Melawan Virus Corona, Ini Masukan Buat Pemerintah

sentralberita|Jakarta~Guna menekan penyebaran virus Corona, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, salah satunya, membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Pemerintah juga meliburkan sekolah selama dua pekan untuk memutus rantai penyebaran virus Corona.
Pemerintah menyatakan, sudah ada 227 orang di wilayah Indonesia yang terjangkit virus Corona Covid-19, Rabu (17/3). 11 Orang dinyatakan sembuh, 19 pasien meninggal dunia.
Pakar Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra mengapresiasi kebijakan tersebut.
Namun, ia mengkritisi rumah sakit yang berada di bawah komando Kementerian Kesehatan.
Menurut Hermawan, rumah sakit tersebut tidak sejalan dengan rumah sakit swasta yang ada di Jakarta.
“Ada beberapa rumah sakit yang di bawah komando Kemenkes sebagai rujukan utama tidak nyambung dengan rumah sakit swasta maupun pemerintah yang ada di ibu kota,” ungkapnya,Rabu (18/3/2020).
Akibatnya, banyak pasien dalam pemantauan atau PDP tidak bisa ditangani dengan baik.
Bahkan ada rumah sakit yang menolak PDP dengan beragam alasan. Misalnya karena ruang perawatan terbatas.
Hermawan juga menyoroti banyaknya laporan mengenai tenaga kesehatan di rumah sakit swasta yang berisiko terjangkit, karena merawat pasien positif terinfeksi virus Corona.
Ia khawatir, bila tenaga kesehatan terjangkit Covid-19 maka penanganan kasus tidak optimal.
“Bila tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat terpapar, maka pilihannya adalah dirumahkan atau dikarantina.
Dengan demikian, laju peningkatan kasus tidak sejalan dengan kesiapan nakes (tenaga kesehatan) dan faskes (fasilitas kesehatan),” ujarnya.
Alumnus Universitas Indonesia itu meminta, ke depan pemerintah serius melakukan pengecekan terhadap pasien yang terindikasi terpapar virus Corona.
Pemerintah jangan hanya menunggu laporan. Melainkan menjemput bola dengan mendatangi daerah-daerah yang terdeteksi terjangkit Covid-19.
“Agar semakin cepat kita mendeteksi kasus-kasus yang ada di masyarakat semakin kita tahu persiapan apa yang harus kita lakukan,” kata dia.
Pemerintah juga perlu melakukan konsolidasi dengan organisasi profesi kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Ikatan Perawat Indonesia serta seluruh jaringan organisasi kesehatan di Indonesia.
Melalui konsolidasi, jaringan-jaringan ini bisa memberikan edukasi dan promosi kepada masyarakat mengenai langkah pencegahan terhadap virus Corona.
“Dengan demikian mulai dari tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas, sampai masyarakat tersadarkan agar sewaktu-waktu kita tidak membludak di layanan dan juga bila ada pengetatan oleh pemerintah tidak panik,” ucapnya.
Hermawan menginginkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan tegas terhadap daerah dengan angka kasus Covid-19 yang cukup tinggi.
Pemerintah tidak bisa hanya mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Sebab, imbauan tersebut tidak bisa efektif memutus rantai penyebaran virus.
Dia mencontohkan Malaysia, Italia, Jerman dan Spanyol yang berani melakukan lockdown sebagian kota yang terjangkit virus Corona.
“Nah kita harus belajar dari pengalaman sukses. Jangan belajar dari pengalaman gagal.
Negara berinvestasi lebih besar, mengeluarkan duit lebih banyak saat ini lebih baik ketimbang kita menuai risiko jangka panjang,” katanya.
Sementara Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus bekerja serius guna mengurangi penyebaran virus Corona.
Tim yang dibentuk Kepala Negara berdasarkan Kepres 7 tahun 2020 itu jangan hanya bekerja untuk menemukan kasus Covid-19.
“Bagaimana mengurangi penyebarannya ini yang harus kita fokus ke depan,” ucapnya.
Dia juga meminta pemerintah betul-betul menyediakan alat pelindung yang lengkap bagi tenaga kesehatan.
Sebab, tenaga kesehatan berada di barisan terdepan dalam menangani pasien yang terinfeksi virus Corona.
“Jadi tenaga medis, tenaga kesehatan yang terdampak awal harus dibekali proteksi diri.
Ini penting supaya kita menekan penyebaran dengan memberikan alat proteksi diri yang standar sesuai standar WHO,” kata Adib mengakhiri.(SB/01/mc)