Sidang Pembacaan Duplik, Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan, JPU Dinilai Menyampaikan Replik Yang Berbeda Atas Putusan PN Sei Rampah
sentralberita | Sergai ~ Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sergai menyampaikan Replik yang berbeda dari putusan Pengadilan Negeri Sei Rampah.
Hal itu disampaikan Mhd. Erwin, SH., M.Hum, Penasehat Hukum terdakwa Suriadi alias Rudi Armada, Kades Pasar Baru Kecamatan Teluk Mengkudu Serdang Bedagai yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan, kepada sentralberita.com, usai persidangan pembacaan tanggapan kedua (Duplik) atas Replik dari Jaksa Penuntut Umum, di Pengadilan Negeri Sei Rampah, Rabu 21/8/2024.
Menurut Erwin yang didampingi Anwar Effendi, S.HI, Dalam Duplik ini ada 8 poin yang disampaikan saat persidangan, karena pihaknya menilai apa yang dikemukakan oleh JPU dalam repliknya ada hal hal yang tidak sesuai.
“Dalam Repliknya, JPU memunculkan putusan PN Sei Rampah nomor 191, dimana terpidananya adalah saksi Sugimin, disitu penuntut umum masih mengatakan kalau Sugimin ini diputus oleh PN Sei Rampah adalah menggunakan surat palsu secara bersama sama, sehingga diputus dengan pasal 263 ayat 2, padahal putusan 191 PN Sei Rampah itu bukan menghukum saksi Sugimin dengan surat palsu, tapi membuat surat palsu yaitu pasal 263 ayat 1.”Kata Erwin
Kemudian lanjut Erwin, bahwa menurut JPU, nota pembelaan yang disampaikan oleh pihaknya kurang didukung karena tidak ada saksi yang meringankan.
Sementara menurut Erwin, pihaknya telah menyampaikan
dua alat bukti berupa saksi yang dihadirkan oleh JPU ada kesesuaian dengan keterangan kesaksian saksi Sugimin.
Kemudian pihaknya juga menghadirkan bukti surat berupa slip gaji dan pernyataan,”katanya.
“Dua alat bukti itu kan saksi sama bukti surat. Kalau memang mau menegakkan hukum ini kan sudah bisa, bukan harus ada saksi yang meringankan dari kami.” terang Erwin
Masih menurut Erwin bahwa ada keanehan, karena menurutnya JPU seolah olah mau mengundang dari pengetahuan dan kehendak saksi pelapor Siti Zubaidah, karena jelas dalam Repliknya JPU dengan tegas mengatakan yang dilaporkan tanda tangan, bukan paraf.
” Buatlah tanda tangan yang dibuat palsu, parafnya asli, yang terpikir bagi kita, apa Siti Zubaidah tidak melihat tanda tangannya waktu paraf itu.”Jelas Erwin.
Dari Duplik yang disampaikan
itu kata Erwin, pihaknya tetap mengacu kepada nota pembelaan agar terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari segala tuntutan itu.
” Jadi kan biasanya dalam nota pembelaan itu kan ada tiga hal pokok yang dimintakan oleh Penasehat Hukum, yang pertama meminta melepaskan atau membebaskan kliennya,”kata Erwin
Kemudian masih kata Erwin, meminta hukuman seringan ringannya, dan ketiga menyerahkan kepada majelis hakim agar memutus seadil adilnya. Tapi dalam nota pembelaan kami, kami nggak minta meringankan, karena kami nggak ragu menyatakan klien kami nggak salah.”Pungkas Erwin. (SB/ARD).