Debat Capres Keempat Lebih Elaboratif


Dr Anang Anas Azhar MA

sentralberita|Medan~ Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Anang Anas Azhar MA menilai, penyajian data debat capres keempat yang ditampilkan sejumlah televisi swasta, Sabtu malam (30/03/2019), terlihart lebih elaboratif. Sebab, masing-masing capres menunjukkan sikap kehati-hatian dalam mengeluarkan data.

“Soal penyajian data, saya kira jauh berbedalah dari debat sebelumnya. Ya, debat kali ini lebih elaboratif dan berwarna dalam kata-kata. Kenapa? Karena kesan yang muncul ada sikap hati-hati untuk mengeluarkan tiap pernyataan terkait data. Ini lebih maju dari debat sebelumnya,” kata Anang Anas Azhar di Medan, Minggu (31/03/2019).

Anang berpendapat bercermin dari debat capres kedua, masing-masing capres justru sangat kental mengeluarkan pernyataan yang mengarah kepada konflik kepentingan. Dua pendukung kubu capres tampak saling membenarkan, meski data yang disajikan masing-masing capres ada yang salah. Publik kemudian menelannya bulat-bulat, bahkan tidak sedikit menjadi perdebatan di ruang terbuka antara kedua pendukung capres.

“Penyajian data debat capres keempat ini, justru terlihat lebih rapi dan berhati-hati. Saya kira, ini belajar dari pengalaman debat sebelumnya,” kata Anang yang juga dosen pascasarjana UINSU tersebut.

Efek penyajian data yang tidak benar, kata dia, justru menimbulkan keragu-raguan bagi pemilih saat pilpres. Sejatinya, debat capres dapat memberikan pemahaman untuk mencerdaskan pemilih. Tetapi, jika penyajian data yang tidak lengkap bahkan salah, akan berefek kepada keraguan pemilih.

Baca Juga :  Saut Boangmanalu: Tolak Politik Uang & Mahar Politik

“Salah satu target debat capres ini menurut saya mengurangi swing voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan. Tapi, jika data yang disajikan menyalah, maka bisa jadi pesan yang muncul kepada capres berbohong. Pemilih akhirnya tidak memilih, karena menganggap capresnya menebar hoax,” katanya.

Anang menyebutkan persentase data yang salah justru lebih banyak saat debat capres kedua. Sedangkan debat capres keempat terlihat lebih sedikit. Baik capres 01 dan capres 02 pada debat keempat tidak banyak mengeluarkan pernyataan asal ngomong. Meski satu atau dua pernyataan tampak ngawur, tetapi hal itu tidak terlalu signifikan.

“Saat capres 02 manyampaikan anggaran pertahanan Singapura lebih besar dari Indonesia. Ini agak ngawur, kemudian capres 01 langsung menyampaikan data yang sebenarnya. Begitu juga sebaliknya,” ujar Anang.

Mengapa masing-masing capres penuh kehati-hatian mengeluarkan penyajian data? Menurut Anang, jejak digital langsung dilihat pemiliha. Publik langsung mencari data yang benar dari digital. Jika ditemukan salah, maka capres dituding asal nomong. Dan ini dampaknya tidak baik bagi kelanjutan elektabilitas capres.

Baca Juga :  Pemkot Medan Diminta Buat Kebijakan Pro Rakyat

“Capres tidak ingin masuk jebakan untuk kedua kalinya. Penyajian data yang salah, justru menjadi konsumsi publik yang tidak sehat. Bahkan, ini dapat dimanfaatkan masing-masing kubu untuk saling menyerang,” katanya.

Etika komunikasi politik yang ditunjukkan kedua capres saat debat, kata Anang sangat elegan dan penuh canda tawa. Tradisi politik santun ini patut menjadi contoh bagi para elit politik Indonesia yang sedang berkompetisi.

“Etika politik yang kita tangkap saat debat capres, ternyata kedua capres tidak menampakkan saling membenci dan bermusuhan. Canda tawa dan penuh silaturrahim saling ditunjukkan capres kita. Etika ini saya kira sangat baik untuk selanjutnya diikuti para pendukungnya agar tidak saling serang,” kata Anang.

Dosen Komunikasi Politik Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial UINSU ini berharap debat capres kelima mendatang harus lebih berwarna. Yang terpenting lagi, masing-masing capres tidak asal ngomong, tetapi data yang menjadi materi debat lebih sehat dan mencerdaskan para pemilih. Sehingga pemilihan benar-benar menjatuhkan pilihannya berdasarkan data yang disampaikan capres. (SB/01/AA)

Tinggalkan Balasan

-->