Kuasa Hukum David Putra Negoro Sebut Dakwaan Jaksa Kabur dan Harus Ditolak

sentralberita|Medan ~Pengadilan Negeri ( PN ) Medan menggelar sidang bantahan ( eksepsi) terdakwa David Putronegoro atas dakwaan JPU Chandra Naibaho.

Dalam sidang eksepsi/ keberatan atas dakwaan yang dibacakan oleh kuasa hukumnya Oloan Tua Partempuan SH memohon agar eksepsi kliennya dikabulkan hakim dan menyatakan seluruh dakwaan JPU tidak dapat diterima.

Ia mengatakan, bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibuat secara berlapis atas diri terdakwa berkenaan dengan Akta No. 8 tgl, 21 Juli 2008 tentang kesepakatan bersama, terhadap akta tersebut ternyata sudah pernah diadili dan diputus sebelumnya di PN Medan dan sudah berkekuatan hukum tetap.

“Terhadap akta ini telah pernah diadili dan diputus dalam Perkara Perdata yang diajukan oleh Mimiyanti, Jong Nam Liong dan Jong Gwek Jan sebagai para Penggugat/para Pembanding/Para Pemohon Kasasi berlawanan dengan Juliana, Denny, Winnie, Suriati, Samsudin, Lim Soen Liong, David Putranegoro (Terdakwa), Fujiyanto Ngariawan, SH (Notaris) sebagai para Tergugat/para Terbanding/para Termohon Kasasi sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 312/Pdt.G/2018/PN-MDN tgl, 14 November 2018, Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 322/PDT/2019/PT-MDN tgl, 10 September 2019 serta Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 541 K / PDT / 2021 tgl, 13 April 2021,” kata Oloan membacakan eksepsi di hadapan Hakim Ketua Dominggus Silaban, dalam persidangan di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (24/8).

Karena itu, secara hukum tidak ditemukan perbuatan jahat (mensrea) sebagai suatu itikad untuk melakukan perbuatan melawan hukum berupa tindak pidana sebagaimana dakwaan Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima dan Keenam dari saudara jaksa penuntut umum.

Menurutnya, tuduhan menempatkan keterangan palsu dalam suatu akta autentik baik itu terhadap subjeknya maupun terhadap objek serta isi dari Akta Perjanjian Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008 juga tidak didapati tindak pidana pemalsuan diikuti tindak pidana penggelapan ataupun pencurian atas surat berharga berupa 21 sertifikat tanah dan rumah dan benda-benda bergerak lainnya yang dilakukan oleh terdakwa.

“Apalagi telah terdapat putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tanggal, 21 Juli 2008 adalah sah menurut hukum,” ujarnya.

Setelah Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tanggal, 21 Juli 2008 ditandatangani dan di cap jempol oleh seluruh ahliwaris, Mimiyanti menyerahkan 23 sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan kepada David Putranegoro berdasarkan Pasal 4 Akta Kesepakatan Bersama No. 8 tanggal, 21 Juli 2008 untuk disimpan, dan tidak benar Terdakwa ada menjual harta peninggalan almarhum Jong Tjin Boen secara sepihak tanpa adanya persetujuan dan izin dari saksi korban maupun ahli waris almarhum Jong Tjin Boen lainnya.

“Karena seluruh Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah atas nama para Ahliwaris dan bukan atas nama David Putranegoro, jika ada harta yang hendak dijual harus diketahui, disetujui serta ditandatangani oleh seluruh ahliwaris untuk menjualnya, jika tidak ada persetujuan dan tanda tangan mereka maka tidak akan terjadi transaksi jual beli,” ujarnya.

Dari uraian tersebut, lanjutnya, pada perkara ini JPU tidak pernah melihat bahwa Putusan Perdata merupakan suatu kebenaran formil dan materil, karena sabjek dan objeknya sama yaitu Akta No. 8 tgl, 21 Juli 2008 Tentang Kesepakatan Bersama yang telah sah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

“Oleh karena itu dakwaan atas diri terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima dan atau ditolak serta membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU tersebut,” ungkapnya.

Dalam peristiwa hukum yang lain, kata dia, akta Kesepakatan Bersama No. 8 tgl, 21 Juli 2008 pernah pula dilaporkan oleh para Penggugat / para Pembanding / para Pemohon Kasasi atau saat ini Saksi Pelapor sebelum membuat Laporan Polisi No : LP 877/K/IV/2020/SPKT tgl, 03 April 2020 di Polrestabes Medan terbukti sesuai dengan Laporan Polisi : STTLP/1731/XII/2018 SPKT III tgl, 14 Desember 2018 dan Laporan Polisi : STTLP/1732/XII/2018 SPKT III tgl, 14 Desember 2018.

“Mimiyanti sebagai Pelapor melaporkan David Putranegoro sebagai Terlapor dalam dugaan tindak pidana melanggar Pasal 266 ayat (1), (2) dan Pasal 372 KUHPidana, selanjutnya oleh Penyidik Polda Sumatera Utara menghentikan Laporan Polisi STTLP/1732/XII/2018 SPKT III tgl, 14 Desember 2018 sesuai Surat Keterangan No : S-TAP / 239.b / V / 2020 / Ditreskrimum Tentang Penghentian Penyidikan memutuskan menghentikan penyidikkan perkara dugaan tindak pidana penggelapan tersebut terhitung mulai tanggal 13 Mei 2020 karena tidak cukup bukti,” ujarnya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, lanjutnya, secara hukum dakwaan penuntut umum kurang cermat, kurang jelas, dan kuran teliti serta kabur maka harus dinyatakan batal demi hukum.

“Juga menyatakan dakwaan JPU telah daluwarsa, maka demi hukum dakwaan penuntut umum dinyatakan tidak diterima (niet onvanklijk verklaard) dan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan JPU tersebut,” tandasnya.

Tanggapan Kuasa Hukum Jong Nam Liong, Longser Sihombing, SH.MH

Menurut Longser Sihombing,apa yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa tidaklah benar dikarenakanAkta Kesepakatan bersama itu dibuat tanpa diketahui oleh korban dan ditanda tangani dengan surat kosong serta dibuat saat orangtua dari korban sudah meninggal dunia di Singapura.

“Bagaimana pada tgl 21 Juli 2008 bisa dibuat akta tersebut sedangkan orangtua lagi opname di RS.Singapura
dan sejak ditanda tangani ,terdakwa bersama dengan tersangka lainnya yakni Notaris Fujiyanto Ngariawan patut diduga untuk melakukan pemufakatan jahat, dan salinan akta baru didapatkan oleh korban pada 2019 dan itupun harus memakai surat resmi dari kuasa hukumnya danSHM-SHM yang dicuri ataupun digelapkan tersebut sangatlah jelas atas nama korban
Dan tidak ada satupun yang atas nama terdakwa,”beber Longser.

Karena itu dia meminta hakim yang mengadili perkara tersebut agar dapat memberikan putusan yang seadil – adilnya.”Kami memohon kebijaksanaan Hakim untuk dapat memberikan putusan seadil-adilnya”,pungkas Longser.((SB/