Dirgahayu Medan ke-431: “Kota Para Ketua”
sentralberita | Medan ~ Kota Medan hari ini merayakan ulang tahunnya ke-431. Sebelum menjadi kota seperti sekarang, wilayah Medan merupakan rawa-rawa.
Berdasarkan situs resmi Pemko Medan yang dilihat Kamis (1/7/2021), hari jadi Kota Medan ditetapkan jatuh pada 1 Juli 1590. Penetapan hari jadi Kota Medan ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk II Medan setelah ada penelitian lewat Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan yang dibentuk pada 1971.
Penetapan hari jadi tersebut tak lepas dari sejarah pembangunan perkampungan pertama oleh Guru Patimpus di Tanah Deli. 1 Juli 1590 dinilai merupakan hari di mana Guru Patimpus mendirikan Si Sepuluh Dua Kuta di area Medan.
“Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4.000 Ha,” demikian tertulis di situs resmi Pemko Medan.
“Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan-Deli),” lanjut Pemko Medan.
Perkembangan kampung yang juga dikenal dengan ‘Medan Putri’ ini tidak terlepas dari posisinya yang strategis di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura atau tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang. Dulu, kedua sungai itu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan kampung ‘Medan Putri’ cepat berkembang menjadi pelabuhan transit.
-Medan Era Kolonial Belanda
Orang-orang Belanda mulai membuka kebun tembakau pada tahun 1863. Sejak saat itu, perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada tahun 1918, Medan resmi menjadi Gemeente atau Kota Praja dengan Wali Kota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan Acte van Schenking atau Akte Hibah nomor 97 Notaris JM de-Hondt Junior tanggal 30 November 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah Kota Medan kepada Gemeente Medan sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan Hindia Belanda.
Medan saat itu masih terdiri dari empat kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir. Penduduk Medan saat itu tercatat berjumlah 43.826 jiwa.
Berbagai fasilitas juga dibangun di Medan, di antaranya Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru pada 1919 hingga Lapangan Olah Raga Kebun Bunga pada 1929. Medan sejak awal telah diposisikan menjadi pusat perdagangan. Medan juga berkembang menjadi pusat pemerintahan.
-Medan Era Penjajahan Jepang
Belanda angkat kaki dari Medan pada 1942. Saat itu, Jepang mulai mendarat di beberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera Timur.
Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera adalah tentara XXV yang berpangkalan di Shonanto atau Singapura. Mereka mendarat di Sumatera pada 12 Maret 1942. Ada empat tempat pendaratan di Sumatera, yakni Sabang, Ulele, Kuala Bugak (dekat Peurlak Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batu Bara sekarang).
Nah, pasukan Jepang yang mendarat di Tanjung Tiram inilah yang masuk ke Medan. Mereka menaiki sepeda yang mereka beli dari rakyat di sekitarnya secara barter. Saat itu, mereka bersemboyan kalau Jepang membantu orang Asia karena sesama saudara tua.
Kondisi saat peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang membuat Kota Medan kacau balau. Penguasaan Jepang membuat masyarakat semakin miskin.
Jepang membangun Kengrohositai atau sejenis pertanian kolektif di sebelah timur Medan, yakni Marindal sekarang. Selain itu, Jepang juga membangun landasan pesawat tempur di kawasan Titi Kuning Medan Johor atau tidak jauh dari lapangan terbang Polonia sekarang.
-Medan Masa Kini
Setelah Indonesia merdeka, Medan menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Kini, Medan menjelma menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia dengan luas wilayah 265,1 Km persegi.
Kota Medan sendiri terdiri dari 21 kecamatan. Wilayah Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang serta berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Medan masa kini juga menghadapi berbagai masalah, seperti banjir, jalan rusak, layanan kesehatan yang buruk, kemacetan dan lainnya. Semakin bertambahnya penduduk, membuat masalah di Medan semakin kompleks.
Sebagai informasi, penduduk Kota Medan pada 2019 berjumlah sekitar 2,2 juta jiwa. Medan juga menjadi kota terpadat di Sumut.
Selain itu, Medan juga kerap dikenal sebagai ‘kota para ketua’. Hal ini dipicu seringnya orang Medan menyapa orang lain dengan sebutan ‘ketua’. Sapaan ‘ketua’ itu biasanya ditujukan seseorang untuk menyanjung seseorang.
Julukan Medan sebagai ‘kotanya para ketua’ ini juga sempat dibahas oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution. Bobby menyebut seringnya sapaan ‘ketua’ digunakan orang-orang di Medan tak lepas dari sejarah panjang Kota Medan.
“Kalau ‘kota para ketua’ tak bisa dihilangkan dari Medan. Tapi, kita harus paham kenapa Medan ‘kota para ketua’ tak bisa dihilangkan karena dari dulu, Medan itu sudah ‘kota para ketua’ tapi dulu kota saudagar. Dulu terbentuknya Medan itu, kalau tidak salah, bukan dari pemerintahannya dulu, tapi dari para saudagar ini baru pemerintahan datang,” ucap Bobby.
Saat itu Bobby masih berstatus sebagai bakal calon Wali Kota Medan. Dia juga mengungkap cara agar warga Medan yang punya watak sebagai ‘ketua’ mau bekerja sama membangun Medan.
“Kita harus kolaborasi, kita nggak bisa hilangkan yang sudah ada di Medan, kita kolaborasi dengan mereka, menerapkan untuk membangun Medan. Karena tadi, semua sudah sepakat Medan ini harus berubah. Mau para ‘ketua’ tadi, mau masyarakatnya semua harus sepakat, tinggal cara kita mendekati, berkolaborasi sama mereka,” ujar Bobby.
Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, Medan hari ini membuktikan tetap bisa berdiri selama ratusan tahun. Selamat ulang tahun ke-431 Kota Medan! (dtc)