Ungkap Pelaku Aniaya Jaksa, Kerja Keras Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut Diapresiasi

sentralberita|Medan ~Peristiwa penganiayaan terhadap Jaksa dan ASN Kejaksaan di lahan perkebunan Desa Parbahingan Kecamatan Kotarih Kabupaten Serdang Bedagai pada hari Sabtu tanggal 24 Mei 2025 telah berhasil diungkap pelakunya kurang dari 10 Jam oleh Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut yang langsung dipimpin oleh Kasubdit III Kompol. Jama. K. Purba, SH, MH dan team Jatrantras banyak mendapat apresiasi.

“Kerja keras ini tidak terlepas dari direktif kerja cerdas Kapolda Sumut Irjen Pol. Wishnu Hermawan Februanto dan Wakapolda Sumut Brigjen. Pol. Rony Samtana,” ujar Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Rabu (28/5).

“Peristiwa dan pengungkapan pelaku ini menjadi perhatian nasional setelah Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Perpers ini lahir setelah adanya persoalan pengamanan oleh TNI AD terhadap seluruh kantor Kejaksaan mulai Kejagung, Kejati dan Kejari,” imbuhnya.

Dr Alpi menjelaskan, di dalam hukum pidana untuk memfaktakan adanya suatu peristiwa yang dikualifikasi sebagai tindak pidana tentunya tidak dapat dipisahkan dari locus delicti dan tempus delicti yang dalam peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Sabtu dan berada di lahan perkebunan kabupaten Serdang bedagai, korban penganiayaan adalah jaksa dan ASN pada kejaksaan Deli Serdang yang tentunya akan berkolerasi atau menimbulkan persepsi dalam memaknai frasa melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Perpers dimaksud.

“Artinya bahwa tidak serta merta mengeneralisir peristiwa penganiayaan disebabkan karena tugas dan fungsi jabatan korban yang dapat diurai dari motif pelaku melakukan penganiayaan, walaupun motif bukan merupakan bestandel delict dan hanya merupakan element bukan delict dalam pembukian unsur perbuatan pidana, namun dapat dijadikan sebagai dasar penguatan Perpres atau tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan Perpers dimaksud,” jelas Dr. Alpi yang pernah dihadirkan oleh Kejaksaan Agung pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat selaku saksi ahli atas peristiwa Duren Tiga Korban Brigadir Josua Hutabarat dan PK II terpidana Jessica Wongso.

Baca Juga :  Patroli Polrestabes Medan Sambangi Konsulat Amerika, Berikan Pelayanan dan Rasa Aman

Lebih lanjut Dr. Alpi mengemukakan, bahwa untuk menyatakan seseorang itu telah melakukan suatu perbuatan pidana dan orang itu dapat mempertanggungjawabkan pidana tersebut mensyaratkan adanya kesalahan. Motif dapat dimaknai sebagai dorongan, latar belakang seseorang melakukan sesuatu, sesudah motif ada yang namanya kehendak atau kemauan untuk melakukan perbuatan tersebut artinya ada perbedaan antara motif dan kehendak itu.

Di samping itu, harus dipahami bahwa salah satu bentuk kesalahan itu adalah kesengajaan, yang disyaratkan dalam kesengajaan itu adalah willes end witten yang sama sekali unsur kesengajaan tidak memasukkan motif sebagai syarat dari kesengajaan dalam pemenuhan unsur delik. “Selanjutnya kesalahan dapat dimaknai sebagai kesalahan deskriptif normatif yang diajarkan oleh Pompe yang menjelaskan kesalahan itu pada hakikatnya adalah norma varkreding yakni pelanggaran norma.

“Mulyatno melepaskan kesalahan secara psikologis, ini pertama kali dikatakan dalam pidato pengukuhan Mulyatno sebagai guru besar hukum pidana dalam acara diesnatalis Universitas Gajah Mada (UGM) pada tanggal 19 Desember 1955, dan sejak itu merubah praktek hukum di Indonesia maupun dari segi teoritik, karena deskriptif normatif itu hanya ketika suatu perbuatan memenuhi unsur delik dan perbuatan itu yang dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kapolrestabes Medan : Sebar Pasukan Terlatih Satgas Anti Tawuran di Malam Weekend di Amplas

“Deskriptif normatif meletakkan motif itu di luar persoalan perbuatan pidana, namun motif dapat menandakan pelaku melakukan perbuatan pidana. Di dalam ajaran kesalahan secara psikologis tentang motif itu sebagai sesuatu yang berada diluar perbuatan pidana, motif itu dipakai sebagai hal yang meringankan atau memberatkan. Tegasnya motif itu bukan suatu elemen dari perbuatan pidana, sehingga pengungkapan motif tidak menjadi prasyarat karena bukan suatu elemen dari perbuatan pidana” tambahnya.

Menurut Dr Alpi, pengungkapan pelaku peristiwa penganiayaan Jaksa dan ASN Kejaksaan Deli Serdang yang disertai penangkapan pelaku kurang dari 10 jam telah membuka tabir efektifitas Perpres yang seharusnya didasarkan pada teknis yuridis begrefen dan algemene begrefen dengan pondasi landasan konstitusional fungsi Kamtibmas dan Kamdagri serta Pro Justisia di dalam KUHAP. Prefesionalisme Polri telah teruji secara akuntabel dan transparan ditengah konsekuensi sebagai institusi prime mover (ditengah-tengah masyarakat) sebagaimana tugas dan fungsinya dibidang penegakan hukum, pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat yang tentunya sangat rentan dengan kritik masyarakat.

“Terima kasih kepada Kapolda Sumut, Wakapolda Sumut dan Subdit III Jatrantras Polda Sumut atas kerja keras dan kerja cerdas untuk secara berkelanjutan menguatkan kepercayaan masyarakat,” tutur Dr. Alpi.

-->