Saat OTT Kadistamben Sempat Bungkam
Sentralberita| Medan~ Mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Sumatera Utara, Eddy Syaputra Salim sempat bungkam ketika terkena operasi tangkap tangan (OTT) Tim Saber Pungli Polda Sumut.
Hal ini terkuak dari penuturan Hasan dan Jefri, polisi yang menangkap Eddy usai menerima suap senilai Rp 14,9 juta. Keduanya dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi pada sidang lanjutan Eddy di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Senin (10/7).
Dikatakan Hasan, saat itu mereka sedang memergoki Suherwin dan Dora, suami istri pengusaha galian C baru saja bertransaksi di ruangan Eddy untuk pengurusan surat izin.”Ada suami istri yang turun dari ruangan. Setelah saya lihat KTP-nya nama Suherwin. Pada awalnya mereka mengatakan tidak memberikan sesuatu, mereka hanya main,” ujar Hasan di hadapan majelis hakim Sriwahyuni.
Mulanya Suherwin dan Dora berniat ingin menutupi bahwa mereka baru saja memberi uang kepada Eddy untuk mengurus penerbitan rekomendasi teknis Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).”Kita lakukan penelitian isi tasnya, ditemukan surat mengurus rekomendasi. Akhirnya mengaku keduanya memberikan uang. Sama-sama kami ke atas dan keduanya menunjuk ruangan terdakwa,” sambungnya.
Melihat kedatangan Suherwin dan Dora kembali ke ruangannya, Eddy pun tercengang karena ada orang lain yang tak dikenalnya. Sempat terdiam, Eddy akhirnya tak bisa mengelak telah menerima uang Rp 14,9 juta dari Suherwan dan Dora.
“Pada awalnya terdakwa, agak terdiam. Lama dia menjawab setelah kami melihat cctv, keduanya (Suherwan dan Dora) ada masuk ke ruangan terdakwa. Terdakwa mengaku uang itu adalah uang terima kasih,” sebut Hasan.
Saat memberi keterangan, kedua saksi di persidangan berulang kali menyebut bahwa Suherwin dan Dora tanpa ada paksaan memutuskan menggunakan jalur yang tidak dibenarkan mengurus surat izin karena sudah berlarut-larut tak kunjung diselesaikan. Sehingga muncul inisiatif keduanya menyuap Eddy senilai Rp 14,9 juta.
“Menurut pengakuannya, mereka (Suherwin dan Dora) keadaan terpaksa datang dari Perbaungan selalu tidak dilayani. Pak Kadis (Eddy) selalu sibuk. Permohonan itu sudah lengkap, namun ada kata-kata pegang dululah, tunggu pemohon menghadap saya,” ujar Jefri menimpali.
Menanggapi pernyataan kedua saksi, penasihat hukum Eddy, Mulyadi mencecar saksi yang juga merupakan tim penyidik dalam kasus ini. Salah satunya, pertimbangan penyidik hanya menetapkan Eddy sebagai satu-satunya tersangka. Padahal seharusnya pemberi suap yakni Suherwin dan Dora juga layak dijadikan tersangka sesuai Pasal 5 Undang-undang Tentang Korupsi.
“Ada yang memberi dan menerima. Jadi Suherwin dan Dora apakah tidak dapat disebutkan sebagai penerima sesuai Pasal 5. Kenapa tidak melakukan pendalaman dan apa motifnya. Begitu dalam penyidik memeriksa terdakwa, tapi penyidik tidak melakukan pendalaman. Mohon maaf kami kritik, penyidik tidak profesional,” ucap Mulyadi.
Dari jawaban yang diberikan kedua saksi menjelaskan, mereka hanya ditugaskan untuk fokus kepada OTT begitu juga saat gelar perkara di Polda Sumut.
“Kami hanya melakukan OTT. Dari hasil gelar perkara, kami diperintahkan fokus terhadap OTT. Dari hasil gelar perkara, belum satu pun yang mengarah ke situ. Sekali lagi saya katakan, kami hanya difokuskan dalam OTT. Tapi Polda siap melakukan pemeriksaan nanti setelah ada perintah di persidangan, kami siap jalankan,” ujar Hasan. (SB/lin)