Perempuan Dalam Sistem Pesta Demokrasi

sentralberita|Peran serta perempuan dalam Pemilu adalah salah satu hal penting yang tidak bisa diabaikan, karena peran perempuandidalam politik adalah salah satu pendorong aspirasi perempuan dalam pengambilan keputusan yang berprespektif gender. Tapi bila kita melihat kembali keterlibatan perempuan dalam Pemilu tahun 1999 hanya 9,2 persen keterwakilan perempuan dari total jumlah anggota legislatif.

Pemerintah pada tahun 2003 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 TentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerahtelah mengakomodir jumlah keterwakilan perempuan dalam Pemilupaling sedikit 30% (tiga puluh persen),yaitu pada Pasal 65 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

”Namun, pada tahun 2004 jumlah keterwakilan perempuan hanya sebesar 11,81 persen dan pada tahun 2009 sebesar 18 persen. Bila melihat angka tersebut, maka masih sangat jauh perbandingan jumlah keterwakilan perempuan dengan laki-laki dalam Pemilu.

Berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum juga turut membantu mendongkrakketerlibatan perempuan dalam Pemilu, tidak hanya keterwakilan dalam Partai Politik sebagai peserta Pemilu, namun juga keterwakilan perempuan dalam Penyelenggara Pemilu. Bila kita melihat aturan keterwakilan perempuan dalam KPU diakomodir padaPasal 10 ayat (7) yang menyatakan bahwa“Komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU provinsi, dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 3O% (tiga puluh persen)”.

Demikian juga dengan keterwakilan perempuan dalam Bawaslu diakomodir dalam Pasal 92 ayat (11) menyatakan bahwa “Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)”.

Demikian juga dengan Keanggotaan Tim Seleksi KPU dan Bawaslu juga memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).Adanya aturan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)dalam Pemilu ini harusya mendongkrak jumlah peran serta perempuan dalam Pemilu. Namun pada kenyataanya jumlah perempuan dalam keanggotaan KPU saat ini yang berjumlah 7 (tujuh) orang hanya 1 (satu) anggota yang merupakan perempuan.

Demikian juga dengan keanggotaan Bawaslu saat ini yang berjumlah 5(lima) orang hanya 1 (satu) orang anggota yang merupakan perempuan. Jika melihat susunan keanggotaan tersebut tentunya aturan mengenai keterwakilan minimum perempuan dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada saat ini.Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum telah mengatur keanggotaan KPU dan Bawaslu dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen), maka seharusnya dari keanggotaan KPU yang berjumlah 7 (tujuh) orang saat iniharusnya jumlah keterwakilan perempuan minimal 3 orang dengan sistem pembulatan ke atas.

Baca Juga :  Rico Waas Ingin MTQ ke-58 Kota Medan Jadi Kebanggaan dan Kedepannya Harus Terbaik

Sedangkan keanggotaan Bawaslu yang berjumlah 5 (lima) orang saat ini harusnya jumlah keterwakilan perempuan minimal 2 orang dengan pembulatan ke atas. Dengan adanya aturan khusus yang mengakomodir keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu seharusnya dalam melakukan seleksi peserta anggota KPU dan Bawaslu khusus untuk perempuan sesuai jumlah kuotanya dipilih dari peserta perempuan dengan urutan nilai tertinggi. Misalnya kuota perempuan dalam keanggotaan KPU 3 (tiga) orang, maka 3 (tiga) orang bakal calon anggota KPU tersebut diseleksi 3 (tiga) nilai tertinggi dari peserta perempuan pendaftar calon KPU.

Sehingga keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu benar-benar terlaksana dan bukan sekedar aturan belaka. Apabila aturan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka hak-hak politik perempuan akan terus tercederai.

Pemerintah wajib memperhatikan pelaksanaan aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam pemilu karena penyelenggaraan pemilu yang berasaskan keadilan, sehingga hak-hak politik perempuan juga harus diperlakukan dengan adil.Pemerintah juga tidak boleh menganggap keterwakilan perempuan dalam pemilu paling sedikit 30% (tiga puluh persen)tersebut adalah beban, karena perempuan memiliki hak yang sama dalam politik. Dengan adanya keterlibatan perempuan makan akan mewujudkan demokrasi yang berkeadilan gender. Penulis adalah Christina Sitorus, S.H.Praktisi Hukum di Kabupaten Asahan).

berjumlah 5 (lima) orang saat ini harusnya jumlah keterwakilan perempuan minimal 2 orang dengan pembulatan ke atas. Dengan adanya aturan khusus yang mengakomodir keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu seharusnya dalam melakukan seleksi peserta anggota KPU dan Bawaslu khusus untuk perempuan sesuai jumlah kuotanya dipilih dari peserta perempuan dengan urutan nilai tertinggi. Misalnya kuota perempuan dalam keanggotaan KPU 3 (tiga) orang, maka 3 (tiga) orang bakal calon anggota KPU tersebut diseleksi 3 (tiga) nilai tertinggi dari peserta perempuan pendaftar calon KPU. Sehingga keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu benar-benar terlaksana dan bukan sekedar aturan belaka. Apabila aturan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka hak-hak politik perempuan akan terus tercederai. Pemerintah wajib memperhatikan pelaksanaan aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam pemilu karena penyelenggaraan pemilu yang berasaskan keadilan, sehingga hak-hak politik perempuan juga harus diperlakukan dengan adil.Pemerintah juga tidak boleh menganggap keterwakilan perempuan dalam pemilu paling sedikit 30% (tiga puluh persen)tersebut adalah beban, karena perempuan memiliki hak yang sama dalam politik. Dengan adanya keterlibatan perempuan makan akan mewujudkan demokrasi yang berkeadilan gender.

Baca Juga :  Tambang Tidak Harus Jadi Musuh: Negara Bisa Mengatur Bukan Membiarkan

berjumlah 5 (lima) orang saat ini harusnya jumlah keterwakilan perempuan minimal 2 orang dengan pembulatan ke atas. Dengan adanya aturan khusus yang mengakomodir keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu seharusnya dalam melakukan seleksi peserta anggota KPU dan Bawaslu khusus untuk perempuan sesuai jumlah kuotanya dipilih dari peserta perempuan dengan urutan nilai tertinggi. Misalnya kuota perempuan dalam keanggotaan KPU 3 (tiga) orang, maka 3 (tiga) orang bakal calon anggota KPU tersebut diseleksi 3 (tiga) nilai tertinggi dari peserta perempuan pendaftar calon KPU. Sehingga keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam pemilu benar-benar terlaksana dan bukan sekedar aturan belaka. Apabila aturan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka hak-hak politik perempuan akan terus tercederai. Pemerintah wajib memperhatikan pelaksanaan aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam pemilu karena penyelenggaraan pemilu yang berasaskan keadilan, sehingga hak-hak politik perempuan juga harus diperlakukan dengan adil.Pemerintah juga tidak boleh menganggap keterwakilan perempuan dalam pemilu paling sedikit 30% (tiga puluh persen)tersebut adalah beban, karena perempuan memiliki hak yang sama dalam politik. Dengan adanya keterlibatan perempuan makan akan mewujudkan demokrasi yang berkeadilan gender.Penulis: Christina Sitorus, S.H.Praktisi Hukum di Kabupaten Asahan

-->