Seminar UU ITE: Medsos Saingan Jurnalis

Abdul Hakim Siagian, Wardjamil dan Agus Sudibyo narasumber seminar uu ITE yang diselenggarakan PWI Sumut, Kamis (29/12) (foto-SB/01)
Abdul Hakim Siagian, Wardjamil dan Agus Sudibyo narasumber seminar uu ITE yang diselenggarakan PWI Sumut, Kamis (29/12) (foto-SB/01)

Sentralberita Medan~ PWI Pusat diwakili Ketua Bidang Daerah, Atal S Depari sekaligus membuka seminar, Kamis (29/12/2016) membuka  seminar sehari tentang UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang diselenggarakan PWI Sumut di Hotel i Hotel Garuda Plaza Medan.

Menurutnya, saat ini Medsos lebih aktual dari jurnalis.“Jadi pakam kita sesuai dengan kode etik. Medsos merupakan saingan jurnalis,”katanya sembari menyebut perbandingan Media Koran terbesar di Korea dengan oplah 2 juta menjadi 1 juta.

“Lamban laut kita akan bermain main dengan ITE.Jurnalis juga kita harus paham dan kalau kita terapkan kode etik juga tidak ada masalah,”akhirinya

Sebelumnya, Ketua Panitia Seminar, Drs H Sofyan Harahap, menyampaikan ada 17 kegiatan dilakukan PWI meski tidak merinci. Dikatakan, saat ini Medsos sangat penomenal.

“Internet dan lainnya sangat luar biasa. Mencapai 70 juta di indonesia. Dunia 1 menit ada 100 jutaa lebih,”katanya.

Baca Juga :  Jamiyah Batak Muslim Indonesia-JBMI Laksanakan Safari Qurban Kepelosok Sumatera Utara

Sedangkan Ketua PWI Sumut, H Hermansjah SE, dikesempatan itu menyampaikan telah mengundang pihak kepolisian untuk hadir dalam seminar. “PWI dan polisi ada kontrak kerjasama,”katanya.

Sementara pembicara lain adalah Abdul Hakim Siagian, praktisi hukum serta Wardjamil, Sekretaris Redaksi Harian Analisa, Agus Sudibibyo, sementara moderator adalah Azrin Marida.

Para peserta seminar adalah wartawan dan pengelola dari media cetak dan online serta mahasiswa jurnalistik.

Menurut Agus, munculnya inisiatif the right to be forgotten dalam UU ITE untuk menciptakan mekanisme hukum yang memungkinkan penghapusan informasi (teks, video, dan foto) atau akses informasi digital yang tidak relevan lagi atau berpotensi merugikan kepentingan seseorang.

Ini merupakan problem, sebab pelembagaan the right to be forgotten dianggap akan memunculkan ancaman sensor bagi media massa serta dapat mereduksi potensi-potensi deliberasi media internet.

Sebab itu, Agus membatasi lokus the right to be forgotten pada empat bagian, diantaranya, 1) penyebarluasan informasi melalui media jurnalistik online; 2) penyebarluasan informasi melalui media online nonjurnalistik; 3) penyebarluasan informasi melalui search engine, serta 4) pengolahan dan penggunaan data perilaku pengguna search engine atau media sosial untuk periklanan digital.

Baca Juga :  Ilhamsyah: KPU Madina Tak Punya Hak Menyatakan Rekomendasi Bawaslu Cacat Hukum

“Intinya, penyebarluasan informasi melalui media jurnalistik harus merujuk kepada UU Pers No 40 Tahun 1999 dan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber. UU Pers telah mengatur perlindungan dan penghormatan atas privasi,” tukas Agus.

Sementara, Pedoman Pemberitaan Media Siber lebih detail lagi mengatur kewajiban media untuk menghapus atau meralati berita yang tidak berimbang, menghakimi, dan mengancam keselamatan atau masa depan seseorang.

“Pengaturan the right to be forgotten dalam UU ITE harus merujuk kepada ketentuan ini,” tegasnya. (SB/01)

Tinggalkan Balasan

-->