16 Pulau Diakuasai Asing Sejak Tahun 2014

Sentralberita | Jakarta~Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, sedikitnya ada 16 pulau dan gugusannya yang telah dikuasai asing sejak tahun 2014. Data ini menunjukkan bahwa praktik privatisasi dan komersialisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih berlangsung.

Padahal, Mahkamah Konstitusi telah menafsirkan bahwa kedua praktik tersebut melawan konstitusi pasal 28 dan pasal 33 UUD 1945.
Kiara menemukan fakta bahwa 16 pulau yang dikuasai asing dan tidak bisa diakses tanpa izin tersebar di wilayah DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Lima pulau kecil sudah dikelola investor sejak 2014 dengan nilai investasi Rp 3,074 triliun.
Terlebih, UU 1/2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil mengatur bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin menteri. Sebagaimana tertuang dalam pasal 26A ayat 1.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti menjelaskan, berdasarkan UU Pokok Agraria, pengelola pulau oleh perusahaan atau perorangan dibatasi pada luasan tertentu. Di mana, kisarannya sebesar 70 persen dari luas pulau, sedangkan 30 persen lagi tetap dikelola oleh negara. Regulasi tersebut menutup kemungkinan para investor baik asing maupun pengusaha lokal dapat menguasai dan memiliki pulau-pulau kecil dan terluar.
KKP juga melakukan pendataan ulang pulau-pulau yang selama dikelola secara perorangan maupun perusahaan dengan sertifikasi dan verifikasi atas tanah di 111 Pulau-Pulau Kecil dan Terluar (PPKT).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih menilai, pengelolaan pulau oleh asing berpotensi memicu masalah baru jika pemerintah tidak siap. Hal itu karena banyak persoalan yang seharusnya perlu diselesaikan terlebih dulu, baik dari sisi regulasi, pertahanan, hingga infrastruktur.
Mengingat, dari sekitar 17.000 pulau, sebanyak 4.000 pulau terluar saat ini belum dikelola oleh pemerintah. Hal itu pun memberi konsekuensi pada belum adanya nama pulau secara resmi. Padahal, sesuai prosedural dalam United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, untuk kepentingan pengelolaan dibutuhkan identitas jelas dan sah alias diakui negara. Sehingga, pemerintah wajib mendaftarkan kepada PBB ribuan pulau yang masuk wilayah Indonesia.
Menteri Susi sendiri meyakini bahwa langkah penertiban dan sertifikasi pulau-pulau terluar merupakan hal yang sangat penting karena menyangkut batas wilayah NKRI. Dia menegaskan bahwa pulau-pulau kecil dan terluar tersebut tidak akan biarkan dikuasai oleh pihak asing. (SB/01/rmol)