Lintasan Sejarah Kenagarian Nata (Sambungan-4)

Heri Sandra, S.Sos

Oleh: Heri Sandra, S. Sos -sentralberita|Nata-Madina~

Kepala Pemerintahan Buatan Belanda.

Pada periode selanjutnya wilayah Kenagarian Ranah Nata diciutkan oleh Belanda menjati tiga wilayah Distrik yaitu Nata, Batahan dan Singkuang, masing masing dipimpin oleh Kepala Distrik (District Houff).

Kepala Distrik yang pertama di Nagari Nata adalah Muhammad Saleh datuk dari suku Minangkabau dengan gelar Datuk Sutan Sinaro Panjang pada tahun 1867. Periode ini disebut sebagai Tuanku yang ke XI.

Tahun 1916 Kepala distrik dicabut oleh belanda dan diganti dengan Kedemangan. Demang tidak lagi berwewenang untuk mengurusi hal hal yang berkenaan dengan adat istiadat di dalam Kenagarian Ranah Nata. Jabatan Tuanku Damang pada saat itu dipangku oleh Raden Muhammad Affan sebagai Tuanku yang ke XII. Pada tahun 1927 kedemangan pun dihapuskan dan diganti dengan Kekuriahan

Tuanku yang ke XIII (Kepala Kuriah) selanjutnya adalah Muhammad arif gelar TuankuSutan Mara Ahmad dikenal juga dengan sebutan Tuanku Pensiun.Ianya adalah anak dari Sutan Muhammad Alwi, cucu Puti Malelo (lelo), cicit dari Zam Zam gelar Sutan Kabidun. Jabatan sebagai Tuanku (kepala kuriah) diperolehnya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda yang waktu itu berkedudukan di Padang. Beliau memerintah kira kira tahun 1927 – 1937.

Berakhir jabatan Tuanku Sutan Mara Ahmad, Tuanku yang ke XIV (Kepala Kuriah) yang selanjutnya adalah Tuanku Sutan Sri Dewa anak Sutan Usman, cucu Puti Sari Padang, cicit H. Sutan Muhammad Amin keturunan Tuanku Sambah Alam Sutan Mara Himpun Raja Lingga Bayu yang ke VIII.

Beliau adalah Tuanku yang terakhir memerintah di Nagari Nata pada zaman kolonial Belanda, sebab masuklah era pendudukan jepang pada tahun 1942. Masa pemerintahannyaterhitung selama enam tahun dimulai tahun 1937 hingga awal tahun 1943 karena jepang menghapuskan pemerintahan Kepala Kuriah.

Tahun 1945 setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dikumandangkan, terbentuklah Dewan Pemerintahan Komite Nasional. Tidak berapa lama Komite Nasional pun dihapuskan pula.

Masa Revolusi fisik ( Perang Kemerdekaan )

Pada tahun 1946 Nagari Nata dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan di Sumatera Utara dengan status Kewedanaan yaitu Kewedanaan Natal Batang Natal yang berbatas langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Wilayah Kewedanaan ini dipimpin oleh Hidayatsyah Tuanku Mudo yang telah lanjut usia. Tuanku Mudo adalah anak Tuanku Sutan Raja Hidayat dengan isterinya Sari Fathimah kemenakan raja Air Bangis.

Pada masa kepemimpinan beliau terjadi percobaan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Sutan Syaiful Manan seorang tokoh alim ulama Nagari Nata namun berakhir dengan kegagalan.

Kedua belah pihak yaitu Tuanku Mudo dan Syaiful Manan dibawa ke Padang Sidimpuan untuk diadili oleh pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh Radja Djunjungan, Bupati Tapanuli Selatan yang belakangan menjadi gubernur Sumatera Utara.

Setelah sekian lama Bupati belum juga menentukan ketetapan atas penyelesaian peristiwa tersebut. Akibatnya wedana tidak dapat melaksanakan tugas tugasnya, ditambah dengan situasi yang semakin genting akibat dari Agresi Belanda ke II pada tanggal 18 Desember 1948. Untuk mengatasi situasi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) yang semakin gawat ini maka pemuka masyarakat dan pemimpin pemimpin partai yang ada di Kota Nata bersama dengan pemuka adat serta alim ulama sepakat untuk bermusyawarah.

Hasil musyawarah memutuskan untuk membentuk Dewan Pertahanan Kewedanaan Nagari Natal Batang Natal, sekaligus mengangkat Sutan Nur Alamsyah sebagai Ketua.

Waktu itu Sutan Nur Alamsyah sedang berkunjung kekampung halamannya di Nata, maka jabatan sebagai Ketua Dewan Pertahanan itu dijabatnya hanya sementara saja karena sesungguhnya beliau sedang bertugas di Medan dan mungkin saja, sewaktu waktu nanti beliau dipanggil oleh pemerintah pusat. Berikut susunan pengurus Dewan Pertahanan Kewedanaan Natal Batang Natal :
Ketua : Soetan Noer Alamsyah
Wakil Ketua : Kepolisian di Nata
Kepala Staff : Soetan Oesman Sridewa (Pegawai staff dari kantor kewedanaan nata).
Wakil I :Teuku Zainal Abidin Tasya (seorang rombongan Brigade B yang menetap di Nata).
Wakil II : Tayanuddin (pegawai Kewedanaan)
Penasehat Legislatif : 1. Soetan Doer Muhayatsyah, wakil PNI
2. H.Abdoel Azis, wakil PSI
3. Taufik Dahlan, wakil Partai Masyumi

Dewan Pertahanan ini berdiri pada tanggal 15 Januari 1949. Hubungan dengan ibu kota kabupaten terputus akibat kota Padang Sidimpuan telah diduduki oleh Belanda semenjak tanggal 12 Januari 1949 maka Dewan Pertahanan mengadakan kontak langsung dengan perwakilan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Muara Sipongi perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat.

Pada waktu itu tentara agresor Belanda telah sampai ke sekitar kota panyabungan. Untuk memperlancar tugas tugas Dewan Pertahanan maka dbentuklah dua Kantor Perwakilan yang terletak di Batahan dengan Kepala Perwakilannya Soetan Bardansyah, serta Kantor Perwakilan Sinkuang yang dikepalai oleh M. Jamir Panggabean.

Pada tanggal 21 April 1949 Dewan Pertahanan dibubarkan. Soetan Noer Alamsyah meninggalkan Nata untuk bertemu dengan Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu menjabat ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang bermarkas di Kota Raja Banda Aceh. Demikianlah lintasan sejarah Nagari Nata hingga agresi belanda yang ke II.
(Bersambung…)