Kasus Perintangan di Pemko Medan, KI Sumut: Jangan Lagi Halangi Jurnalis

sentralberita | Medan ~ Komisi Informasi Provinsi Sumatra Utara memberikan kritik pedas atas kasus dugaan perintangan dan intimidasi oleh tim pengamanan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution, terhadap dua jurnalis di Balai Kota beberapa waktu lalu.

Kepala Divisi Kelembagaan KI Sumut Ramdeswati Pohan menyesalkan insiden yang terjadi pada Rabu (14/4/2021) itu. Apalagi terkait dugaan pengusiran terhadap jurnalis yang dilakukan oleh oknum pengamanan baik Paspampres, Satpol PP atau pun kepolisian saat itu.

Karena itu sudah melampaui batas dari kerja tim pengamanan tersebut. Apalagi Paspampres yang bertugas sebagai pengaman keluarga presiden. Bukan malah mengusir jurnalis.

 “Jurnalis itu kerja dilindungi undang undang nomor 40 tahun 1999 yang artinya bahwa jurnalis itu Lex spesialis, Lex Derogat dan Lex Generali, dia mempunyai ke istimewaan khusus dalam mendapatkan informasi,”kata Desi –sapaan akrabnya–, Selasa (20/4/2021).

Jika menyitir dari kronologis perintangan dan intimidasi itu, harusnya Pemko Medan lah yang memberikan ruang dan waktu untuk para jurnalis. Karena masyarakat membutuhkan informasi tersebut. Apalagi yang berkaitan dengan kebijakan publik.

“Kesalahan Pemko di sini, segeralah menyediakan informasi-informasi di satu titik, baik itu informasi-informasi berkala, harus tersedialah setiap saat,” ujarnya.

Kata Desi, Pemko Medan sudah semestinya bersinergi dengan para jurnalis. Sehingga arus informasi itu tidak macet.

“Sudah saatnya pemerintah ini merangkul wartawan agar hoaks itu tak berkeliaran dan kemudian informasi tidak simpang siur.  Jangan lagi menghalangi kerja-kerja jurnalis karena mereka dilindungi undang-undang dan mari kita bersama-sama membangun komunikasi agar informasi itu benar-benar valid dan bisa kita konsumsi bersama-sama di masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Tinjau SMPN 20 yang Terbakar, Bobby Nasution Tak Ingin Belajar Terganggu: Dinas Perkim Cikataru Segera Perbaiki!

Sebelumnya, dugaan perintangan dan intimidasi ini terjadi saat dua jurnalis Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suara Pakar) hendak melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Bobby di Pemko Medan, Rabu (14/4/2021) sore. Mereka menunggu Bobby di depan pintu masuk lobby depan.

Selang beberapa saat, mereka didatangi oleh Satpol PP yang mengatakan mereka tidak boleh mewawancarai Bobby. Satpol PP itu mengatakan, untuk melakukan wawancara harus memilik izin. Hani dan Ilham tetap menunggu Bobby.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi. Karena mereka melihat ada tanda-tanda Bobby akan turun. Petugas pengamanan dari kepolisian dan Paspampres kemudian mengusir mereka. Petugas pengamanan kembali mengatakan soal izin wawancara, bukan di dalam jam kerja, dan mengganggu kenyamanan dan ketertiban.

Saat itu, Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian. Rekannya Ilham juga diminta mematikan rekaman video.

Sebelumnya, Komandan Paspampres Mayjen Agus Subianto sudah menyampaikan klarifikasinya. Agus menyampaikan, dua jurnalis itu dianggap sebagai orang yang masuk ke Pemko Medan tidak sesuai dengan prosedur.

Baca Juga :  Rico Waas Minta Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Perbaiki Jalan Simpang KIM

“Di awali datang 2 orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedure dan tidak menggunakan tanda pengenal, kwmudian dicegah oleh polisi dan satpol PP, kemungkinan ditegur tidak terima,” ujar Agus lewat pesan singkat, Kamis (15/4/2021).

Sementara itu, Wali Kota Bobby Afif Nasution dalam wawancaranya dengan awak media, Jumat (16/4/2021) malam menanggapi soal tuntutan permintaan maaf kepada awak media. Namun dari jawaban yang disampaikan, Bobby tampaknya enggan meminta maaf. 

“Tadi sudah saya sampaikan, yang penting ini, apa yang disampaikan ini, apa yang dikeluhkanlah kita bilang yah, tersampaikan dan dijalankan. Kalau tak dijalankan baru, silahkan nanti. Ini sudah kita berikan tempatnya. Kita sudah berikan apa yang menjadi persoalan teman-teman. Mungkin ada yang tidak pakai bed, tak ada tanda pengenal. Ayo kita sama-sama mengikuti. Jangan cari siapa yang salah. Tapi kita cari penyelesaian permasalahan. Udah itu saja,” ujar Bobby dalam kesempatan itu.

Untuk diketahui, jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta.(01/red)

-->