Baca Dublik,PH Minta Agar Majelis Hakim Kabulkan Nota Pembelaan

Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan dengan agenda pembacaan Duplik dari penasehat hukum terdakwa, Rabu (13/7/2022).(f-ist)

sentralberita | Medan ~ Sidang dugaan korupsi di PT. PSU dengan terdakwa Ir. Heriati Chaidir kembali digelar di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan dengan agenda pembacaan Duplik dari penasehat hukum terdakwa, Rabu (13/7/2022).

Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin, SH, MH tersebut, M. Ibnu Hidayah, S.H., M.H., C.L.A dalam dupliknya menolak dalil-dalil Tuntutan dan Replik Penuntut Umum seluruhnya.

Ibnu mengatakan jika disimak dan diteliti secara seksama, ternyata dalil-dalil Replik yang diajukan oleh Penuntut Umum sebagian besar hanya pengulangan dari Surat Tuntutan dan secara hukum tidak dapat membantah dan memungkiri kebenaran dari dalil-dalil Pembelaan Terdakwa  keseluruhannya.  

Terkait unsur setiap orang, Ibnu mengatakan tetap pada dalil Pembelaan bahwasanya oleh karena sebagaimana fakta yang terbukti di persidangan PT. Perkebunan Sumatera Utara adalah pihak yang diuntungkan terhadap perolehan aset perkebunan simpang koje dan PT. Perkebunan Sumatera Utara yang memperoleh, mengelola dan menikmati hasil dari aset perkebunan kelapa sawit yang dipermasalahkan oleh Penuntut Umum. Maka terdapat kekeliruan dalam hal menempatkan Subjek Hukum, sebab secara hukum Penuntut Umum menempatkan PT. Perkebunan Sumatera Utara sebagai Terdakwa dalam perkara ini, bukan Ir. Heriati Chaidir.

Tentang unsur melawan hukum, tentang penanaman yang dilakukan Periode Terdakwa (2007-2010) Secara Keseluruhan Berada di Dalam Izin Lokasi.

Jaksa Mengkaui

Dalam dalil Repliknya Penuntut Umum telah mengakui bahwasannya luas areal terakhir yang dilakukan penanaman pada periode Terdakwa Heriati Chaidir adalah seluas 1494 Ha /2 seluas 1494 Ha. Dan Fakta tersebut juga diuraikan dalam hasil laporan tim peninjau lapangan tanggal 10 Desember 2009, penanaman kebun simpang koje adalah seluas 1.494 Ha sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Bupati mandailing Natal No: 525.25/224/K/2009, Tanggal 23 Desember 2009 Tentang Perpanjangan Izin Lokasi (Bukti T-1), hal mana juga berkesesuaian dengan keterangan Saksi Sahabat Ali yang menyatakan penanaman kebun kelapa sawit yang dilakukan di masa Terdakwa seluas lebih kurang 1450 Ha.

“Sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, penanaman yang dilakukan pada tahun 2010 seluruhnya dilakukan dan dilaksanakan oleh Darwin Nasution, SH selaku Direktur Utama PT. PSU yang menggantikan Terdakwa pada bulan Mei 2010”,terang Ibnu.

Diuraikannya, sebagaimana keterangan Saksi Marsel Huda dan Denny Ardian Lubis, pengukuran areal simpang koje dilakukan secara bertahap sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2011, sehingga penanaman yang dilaksanakan pada periode Direktur Darwin Nasution sejak Mei 2010 juga ikut diukur oleh Juru Ukur BPN pada saat itu, sehingga hasil pengukuran tidak relevan untuk dikaitkan pada penanaman Terdakwa yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2009.

Sedangkan mengenai penanaman yang terindikasi melewati batas Patok 100 adalah merupakan areal bibitan yang topografi lahannya datar dan dekat dengan aliran sungai sehingga digunakan sebagai areal untuk meletakkan bibit, hal mana ditegaskan oleh Saksi Harun Arrasyid dan Darwin Sembiring yang menegaskan bahwasannya areal bibitan tersebut tidak lebih dari 5 (lima) hektar.

Hal ini juga lanjut Ibnu sejalan dengan Saksi Elfina Hasibuan, Muhyan Tambuse, Edward Simanjuntak yang menegaskan tidak ada penanaman di luar izin lokasi pada periode terdakwa Heriati Chaidir, sebab masih ada areal di dalam izin lokasi yang dapat ditanami.

” Berdasarkan hal tersebut, terbukti tidak ada areal di luar izin lokasi yang dilakukan penanamannya semasa periode Terdakwa tahun 2007-2010″.tandasnya.

