Albert Kang Prapidkan Poldasu, karena Dituding Serobot Lahan dan Dijadikan Tersangka
sentralberita | Medan ~ Dijadikan tersangka penyerobotan lahan di Komplek Royal Sumatera, Polda Sumut di-Prapidkan Pengusaha Medan Albert Kang (Pemohon) di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (17/9/2021).
Pada sidang perdana yang dipimpin hakim tunggal Merry Dona Tiur Pasaribu tersebut, tampak pihak termohon yakni Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Cq. Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara tidak hadir ke persidangan.
“Baik, karena pihak termohon belum hadir kita tunda sidangnya pekan depan,” kata Hakim sambil menutup sidang.
Tim Penasehat Hukum (PH) Pemohon Junirwan Kurnia, SH, AKBP (Purn.) Amwizar, SH, MH, Mardhi Santawijaya, SH dan Ilham Gandhi Lubis, SH mengatakan pihaknya menilai penyidik Polda Sumut keliru menetapkan kliennya sebagai tersangka.
“Bagaimana mungkin orang yang punya izin dari yang punya tanah mengerjakan sebidang tanah, ditetapkan sebagai tersangka, ini negara hukum. Sehingga kami minta pengadilanlah yang meluruskan kekeliruan itu,” kata Junirwan.
Ia menjelaskan, pada tahun 2004, saat Pemohon membeli 2 bidang tanah yang merupakan satu kesatuan seluas ± 2000 meter yang terletak di Kompleks Perumahan Royal Sumatera Jalan Letjend. Jamin Ginting Km 8,5 Medan dari PT. Victor Jaya Raya selaku developer kompleks perumahan tersebut.
Selanjutnya Pemohon membangun rumah diatas tanah tersebut.
“Bahwa pada bagian belakang tanah milik Pemohon tersebut terdapat bidang tanah ± 430 M2 milik developer PT. Victor Jaya Raya yang tidak terawat yang kondisinya (contour) tanah tersebut miring ± 45 derajat, sehingga kerap terjadi longsor dan longsoran tanah tersebut jatuh ke danau kecil dan tanah tersebut banyak ditumbuhi tanaman-tanaman liar, semak belukar sehingga menjadi hunian binatang liar, seperti biawak, ular, dan lainnya,” katanya.
Melihat keadaan tersebut, katanya, pemohon menawarkan untuk merawat tanah dimaksud, demi keindahan dan keasrian lingkungan sekitar rumahnya.
“Pemasangan batu benteng untuk mencegah longsor, berikut membangun ruas jalan disamping danau seluas 6 Meter untuk lintas mobil, serta menanaminya dengan tanaman dan rumput hias dimana semua pekerjaan itu atas biaya Pemohon sendiri demi estetika dan keindahan lingkungan di sekitar rumah Pemohon,” bebernya.
Untuk merealisasi niat baik Pemohon tersebut, katanya Pemohon pada tanggal 30 April 2018 membuat / mengirimkan surat kepada pimpinan PT. Victor Jaya Raya tertanggal 30 April 2018.
“Pemohon mengerjakan dan membangun taman/turap penahan longsor diatas tanah tersebut adalah atas sepengahuan dan izin dari yang berhak yaitu PT. Victor Jaya Raya yang di wakili oleh Mr. Hwang Jang Suk selaku Project Manager sebagaimana Surat Persetujuan Perizinan tanggal 31 Mei 2018, yang isinya merupakan izin dan persyaratan-persyaratan yang dibebankan kepada Pemohon jika ingin membangun turap penghambat longsor dan taman di atas tanah tersebut,” bebernya.
Selain itu, katanya bangunan turap penghambat longsor dan taman yang dibangun Pemohon telah berusia sekitar dua tahun dan telah dinikmati oleh publik tanpa Pemohon meminta uang/dana pembangunan dari PT. Victor Jaya Raya.
“Cukup terang dan jelas Pemohon bukan pelaku penyerobot tanah, bukan penghuni liar dan bukan pula penggarap liar, melainkan pihak yang memperoleh izin untuk memperindah lingkungan tempat tinggal dengan usaha dan biaya Pemohon sendiri,” ucapnya.
Namun, dua tahun kemudian, beberapa kali Pemohon dikirim surat oleh pemilik tanah agar membongkar tanaman tersebut, diatas tanah seluas kurang lebih 430 meter persegi dengan alasan Pemohon juga dianggap akan menguasai / menjadikan tanah tersebut sebagai milik pribadi.
Padahal, katanya Pemohon tidak punya niat seperti itu dan Pemohon tidak pernah mengajukan permohonan kepemilikan tanah tersebut kepada pihak manapun juga.
Sehingga atas penetapan tersangka tersebut, katanya Pemohon merasa kerugian secara moral, dan psikis. Apalagi Pemohon adalah pengusaha yang bergerak di bidang advertising yang cukup di kenal di kota Medan.
“Dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon, mengakibatkan Pemohon merasa malu serta mengalami tekanan psikologis, oleh karena masyarakat menganggap Pemohon sebagai pelaku kejahatan. Padahal Pemohon tidak pernah melakukan perbuatan sebagaimana yang dipersangkakan oleh Termohon,” katanya.
Untuk itu, katanya, sesuai dengan fakta hukum harusnya penyidikan perkara pidana terhadap Pemohon dihentikan, sehingga Pemohon tidak lagi berstatus Tersangka.
“Tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka melanggar Pasal 6 Ayat (1) Huruf (a) dan atau Pasal 6 Ayat (1) Huruf (b) dan atau Pasal 6 Ayat (1) Huruf (c) dan atau Pasal 6 Ayat (1) Huruf (d) Jo. Pasal 2 dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 51 Tahun 1960, adalah tindakan sewenang-wenang yang sangat merugikan Pemohon.
Untuk itu, katanya, Pengadilan punya fungsi untuk meluruskan, dugaan kesalahan atau kekeliruan di tingkat penyidikan.
“Tentunya harus sesuai dengan fakta persidangan kalau tidak Fair saya akan Gugat Ketua Mahkamah Agung di Jakarta, apabila ini tidak sesuai dengan pendang-undangan yang berlaku. Sebab penetapan tersangka kepada klien ini kan luar biasa makanya kita ajukan hak kita,” pungkasnya. (Fs/sb)