Mahasiswa USI ; Banjir Bandang Parapat Antara Duka, Solidaritas, dan Harapan Masa Depan
sentralberita | Parapat ~ Banjir bandang yang kembali menerjang kawasan Parapat, Simalungun, Sumatera Utara pada Minggu, 16 Maret 2025 akibat hujan deras selama dua jam di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, menyebabkan air bah yang membawa material lumpur, batu, dan kayu.
Dalam peristiwa itu, 18 rumah rusak parah, 259 rumah terdampak, serta infrastruktur dan fasilitas umum mengalami kerusakan yang menghambat aktivitas masyarakat. Namun, di balik bencana ini, muncul kisah solidaritas dan kepedulian yang menginspirasi.
Di tengah kesulitan yang dihadapi warga, mahasiswa dari Universitas Simalungun (USI), khususnya Fakultas Pertanian Prodi Kehutanan (SYLVA), menunjukkan kepedulian luar biasa. Di bawah panduan Ketua SYLVA, Eric Napitupulu, mereka turun langsung ke lokasi terdampak pada 19-20 Maret 2025.
Tanpa ragu, para mahasiswa membersihkan lumpur dari rumah warga, mengorek parit yang tersumbat, serta membantu memindahkan barang-barang yang terdampak.
Kehadiran mereka bukan hanya memberikan bantuan fisik, tetapi juga dukungan moral bagi masyarakat yang tengah berjuang memulihkan kehidupan mereka.
“Untuk mencegah dampak banjir selanjutnya, perlu dilakukan penanaman kembali. Maka kami membawa 200 bibit pohon yang langsung ditanam dan dibagikan kepada warga,” ujar Lamhot Sidabutar, salah satu mahasiswa kehutanan USI.
Langkah ini bukan hanya aksi tanggap bencana, tetapi juga solusi jangka panjang untuk mencegah bencana serupa terjadi di masa depan.
Banjir bandang di kawasan Parapat bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya:
Curah Hujan Tinggi Hujan deras dalam waktu singkat meningkatkan volume air di daerah resapan dan aliran sungai, menyebabkan luapan air yang tak terbendung.
Alih Fungsi Lahan Deforestasi atau perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman dapat mengurangi daya serap air, sehingga air hujan langsung mengalir ke dataran rendah dan menyebabkan banjir.
Drainase yang Buruk Sistem drainase yang tidak optimal membuat air hujan tidak tersalurkan dengan baik, sehingga memperburuk dampak bencana.
Untuk mengurangi risiko banjir di masa depan, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
Reforestasi dan Penghijauan Inisiatif mahasiswa USI dengan menanam 200 bibit pohon adalah langkah awal yang baik. Pemerintah dan masyarakat perlu terus mendukung penghijauan di daerah rawan banjir.
Peningkatan Infrastruktur Drainase Pemerintah daerah harus memastikan sistem drainase lebih baik agar dapat menampung dan mengalirkan air hujan secara optimal.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat Kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan pembalakan liar, sangat penting untuk mengurangi risiko bencana.
Kolaborasi Berkelanjutan Universitas, pemerintah, dan komunitas lokal harus terus bekerja sama dalam program konservasi dan mitigasi bencana agar solusi yang diterapkan bisa berjalan secara berkelanjutan.
Banjir bandang di Parapat membawa duka, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kita semua memiliki peran dalam menjaga lingkungan. Apa yang dilakukan mahasiswa USI adalah contoh nyata bahwa kepedulian dan aksi nyata dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat.
“Sebagai ketua, saya merasa senang kegiatan berjalan dengan lancar dan sukses. Semoga ke depan kita bisa lebih banyak melakukan kegiatan seperti ini,” ujar Eric Napitupulu.
Kini, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa kesadaran ini tidak berhenti sampai di sini. Parapat dan daerah lain di Indonesia membutuhkan langkah konkret untuk memastikan bahwa bencana serupa tidak lagi menjadi ancaman.
Mari kita jadikan bencana ini sebagai pelajaran dan motivasi untuk membangun masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan. (Feri)