Fintech Lending Berkontribusi Terhadap Pembangunan Ekonomi

sentralberita|Medan~Saat ini pertumbuhan ekonomi teknologi atau dikenal Finance Technology (Fintech) sangat pesat dan mampu memberikan kontribusi cukup besar bagi pembangunan ekonomi.
Deputi Direktur Pengaturan, Penerapan dan Pengembangan Fintech OJK Kantor Pusat Munawar mengatakan hal itu kepada wartawan pada acara pelatihan dan gathering media massa Kantor Regional 5 Sumbagut di Hotel The Phoenix Yogyakarta Jumat (13/9).
Munawar menjelaskan kontribusi fintech lending terhadap pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan beberapa lini ekonomi. Selama kurang dari dua tahun, fintech lending mampu menambah GDP atau Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp25,97 triliun. Juga menyerap tenaga kerja sebanyak 215.433 orang. Menstimulasi pertumbuhan perbankan 0,8 persen, perusahaan pembiayaan 0,6 persen dan ICT 0,2 persen. Menambah pendapatan (upah dan gaji) sebesar Rp4,56 triliun.
“Fintech lending terbukti meningkatkan penyaluran kredit khususnya ke sektor UMKM,” kata Munawar.
Menurutnya, fintech itu layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Jasa keuangannya pembayaran, pendanaan, perbankan, pasar modal, diasuransikan, jasa pendukung dan inovasi keuangan digital lainnya. “Semua itu dilakukan dengan menggunakan internet,” ujarnya.
Kategorinya Payment; card payment, e-money, transfer, resistance dan e-wallet. Crowd founding; loan based cross funding (fintech P2P lending), digital banking, capital market, insurtech dan supporting fintech
Fintech lending/peer to peer (P2P) merupakan layanan pinjam meminjam yang secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. POJK nomor 77/2016 tentang P2P Lending.
“Pemerintah dorong UMKM memanfaatkan fintech untuk pinjaman modal usaha,” katanya.
Saat ini, katanya, terdata 1.350 fintech ilegal dan sudah ditutup oleh Satgas Waspada Investasi (SWI). Fintech yang terdaftar/berizin 127. “Masyarakat diharapkan melapor ke OJK atau SWI bila menemukan ada fontein lending ilegal,” kata Munawar.
Untuk fintech yang legal (terdaftar dan berizin), jika telat pembayaran maka dikasi tempo satu tahun hanya dengan bayar modal. Sedangkan fintech ilegal selalu meminta data nama dan telepon sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan calon nasabah tersebut. Sehingga kalau terjadi telat pembayaran maka seluruh nomor telepon dan alamat yang diberikan terus dihubungi dengan harapan nasabah mendapat malu. Untuk itu, dia minta data yang sangat berbahaya yakni kamera, lokasi dan microphone. “Kalau data tersebut diberikan maka seluruh data nasabah tersebut diketahui banyak orang,” katanya.
Dia mengakui, fintech ini sebagai salah satu upaya stimulus terhadap perekonomian. Tantangannya pada masih banyaknya masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap data keuangan dan tidak memiliki akun di bank. Tercatat ada 1,7 miliar orang dewasa tidak memiliki akun di bank.
Indeks literasi keuangan pada tahun 2013 sebesar 21,84 persen dan tahun 2016 sebesar 29,66 persen. Akhir tahun 2019 ditargetkan mencapai 35 persen. Namun inklusi keuangan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 59,74 persen, tahun 2016 sebesar 67,82 persen. Akhir tahun 2019 ditargetkan mencapai 75 persen. (SB/wie)