan bersama,” sampainya.

Dalam pidatonya, ia juga mengajak seluruh masyarakat menemukan titik spirit persatuan untu menghadapi berbagai permasalahan. 

“Ketika bangsa indonesia memperingati 76 tahun, di tubuh negeri ini terdapat banyak masalah kebangsaan antara lain suasana keterbelahan sesama anak bangsa, radikalisme, ekstrimisme, yang pro kontra dalam ragam pandangan dan penyikapan masalah korupsi dan penangan koruptor yang dianggap memanjakan, kesenjangan sosial, masalah utang luar negeri dan investasi asing, serta kehidupan kebangsaan cenderung makin bebas dan liberal setelah dua dasawarsa reformasi,” katanya.

Lanjut Haedar, permasalah negara seharusnya tidak mengurangi apresiasi kemajuan yang sudah tercapai.

Baca Juga :  Hari Anak Nasional, Pj Ketua TP PKK Sumut Komitmen Realisasikan Suara Hati Anak Indonesia

“Narasi atas masalah-masalah bangsa  tersebut tentu tidak mengurangi apresiasi kami atas kemajuan yang telah dicapai  dalam kehidupan kebangsaan dari periode ke periode. Pada situasi yang krusial inilah maka diperlukan refleksi semua pihak bagaimana mengelola perbedaan-perbedaan itu untuk ditemukan titik temu dalam spirit persatuan indonesia demi keutuhan dan kelangsungan hidup indonesia.” katanya.

ia juga menyampaikan tentang pemikiran Soekarno dan tokoh bangsa lain terhadap pancasila sangatlah moderat.

“Pemikiran Soekarno tentang Pancasila itu maupun juga pemikiran-pemikiran tokoh bangsa yang lain sangatlah moderat, karenanya Pancasila maupun Negara Republik Indonesia jangan ditarik ke kanan dan ke kiri, tetapi letakkanlah di posisi tengah agar tetap menjadi rujukan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada posisi moderat itulah, Pancasila tidak boleh ditafsirkan dan diimplementasikan dengan pandangan-pandangan radikal ekstrim apapun, karena akan bertentangan dengan hakikat itu sendiri.” ungkapnya.

Ia juga menambahkan jika strategi membangun pemikiran ke Indonesiaan harus menempuh jalan moderasi. “Jika ingin menjalankan pancasila yang moderat, maka strategi membangun dan mengembangkan pemikiran ke Indonesiaan pun semestinya menempuh jalan moderat atau moderasi, bukan melalui pendeketan kontra radikal atau deradikalisme yang ekstrim” tambahnya.

Baca Juga :  Pasca Pilkada, Bobby Nasution Ajak Masyarakat Bersatu  Bersama-Sama Dukung Pembangunan Daerah

Menurutnya, di sinilah pentingnya hikmah kebijaksanaan para elite negeri di dalam dan di luar pemerintahan dalam membawa bahtera Indonesia menuju pantai idaman. 

“Belajarlah dari empat kali amandemen di awal reformasi yang mengandung sejumlah kebaikan dan kemajuan, tetapi menyisakan masalah lain, yang membuat Indonesia kehilangan jati dirinya yang asli.  Jangan sampai di balik gagasan amandemen ini, memuat kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek yang dapat menambah berat kehidupan bangsa, menyalahi spirit reformasi 1998, serta lebih krusial lagi bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 yang dirancang bangun oleh para pendiri bangsa, 76 Tahun yang lalu. Di sinilah pentingnya hikmah kebijaksanaan para elite negeri di dalam dan di luar pemerintahan dalam membawa bahtera Indonesia menuju pantai idaman.” ungkapnya.

Ia pun mengutip perkataan bijak dari Mr. Soepomo. “Indonesia yang bukan sekadar ragat fisik tetapi indonesia yang bernyawa itulah Indonesia Jalan Tengah dan Indonesia Milik Bersama,” katanya.(rel)

-->