Hakim Tegur Jaksa Soal Kasus Pemalsuan 125 Ribu ‘Lem Setan’

sentralberita|Medan~Hakim Djaniko Girsang meneegur Jaksa yang mempersidangkan kasus pemalsuan 125 ribu lem merek SI A NO KU RI DO atau sering disebut ‘Lem Setan’ terdakwa Nyo Seng Tjoan alias Acuan (56) tak kunjung berjalan, Jumat (26/7/2019).
Pasalnya, sidang beragendakan tuntutan tersebut sudah 3 kali ditunda dengan alasan Rencana Tuntutan Jaksa (Rentut) yang belum turun dari Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Saat sidang dengan nomor perkara 728/Pid.B/2019/PN Mdn ini dibuka, Majelis Hakim yang dipimpin langsung Ketua PN Medan, Djaniko Girsang langsung bertanya kepada JPU Randi Tambunan, di PN Medan.
“Gimana pak Jaksa dengan tuntutannya?,” tanya Djaniko.
Hal tersebut dijawab Jaksa Randi, “Belum siap pak Rentutnya,” cetusnya.
Hal tersebut sontak membuat majelis heran dan menanggapi. “”Perlu saudara ketahui kita sudah ketiga kali ini ditunda, tuntutannya ini harus sudah dibacakan dan harus siap. Artinya pengawasan ini bagaimana, kenapa sampai tiga kali,” ungkap bekas Ketua PN Palembang ini.
“Rentutnya yang buat ini dari mana?,” tanyanya kembali.
Randi menjawab bahwa Rentut tersebut berasal dari Kejati Sumut. “Kejati yang buat, bukan Kejagung, dari Kejari ke Kejati pak hakim,” tambah Jaksa.
Djaniko pun mengultimatum untuk kesekian kali bahwa tertundanya sidang tuntutan ini sebanyak tiga kali ini sudah melanggar asas peradilan.
“Jadi tolonglah dipercepat karena sesuai dengan prinsip Peradilan yaitu cepat, sederhana dan murah sudah dilanggar. Pak jaksa juga pastu sudah enggak enak dengan penundaan ini, sampai tiga kali ditunda. Jadi kami pun enggak bisa berbuat gimana karena tuntutan juga belum dibacakan,” tegasnya.
Bahkan ia juga menyebutkan akan segera melayangkan surat kepada Kejati terkait lamanya tuntutan turun.
“Kami akan melayangkan surat terhadap lembaga saudara, untuk bisa melaksanakan tuntutan,” bebernya.
Pemandangan berbeda juga terjadi di persidangan, pasalnya terdakwa Acuan tak dihadirkan dalam ruang sidang yang berada di Cakra 2.
Hakim pun bertanya kepada para pengacara terkait ketidak hadiran tersebut.
Salah satu kuasa hukum terdakwa menjawab bahwa terdakwa sakit. “Terdakwa tadi pagi hadir, tapi beliau sakit jadi pulang,” sebut salah seorang kuasa hukum.
Hal tersebut langsung ditanggapi Hakim Djaniko dengan meminta agar para pengacara membuat surat keterangan dan diperiksakan ke dokter.
Selanjutnya, Hakim menunda persidangan pada pekan depan di tanggal 30 Juli dengan catatan bahwa tuntutan sudah harus siap.
“Baiklah dengan ini sidang kami tunda dengan catatan, tuntutan harus sudah selesai. Tapi khusus untuk sidang berikutnya kita percepat di Selasa, 30 Juli 2019. Sekali lagi kerjasamanya, persidangan kami tunda,” pungkas Djaniko.
Namun, saat awak media keluar dari ruang sidang, terdapat kejanggalan ternyata terdakwa Acuan sedang berada di lobi tepat di depan ruang sidang cakra 2.
Akhirnya awak media mengabadikan moment terdakwa yang terlihat segar sambil memainkan hp yang duduk di lobi tersebut.
JPU Randi mencoba mendatangi awak media dan mengatakan. “Sudahlah aku yang nyuruh itu, enggak usah diambili fotonya,” ungkapnya sambil memegang telefon selular di telinganya.
Saat ditanya terkait lamanya turun tuntutan tersebut, JPU Randi mengungkapkan bahwa dirinya hanya membacakan tuntutan saja.
