Polsek Sunggal Kalah Prapid, Hakim Perintahkan Segera Bebaskan Pemohon

sentralberita|Medan~Pengadilan Negeri (PN) Medan mengabulkan permohonan praperadilan (prapid) yang diajukan TMZMR selaku pemohon terhadap Kanit Reskrim Polsekta Medan Sunggal, Kapolsekta Medan Sunggal, Kapolrestabes Medan serta Kapolda Sumut selaku termohon.
Hakim tunggal prapid Immanuel Tarigan dalam putusannya yang dibacakan di Ruang Kartika PN Medan, Selasa (14/4/2020) siang menyatakan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon.
“Menyatakan penetapan sebagai tersangka dan penahanan terhadap pemohon oleh termohon I dan II tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” tutur hakim Immanuel.
Lebih lanjut hakim Immanuel mengatakan menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum surat perintah penahanan nomor SP
Han/10/III/2020/Reskrim tanggal 6 Maret 2020 dan surat perpanjangan penahanan nomor 755/RT-2/Eoh.1/03/2020 tanggal 11 Maret 2020 atapun surat/penetapan penahanan lain yang saat ini dijalani pemohon di rumah tahanan negara.
“Memerintahkan termohon I dan II untuk membebaskan pemohon praperadilan dari dalam tahanan. Membebankan biaya perkara kepada termohon I dan II sejumlah Rp5.000,” pungkas hakim Immanuel.
Sementara itu, kuasa hukum termohon AKBP Novida Sitompul saat diwawancarai wartawan seusai persidangan apa tanggapannya mengenai putusan ini enggan memberikan komentar. “Saya tidak bisa ngasih keterangan. Maaf ya,” kata Novida.
Ditanya lagi apakah Polsek Sunggal sudah mengetahui mengenai permohonan prapid pemohon TMZMR yang diajukan kuasa hukumnya
Muhammad Erwin dan Muhammad Hasan Simarmata dikabulkan oleh hakim PN Medan, Novida lagi-lagi tidak mau berkomentar. “Saya tidak bisa ngasih keterangan,” ucapnya lagi sambil cepat-cepat berlalu meninggalkan ruang sidang.
Ditemui di luar persidangan, Muhammad Erwin, salah satu dari tiga kuasa hukum pemohon prapid, mengaku sangat bersepakat dengan telaah hakim.
“Seharusnya, di dalam surat perintah penyidikan wajib diterakan nama tersangka. Sehingga, tersangka tau kapan dia ditetapkan sebagai tersangka
dan dalam tindak pidana apa. Kalau hal ini tidak dibuat, secara yuridis surat perintah penyidikan itu cacat dan tak punya kekuatan hukum. Dan tak dapat menjadi dasar penangkapan apalagi penahanan,” ungkapnya.
Selain soal tidak adanya nama kliennya pada surat perintah penyidikan, Erwin juga menemukan kejanggalan lain saat membedah bukti-bukti dari pihak termohon. Apa itu?
“Laporan korban Muhammad Azhari, surat perintah penyelidikan, notulen gelar perkara, surat perintah penyidikan, surat perintah dimulainya
penyidikan (SPDP) yang ditujukan ke jaksa, berita acara pemeriksaan saksi korban dan saksi Juliansyah Nur Arifin, semuanya bertanggal 1 Maret 2020. Sepengetahuan saya, tidak cukup waktu 1×24 jam untuk menyelesaikan
proses hukum yang melahirkan ketujuh dokumen hukum tersebut. Berarti, ini penanganan yang terkesan dipaksakan,” ungkap praktisi hukum yang juga akademisi ini.
Kontradiktifnya, lanjut dia, pada 5 Maret 2020 ternyata penyidik Polsek Sunggal kembali memeriksa saksi korban Muhammad Azhari dan saksi Juliansyah Nur Arifin.
“Berarti kan proses penyelidikan belum selesai. Mengapa bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan? Ini melanggar KUHAP,” tandasnya.
Diketahui, perkara prapid ini muncul sebagai ekses dari penangkapan TMZMR bersama sejumlah orang dari dua komunitas motor, oleh penyidik Polsekta Medan Sunggal.
Mereka dituduh melakukan perampokan sepeda motor. TMZMR sendiri sudah mendekam di sel Polsekta Medan Sunggal sejak Kamis, 5 Maret 2020. (SB/FS)