Tentang Areal HPT di Simpang Koje yang masih dalam tahap Penunjukan Kawasan Hutan dan Bukan Merupakan Kawasan Hutan Tetap.

Baca Juga :  Mantapkan Kesiapan PPK, KPU Kota Medan Gelar Simulasi Pungut Hitung Suara di TPS

Menurutnya adalah suatu kekeliruan yang nyata apabila Penuntut Umum menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan untuk mendefinisikan mengenai pengertian dari Kawasan Hutan, sebab PP Nomor 44 tahun 2004 tersebut saat ini sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya /3

dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

” Jadi meskipun ruang lingkup pemeriksaan adalah sebatas periode 2007-2010, hendaknya Penuntut Umum harus cermat dalam memahami terkait peraturan yang dapat diterapkan, terutama mengenai Peraturan Kehutanan, sebab Penuntut Umum  mengajukan perkara ini pada tahun 2022, dan dalam dalil-dalilnya Penuntut Umum banyak menggunakan Peraturan-Peraturan yang sudah tidak berlaku lagi saat ini,kata Ibnu.

Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan pada Poin I dan II Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Kehutanan ditegaskan bahwasannya keterlanjuran atas kebun yang terbangun di Kawasan Hutan maupun di penunjukan kawasan hutan, tidak dapat dipidana dan hanya dikenai Sanksi Administratif, sehingga pada intinya perbuatan PT. Perkebunan Sumatera Utara i.c. Terdakwa selaku Direktur, secara hukum belum dapat dinyatakan memenuhi unsur melawan hukum sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Ranah Bussiness Judgement Rule

Menurut Ibnu,adalah Fakta yang tidak dapat dibantah oleh Penuntut Umum, bahwasannya seluruh tindakan Terdakwa untuk perolehan lahan perkebunan dan investasi di Desa Simpang Koje adalah semata-mata dilaksanakan untuk kepentingan PT. PSU dan aset tersebut juga jelas tercatat di dalam Neraca PT. PSU sebagaimana diuraikan oleh Saksi Sahabat Ali dan Mahmudin.

Sehingga keliru apabila Penuntut Umum melibatkan Terdakwa pada peristiwa kerugian periode 2011 sampai dengan 2019, sebab Terdakwa sudah tidak menjabat lagi pada periode tersebut dan apabila terjadi kerugian dalam periode tersebut tidak dapat ditimpakan dalam diri Terdakwa.

Sedangkan dalam persidangan, Pemegang Saham PT. Perkebunan Sumatera Utara yaitu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Koperasi Karyawan tidak ada dihadirkan sebagai Saksi, bahkan Direktur maupun Komisaris PT. PSU yang masih menjabat saat ini pun tidak ada dihadirkan di persidangan, sehingga secara hukum tidak ada pihak dari PT. Perkebunan Sumatera Utara yang menyatakan adanya kerugian pada masa periode Terdakwa Heriati Chaidir.

terkait itikad baik dan kehati-hatian Terdakwa selaku direksi, jelas terbukti fakta bahwasannya Terdakwa telah berkoordinasi dengan Planologi dan telah dilaksanakan Penataan Batas Kawasan Hutan.

Tentang unsur “memperkaya diri sendiri” orang lain atau koorporasi”, bahwa dalil Penuntut Umum dalam unsur ini seluruhnya adalah dalil pengulangan dari Surat Tuntutan Penuntut Umum, sehingga tidak relevan lagi untuk dibahas secara rinci dalam Duplik ini. Bahwa kembali Kami tegaskan, Jaksa Penuntut Umum secara tegas menyatakan Tidak ada perbuatan Terdakwa yang memperkaya dirinya sendiri.

Bahwa Penuntut Umum tidak ada membantah mengenai dalil Penasihat Hukum yang menyatakan kerugian yang dialami oleh PT. Perkebunan Sumatera Utara justru timbul akibat tindakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang melakukan penyitaan aset perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Sumatera Utara sehingga PT. PSU sempat tidak dapat mengelola asetnya sendiri.

Bahwa mengenai Kewenangan BPK terkait Penghitungan Kerugian Keuangan Negara, adalah hal yang sudah jelas diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Jo. Pasal 10 Ayat (1) Jo. Pasal 10 ayat (2)UU No. 15 Tahun 2006.

Bahwa fakta yang tidak dapat dibantah oleh Penuntut Umum bahwasannya berdasarkan Keterangan dari Dr. Hernold Ferry Makawimbong MH. mekanisme Audit yang dilakukan bukan Audit Investigatif melainkan Audit dengan Prosedur yang disepakati antara Kejaksaan Tinggi Sumut dengan Akuntan Publik. 

