Bernuansa KKN, Pendapatan Retribusi Panton di Dishub Labura Cuma Rp 7 Juta

sentralberita | Labuhanbatu Utara ~ Nuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) semakin terkuak pasca terungkapnya praktik pungutan liar alias pungli retribusi di lokasi panton penghubung Desa Teluk Binjai-Kuala Bangka, Kecamatan Kualuh Hilir.

Selain, mengutip besaran tarif retribusi diluar peraturan yang ada, bahkan tanpa menggunakan karcis, ternyata setoran pendapatan retribusi tersebut cuma sebesar Rp 7 s/d 8 Juta sebulan. Anehnya, besaran nominal tersebut terkesan diperoleh atas dasar “cincai-cincai” dengan pengutip retribusi, bukan berdasarkan bukti karcis keluar.

Hal ini diketahui saat wartawan menemui Bendahara Penerimaan Dishub Labura, Deddy Armansyah, di ruangannya, belum lama ini.

Dijelaskannya, bahwa hasil retribusi yang dikutip oleh petugas disana akan disetorkan ke Bendahara Penerima setiap bulannya, mengingat jarak tempuh petugas pengutip retribusi yang cukup jauh.

“Kalau pendapatan yang dihasilkan dari retribusi sekitar tujuh sampai delapan juta rupiah setiap bulannya. Itu tidak termasuk minyak mesin panton. Karena untuk minyak, memang biasanya pakai uang retribusi, tetapi akan diganti saat di Kantor” terang Deddy.

Penyetorannya pun, lanjut dia, tidak perlu melampirkan bukti karcis yang telah dikeluarkan oleh pengutip retribusi.

Baca Juga :  Dishub Sumut Bersama UK PACT Dorong Inovasi Transportasi Inklusif Melalui Urbanisme Taktis

Disinggung cara mengetahui besaran pendapatan dari retribusi dimaksud tanpa melihat bukti karcis keluar, Deddy pun tampak ragu menjawab. “Sudah begitu dari dulunya, ya saya cuma mengikuti arus saja Pak. Saya pun baru dua tahun disini. Dari dulu ya sudah seperti ini setorannya Pak,” bebernya gamblang.

Mendengar pengakuan Bendahara Penerimaan Dishub Labura ini, Ketua LSM Forum Komunikasi Peduli Pelayanan Nasional (FKP2N) Sumatera Utara, Tono Tambunan, SE, merasa sangat terkejut.

“Bagaimana bisa Dishub Labura menerima setoran retribusi dari pengutip tanpa melihat berapa jumlah karcis keluar? Itu mustahil. Kalau begitu praktiknya, berarti ada indikasi pengutipan retribusi itu diborongkan dengan budget (biaya) yang ditentukan setiap bulannya,” ucap Tono

Ada juga kemungkinan, tambahnya, besaran Rp 7 s/d 8 Juta itu sengaja menjadi patokan Dishub untuk disetorkan ke Rekening Kas Daerah agar tidak ada peningkatan target pencapaian Pendapatan Asli Daerah dari retribusi panton. “Apabila ada kelebihan penerimaan retribusi panton tersebut, mungkin saja menjadi keuntungan pribadi oknum-oknum bermental korup di Dishub Labura,” curiganya.

Tono pun menyakini, dari pengakuan Bendahara Penerimaan Dishub Labura, ada indikasi praktik KKN yang terstruktur dan masif terjadi di tubuh Dishub Labura. “Sepertinya ada praktik KKN yang terkoordinir dalam pengutipan retribusi penyeberangan air di Dishub Labura baik dari pengutip retribusi, Bendahara Penerimaan hingga Pejabat teras Dishub Labura,” cetusnya.

Baca Juga :  Polres Humbahas Tangkap Pelaku Cabuli Anak Dibawah Umur

Salah satu indikasi, papar Tono, pihak Dishub terkesan tampak biasa saja setelah mengetahui adanya praktik pungli yang terjadi di panton. Bahkan, pelaku pungli yang merupakan oknum pegawai Dishub hanya mendapat teguran dan pembinaan dari pimpinan Dishub Labura.

Padahal, sebutnya, tindakan tersebut sudah mengarah kepada tindak pidana yang selayaknya oknum pegawai Dishub pelaku pungli itu diberi sanksi pemecatan secara tidak hormat. “Bukan sebaliknya, malah dipelihara dan menjadi ‘benalu’ karena telah mencoreng nama baik Dishub Labura,” ucap Tono kesal.

Ditambah lagi, lanjutnya, Bendahara Penerimaan yang terkesan tidak bisa berbuat apa-apa terkait penerimaan pendapatan retribusi panton yang jelas-jelas tidak mengikuti peraturan. Seolah-olah dia ditekankan harus mengikuti arus “permainan” di Dishub Labura.

Tono berharap, Bupati Labura, Hendriyanto, SE segera mengusut tuntas persoalan PAD dari retribusi penyeberangan air di Dishub yang dinilai kental akan nuansa KKN tersebut, demi mendongkrak pertambahan PAD dan menyelamatkan keuangan daerah dari kerugian. (SB/FRD)

-->