“Belum Rentutnya, cemana itu. Aku bacakan ajanya, ada kubacakan kalau engggak ya enggak. Jaksanya orang itunya-itu bu Nova. Kalau dari Kejati rentutnya belum turun, gataulah aku entah dari mana, pokoknya belum turun itulah dibilangnya, kalau mau konfirmasi ke Bu Novanya lah,” jelasnya.
Seperti diketahui terakhir kali sidang beragendakan keterangan terdakwa dilaksanakan pada 5 Juli 2019 lalu.
Terdakwa Acuan sebelumnya dilaporkan ke Polda Sumut tanggal 15 Oktober 2018 oleh Direktur PT. Putra Permata Maju Perkasa, Dicky Pramono Peh selaku pemilik lisensi lem merek SI A NO KU RI DO dan logo G yang asli menemukan lem dengan tulisan merek SI A NO KU RI DO dan logo G yang palsu diperdagangkan oleh terdakwa.
Dalam keterangannya, terdakwa mengakui bahwa 260 karton lem merek SI A NO KU RI DO (Lem Setan) yang disita kepolisian adalah benar miliknya.
Hal tersebut dijawabnya saat ditanyakan Hakim Ketua Djaniko, “Apa yang membuat saudara berurusan dengan kepolisian,” tanyanya.
“Karena lem tersebut sudah bermasalah di pihak kepolisian. Karena saya pemiliknya,” ungkap terdakwa Acuan.
Ia menjelaskan bahwa barang tersebut didapatnya dari seorang bernama Siao Wang asal Jakarta yang menawarkan barang tersebut kepadanya dengan bonus dan harga yang lebih murah.
“Sekitar satu bulan lebih, sebelumnya saya juga menjual. Ini bukan ide saya sendiri, awalnya terjadi pada September ada orang Jakarta membawa contoh barang tersebut kepada saya untuk diperdagangkan. Perbedaan harga sekitar 50 ribu perkarton lebih murah. Dan ada juga bonus,” jelas terdakwa.
Hal tersebut sontak membuat Hakim Djaniko mempertanyakan kenapa terdakwa tidak melakukan pengecekan atas keaslian barang tersebut ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kanwil Sumut.
“Lebih murah tadi, menurut saudara, wajar tdk harusnya berpikir dan bertanya, Untuk barang yang persis sama kenapa harganya lebih murah?” tanya Hakim.
Terdakwa Acuan sempat terdiam sejenak dan kemudian menjawab “Wajar”
Lantas disambut Hakim, “Tapi ternyata saudara tidak peduli dan tidak bertanya dan tidak memeriksa apakah barang tersebut asli atau tidak” tegas Hakim.
Terdakwa berdalih bahwa dirinya tak mengetahui bahwa kelalaiannya tersebut dapat dikenai pidana. Ia malah menyebutkan bahwa dirinya tak dapat membedakan barang yang asli dan palsu.
“Saya tahu bentuk dan ada logo G. Tetapi saya tidak tanya asli atau tidak. Tidak tahu apa akibatnya,” cetusnya
Lantas atas jawaban tersebut Hakim Djaniko menjelaskan bahwa atas perbuatan terdakwa ada 4 hal kerugian baik bagi masyarakat, perusahaan dan perekonomian Indonesia.
“Kamu ini bisa menghancurkan kreativitas orang HaKI, Dalam perdagangan internasional Indonesia bisa dikucilkan, karena membuat produk lain seakan tidak dilindungi di negera sendiri dan hal itu berpengaruh bagi perekonomian. Perbuatan saudara juga membingungkan masyarakat dan konsumen, konsumen ingin sesuatu yang tertera, jadi masyarakat bingung meskipun indikator harga murah,” tegasnya.
Saat ditanya Jaksa Randi, Acuan menyebutkan bahwa dalam 1 kotak lem berisikan 500 pcs lem. Dimana ia membelinya dengan harga seluruhnya Rp 390 juta.
“Saya bayar 390 juta, tidak ada tanda terima keterangan barang itu hanya bayar cash saja,” jelas terdakwa.
Artinya dari 260 kotak bila didalamnya ada 500 pcs per artinya terdakwa mengedarkan sekitar 125 ribu Lem merek SI A NO KU RI DO (Lem Setan) palsu di kota Medan.
Dimana apabila dikalikan dengan harga jual berkisar Rp 5000 maka terdakwa Acuan mendapatkan untung sebesar 625 juta dikurangi modal.
Perbuatan terdakwa merupakan kejahatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 100 ayat (1) Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Grafis.
Terhadap pasal ini terdakwa dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.(SB/FS)