Marak Gangguan Jiwa karena Kecanduan Game

sentralberita | Bandung ~ Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua Provinsi Jabar mencatat sepanjang 2020 terdapat 104 pasien yang mengalami masalah kejiwaan terdampak kecanduan gim  atau game.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun menyediakan situs untuk mengecek gangguan kejiwaan akibat permainan tersebut.

Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani mengatakan per Januari-Februari 2021 pihaknya sudah menemukan 14 kasus dengan lima di antaranya sudah didiagnosis murni kecanduan gim.

“Pada tahun 2021 selama dua bulan (Januari-Februari) saja sudah ditemukan lima kasus murni terdiagnosa kecanduan game,” kata Elly dalam keterangan yang diterima Rabu (17/3).

Elly menjelaskan beberapa masalah yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kejiwaan pada anak. Salah satunya adalah tidak terkontrolnya penggunaan gawai.

Selain itu, aku dia, penerapan 
Lockdown atau karantina dan jaga jarak sosial atau social distancing demi mengurangi penyebaran virus Covid-19 turut berdampak pada perubahan gaya hidup dan hubungan sosial. Peningkatan kecemasan pada beberapa orang pun terjadi.

Lebih jauh, Elly mengatakan bahwa kecanduan game ini dapat dideteksi dini melalui Konsultasi Jiwa Online dengan mengakses link https://pemeriksaankeswarsj.jabarprov.go.id/ untuk kemudian memilih menu ‘Tes Ketergantungan Game Internet’.

“Dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa pertanyaan tentang kecanduan internet, seperti pertanyaan ‘Apakah Anda menggunakan internet secara berlebihan atau terobsesi terus menerus pada internet/game’. Dan hasil langsung dapat dilihat melalui web,” tutur dia.

Baca Juga :  Pemprov Sumut Raih Predikat Badan Publik Informatif Tahun 2024

Humas RSJ Provinsi Jabar Yuni Lestari mengatakan layanan pemeriksaan jiwa tersebut akan dibuatkan aplikasinya agar bisa diakses lebih luas.

“Rencananya di 2021 ini kita bikin aplikasinya. Untuk website-nya memang sudah diluncurkan Agustus 2020 dan untuk konsultasi online ini tidak hanya gawai tapi bisa dilakukan lewat keswa (kesehatan jiwa) secara umum,” tutur dia.

“Nantinya kita juga punya Whatsapp dan bisa langsung ngobrol dengan psikiater dan psikolog,” lanjut Yuni, dihubungi terpisah.

Gangguan Mental Psikiater Sub-spesialis Anak dan Remaja RSJ Jabar Lina Budiyanti mengatakan penanganan kecanduan internet perlu diatasi bersama oleh pakar dan keluarga.

“Penanganan untuk kecanduan internet tentunya memerlukan kolaborasi di antara para profesional di bidang kesehatan jiwa serta keluarga,” ujarnya.

“Terapi yang diberikan bisa berupa konseling, psikoterapi, dan pada kasus-kasus yang berat atau sudah ada gejala gangguan jiwa bisa juga diberikan obat,” kata Lina.

Berdasarkan ketetapan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organizations (WHO), kecanduan gim atau game disorder sudah masuk ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental.

ICD merupakan daftar klasifikasi medis yang dikeluarkan WHO berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebabnya. ICD menjadi standar internasional untuk pelaporan penyakit dan kondisi kesehatan dan digunakan oleh seluruh praktisi kesehatan di dunia.

Baca Juga :  Anggota Polri Miliki Tanggung Jawab Jalankan Fungsi Kehumasan

“Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan,” jelas Lina.

Lina menyampaikan bahwa konsekuensi negatif kecanduan internet dapat berupa perubahan mood atau emosi termasuk iritabilitas, kemarahan dan kebosanan, gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk.

Selain itu, depresi dan cemas serta risiko bunuh diri, masalah kondisi fisik, buruknya kondisi kesehatan secara umum, gizi buruk dan konsumsi kafein yang berlebihan, kehilangan teman di dunia nyata, konflik dengan anggota keluarga perpisahan dan perceraian, rusaknya produktivitas dan kehilangan pekerjaan serta masalah finansial.

Untuk pencegahannya, Lina menyebut beberapa hal bisa dilakukan. Di antaranya, membatasi pemakaian gawai untuk anak yaitu tidak lebih dari dua jam.

Selain itu, perlu mendorong anak menggunakan internet inti hal yang produktif, mendorong anak untuk melakukan kegiatan lain khususnya kegiatan fisik dan aktivitas lain di luar rumah, dan mengurangi akses terhadap internet dengan menjauhkan gadget saat di tempat tidur.

“Orang tua juga bisa menggunakan teknologi dalam memantau penggunaan gawai misalnya dengan parental lock dan lainnya,” tutup Lina.

(Cnn)

-->