Kampanye Anti-Sawit RI di Swiss Bisa Ganggu Bisnis
sentralberita | Jakarta ~ Swiss saat ini sedang menantikan pelaksanaan referendum nasional bulan Maret 2021 untuk menentukan nasib perjanjian Indonesia-EFTA CEPA. Perjanjian Indonesia dengan negara anggota European Free Trade Association (EFTA) ini telah diteken pada Desember 2018 dan disetujui parlemen Swiss pada Desember 2019.
Duta Besar Indonesia Bern, Muliaman Hadad mengungkapkan saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bern telah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di Swiss untuk memberikan update dan informasi terkini mengenai perbaikan industri minyak sawit Indonesia.
Termasuk dukungan berbagai kebijakan pemerintah untuk perbaikan standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). KBRI Bern juga mendapat dukungan dari asosiasi pengusaha (Swiss Cham) dan perusahaan Swiss yang ada di Indonesia.
KBRI Bern berharap pengusaha itu ikut membantu memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait di Swiss mengenai kebijakan dan perkembangan industri sawit Indonesia dan komitmen terhadap penerapan prinsip-prinsip sustainability.
Pemerintah dan kalangan usaha Swiss telah meluncurkan sebuah website khusus mengenai manfaat dari perjanjian IE CEPA bagi ekonomi Swiss serta informasi positif lainnya terkait minyak sawit Indonesia dengan alamat https://indonesien-ja.ch/, twitter : https://twitter.com/IndonesienJA.
Dukungan juga diterima dari GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia) dalam bentuk update kebijakan yang sangat signifikan membantu upaya sharing informasi yang dilakukan.
KBRI Bern juga meluncurkan sebuah Blog khusus menangkal semua isu yang diangkat dalam kampanye negatif minyak sawit Indonesia di Swiss dengan alamat www.indonesiainswiss.com. Blog ini dalam bahasa Inggris dan akan memiliki versi bahasa Jerman dan Perancis.
Muliaman mengungkapkan hasil referendum IE CEPA di Swiss yang dikaitkan dengan minyak sawit ini akan memiliki dampak besar pada prospek kerjasama ekonomi kedua negara.
“Yang saat ini ekspor Indonesia mengalami surplus lebih dari US$ 2 miliar sampai dengan November 2020 lalu,” kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (19/1/2021). (dtf/ras)