Kemerdekaan Pers pada HPN Dikritik Pedas

sentralberita|Jakarta~ Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menjelaskan, pers harusnya bisa menjadi fungsi kontrol bagi pemerintah. Serta menjadi penyambung ucapan rakyat.

“Sebagai penyambung lidah publik, tentunya jadi memprihatinkan ketika sebagian pers hari ini lebih banyak hadir sebagai brosurnya penguasa, dan bukannya sebagai watch dog yang mengawasi jalannya pemerintahan,” ujarnya.

“Ini pula saya kira yang telah membuat kenapa kepercayaan publik kepada media-media mainstream kemudian cenderung melemah dan sumber informasi jadi beralih hampir sepenuhnya kepada ‘jurnalisme warga’ yang ada di media sosial,” sambungnya.

Fadli menilai ancaman terbesar kemerdekaan pers adalah ada pada insan pers itu sendiri. Karena itu, dia berharap pers bisa kembali pada khittahnya sebagai pilar demokrasi Indonesia.

Baca Juga :  Tinjau Taman Sains Teknologi Herbal dan Hortikultura, Wapres Gibran Apresiasi Inovasi Riset dan Hilirisasi Produk

“Itu sebabnya pada peringatan Hari Pers Nasional ini, kita berharap agar pers di tanah air bisa mengingat kembali khittahnya sebagai fourth estate, alias pilar keempat demokrasi,” ucapnya.

Penilaian Fadli terhadap pers ini terkait penghargaan yang diberikan tidak pas untuk Jokowi. Sebab, kata dia, Jokowi pernah membuat kebijakan pemberian remisi pada otak pembunuhan wartawan Radar Bali meskipun pada akhirnya dibatalkan.

“Selain itu masih hangat pemberian remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali yang membuat banyak orang marah. Penghargaan kepada Pak Jokowi itu memang pantas dikritik,” ungkapnya.

Ia juga merasa heran pemberian penghargaan tersebut justru diberikan pada Jokowi disaat muncul fenomena ‘blackout’ pada berita-berita yang merugikan penguasa. Diantaranya, lanjut Fadli adalah pemberitaan alumni 212.(SB/01/mc)

Baca Juga :  Wakil Gubernur Sumatera Utara, Bupati dan Wakil Bupati Asahan Terpilih Ikuti Gladi Kotor di Monas

Tinggalkan Balasan

-->