Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi, Prekonomian Jauh dari Harapan
Sentralberita| Jakarta~ Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, kondisi perekonomian domestik selama tiga tahun terakhir masih jauh dari harapan. Hal tersebut, tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini masih berada di angka lima persen.
“Padahal target awalnya tujuh persen dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),” kata ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara kepada VIVA.co.id, Kamis 19 oktober 2017.
Menurut Bhima, ada beberapa persoalan struktural yang menyebabkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Selain dari kinerja ekspor yang masih bergantung pada komoditas mentah, hampir 56 persen penopang ekonomi masih mengandalkan konsumsi rumah tangga.
Belum lagi, percepatan pembangunan infrastruktur yang diharapkan menyerap ribuan tenaga kerja dalam meningkatkan daya beli, serta mendorong industri turunan seperti semen dan besi baja nyatanya belum optimal. Padahal, pembangunan infrastruktur seharusnya menciptakan efek berganda.
Bhima pun mengkritisi pergerakan inflasi nasional yang dalam tiga tahun terakhir relatif rendah. Namun, menurutnya, rendahnya inflasi bukan semata-mata karena pengendalian harga yang dilakukan pemerintah berjalan dengan baik, melainkan ada indikasi lemahnya permintaan.
“Inflasi intinya turun, mencerminkan daya dorong dari sisi permintaan lemah,” katanya.
Dari sisi nilai tukar, Indef menilai, rupiah masih cukup rapuh terhadap tekanan eksternal yang bersumber dari ketidakpastian global, terutama terkait kondisi perekonomian Amerika Serikat. Meskipun cadangan devisa tercatat tertinggi dalam sejarah, rupiah bisa melemah di level Rp13.500 per dolar AS.
Sementara itu, dari indikator ketimpangan dan kemiskinan, menurut Bhima, juga disebut belum mengalami perbaikan berarti, tercermin dari rasio gini saat ini masih berada di angka 0,39. Sementara itu, angka kemiskinan justru naik 6.900 orang per Maret 2017. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi.
Yakni, menurut Indef, mulai dari program bantuan sosial yang terlambat, sampai dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang belum berkolerasi positif terhadap kenaikan kesejahteraan di daerah. Hal ini ditambah dengan optimalisasi dana desa yang belum efektif dalam mengatasi persoalan kemiskinan di desa.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap, pemerintah bisa lebih menjaga kondusivitas iklim bisnis di Tanah Air. Kegiatan usaha di dalam negeri diharapkan bisa berjalan dengan lancar dan investasi terus masuk. (SB/vv)