Baca Juga :  Bersama Media, KPU Sumut Sosialisasikan Tahapan Pencalonan Pilkada Serentak, Ini Jadwal Tahapannya

Tentunya secara hukum kesepakatan tersebut berlaku bagi pihak Kejaksaan Tinggi Sumut dan bagi Akuntan saja, dan kesepakatan yang dibuat tidak berlaku dan tidak mengikat bagi pihak lain maupun bagi pihak ketiga, terutama bagi tindakan terdakwa selaku Direktur PT. PSU Periode 2007-2010.

Bahwa terbukti Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Akuntan Publik dan Saksi Dr. Hernold Makawimbong tidak sesuai dengan Prosedur Pasal 3 UU N0 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan, sebab laporan Akuntan Publik tersebut ternyata tidak disampaikan kepada BPK untuk terlebih dahulu dilakukan Evaluasi Pelaksanaan Pemeriksaan oleh BPK atas Audit Akuntan Publik tersebut, sehingga bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Bahwa Dr. Hernold Ferry Makawimbang di persidangan telah mengakui bahwasannya Laporan Auditor Independen tersebut dibuat berdasarkan prosedur yang disepakati, artinya berdasarkan Pernyataan Standar Auditing 51 dan Standar Auditing 622, hasil dari audit dengan prosedur disepakati tersebut hanya mengikat kepada pihak yang membuat kesepakatan, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Sumut dan KAP Tarmidzi & Rekan.

Bahwa adalah fakta bahwasannya Laporan Auditor Independen tanggal 11 Agustus 2021 tidak disusun dan dibuat berdasarkan Standar Perhitungan Keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Bahwa Laporan Auditor Independen KAP Tarmidzi & Rekan tertanggal 11 Agustus 2021 ternyata dihitung secara kolektif dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2018, bahkan Dr. Hernold Ferry Makawimbang sendiri di persidangan tidak dapat memisahkan nilai kerugian yang terjadi pada periode masing-masing terdakwa.

Bahwa terkait substansi hasil audit, kembali Kami tegaskan bahwasannya terhadap GRTT dari PT. Perkebunan Sumatera Utara kepada Masyarakat Desa Simpang Koje yang lahannya masih terindikasi dengan penunjukan Kawasan Hutan Produksi terbatas, adalah Sah Secara Hukum sebab GRTT dilakukan di areal yang belum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Tetap dan Hak Garap Masyarakat diakui berdasarkan Peraturan Presiden Nomor : 88 Tahun 2017.

Bahwa mengenai adanya investasi dan pembangunan perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Sumatera Utara di Desa Simpang Koje yang ternyata sebagian terbangun di areal yang masih terindikasi dengan penunjukan Kawasan Hutan Produksi terbatas dan sebagian lagi terindikasi tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha PT. Rimba Mujur Mahkota, dengan total biaya investasi Rp.21.434.343.295,00 juga tidak menimbulkan Kerugian bagi PT. PSU, sebab PT. PSU telah menikmati hasil dari investasi tersebut dari 2007 sampai dengan saat ini, bahkan sudah mencapai titik break even (balik modal) pada tahun 2018, dan saat ini secara hukum PT. PSU masih berhak menguasai areal tersebut berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja.

Bahwa mengenai adanya pembayaran ganti rugi dari PT. Perkebunan Sumatera Utara kepada masyarakat penggarap di areal izin lokasi kebun Simpang Koje yang kemudian dialokasikan untuk Perkebunan Plasma dengan biaya investasi sebesar Rp.6.727.078.358,00 juga tidak merugikan PT.PSU secara keuangan, sebab biaya Ganti Rugi yang dikeluarkan PT. Perkebunan Sumatera Utara ternyata dicatatkan sebagai Hutang Koperasi dan Piutang bagi PT PSU yang pembayarannya adalah melalui pemotongan Hasil Penjualan TBS dari Kebun Plasma yang sampai dengan saat ini masih dikuasai oleh PT. Perkebunan Sumatera Utara.

“Kami selaku Penasihat Hukum dari Terdakwa menyatakan Tetap pada dalil Pembelaan Kami dan bermohon kehadapan Bapak Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Yth, agar kiranya berkenan untuk mengabulkan dan menerima Nota Pembelaan (Pledoi) dari Penasihat Hukum Terdakwa Ir. Heriati Chaidir untuk seluruhnya”,pungkasnya.( FS)

-->