Revitalisasi Sekolah, Upaya Konkret Investasi Masa Depan

Oleh: Tamara Rizki | sentralberita ~Pendidikan adalah jalan utama bangsa menuju kemajuan. Namun, cita-cita besar mencerdaskan kehidupan bangsa tidak akan pernah tercapai tanpa sarana dan prasarana yang layak. Ruang kelas yang bocor, toilet yang tidak sehat, perpustakaan yang kosong, atau laboratorium yang rusak menjadi gambaran nyata bagaimana akses pendidikan sering kali masih timpang. Dalam konteks inilah program Revitalisasi Sekolah hadir, bukan sekadar sebagai proyek infrastruktur, melainkan investasi jangka panjang untuk memastikan anak-anak Indonesia dapat belajar dalam ruang yang aman, nyaman, dan bermutu.

Revitalisasi sekolah adalah wujud komitmen negara terhadap hak dasar pendidikan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdasmen) mengalokasikan dana besar agar sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dapat kembali kokoh, sehat, dan fungsional. Lebih dari sekadar fisik bangunan, revitalisasi adalah pesan bahwa negara peduli: tidak boleh ada satu pun anak bangsa yang belajar di ruang yang tidak layak.

Namun, revitalisasi sekolah tidak boleh dipandang hanya sebagai cat dinding baru atau atap yang diperbaiki. Lebih penting adalah bagaimana seluruh prosesnya dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dengan begitu, revitalisasi sekolah bukan hanya meninggalkan gedung kokoh, melainkan juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Prioritas, Sasaran, dan Anggaran Program 2025

Program revitalisasi sekolah tahun 2025 memiliki sasaran yang sangat ambisius dan menyeluruh. Pemerintah menargetkan 10.440 satuan pendidikan yang akan direvitalisasi. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan representasi nyata dari jutaan anak yang akan mendapat ruang belajar lebih baik. Sasaran ini mencakup PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB, hingga Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dengan distribusi yang merata di berbagai provinsi.

Dari sisi prioritas, revitalisasi diarahkan pada fasilitas vital yang menjadi penopang proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut,

  1. Ruang kelas sebagai jantung kegiatan belajar-mengajar.
  2. Ruang guru dan ruang administrasi yang mendukung profesionalisme tenaga pendidik.
  3. Perpustakaan sebagai pusat literasi dan budaya membaca.
  4. Laboratorium untuk eksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
  5. Toilet sehat demi menjaga martabat dan kesehatan peserta didik.
  6. Unit Kesehatan Sekolah (UKS) sebagai garda depan pelayanan kesehatan di lingkungan sekolah.

Keseluruhan program ini ditopang oleh anggaran besar, yakni Rp 17,1 triliun. Dana tersebut sebelumnya dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum, kini dialihkan ke Kemendikdasmen agar lebih fokus pada kebutuhan pendidikan. Pengalihan ini bukan sekadar teknis administrasi, melainkan penegasan bahwa revitalisasi sekolah harus berada di tangan kementerian yang benar-benar memahami kebutuhan pendidikan di lapangan.

Baca Juga :  Membiarkan “Fantasi Sedarah” Beredar: Melegitimasi Kekerasan Seksual di Balik Dalih Kebebasan Berekspresi

Dengan alokasi dana sebesar itu, jelas bahwa revitalisasi sekolah adalah prioritas negara. Namun, tantangan besar tetap ada: bagaimana memastikan setiap rupiah benar-benar sampai ke ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium, bukan berhenti di kantong oknum.

Mekanisme Swakelola adalah Transparansi dan Partisipasi Publik

Salah satu pembeda program revitalisasi sekolah 2025 dengan proyek pembangunan pada umumnya adalah mekanisme pelaksanaannya. Revitalisasi dilakukan melalui swakelola, artinya dana disalurkan langsung ke rekening sekolah untuk dikelola secara mandiri bersama masyarakat setempat.

Untuk menjamin akuntabilitas, setiap sekolah wajib membentuk Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP). Panitia ini tidak hanya terdiri dari pihak internal sekolah, tetapi juga melibatkan masyarakat, orang tua, dan tokoh lokal. Dengan begitu, pembangunan sekolah bukan sekadar “proyek pemerintah”, melainkan gotong royong bersama warga.

Selain itu, ada pendampingan teknis dari perguruan tinggi, Dinas Pendidikan, serta Kementerian. Pendampingan ini penting agar sekolah tidak berjalan sendiri, tetapi tetap mendapat arahan profesional tentang tata cara pembangunan yang sesuai standar. Dengan adanya tim teknis, mutu bangunan dapat dipastikan, mulai dari kualitas material hingga kesesuaian desain dengan kebutuhan pendidikan.

Mekanisme swakelola ini patut diapresiasi. Ia membuka ruang transparansi dan kontrol sosial. Orang tua siswa bisa melihat langsung bagaimana dana digunakan, masyarakat bisa mengawasi kualitas pembangunan, dan sekolah dapat lebih bertanggung jawab karena merasa memiliki hasil pembangunan. Inilah bentuk konkret demokratisasi pembangunan di sektor pendidikan.

Namun, mekanisme ini juga menuntut kedisiplinan tinggi. Tanpa keterbukaan laporan, swakelola bisa tergelincir pada praktik lama yang ingin ditinggalkan: mark-up anggaran, pemotongan dana, atau pengadaan barang yang tidak sesuai standar. Oleh karena itu, publik harus diberi akses informasi yang jelas, mulai dari papan proyek yang transparan hingga laporan keuangan yang terbuka.

Revitalisasi Bebas KKN: Jalan Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua

Tantangan terbesar dari program revitalisasi sekolah adalah memastikan pelaksanaannya bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejarah pembangunan di Indonesia menunjukkan betapa seringnya niat baik pemerintah dicederai oleh oknum yang menjadikan proyek sebagai “ladang basah”. Jika itu terjadi pada program revitalisasi sekolah, maka dampaknya akan sangat merugikan: anak-anak kehilangan hak belajar yang layak, guru kehilangan dukungan infrastruktur, dan masyarakat kehilangan kepercayaan.

Baca Juga :  Ulang Tahun SMSI: Sewindu Mengarungi Disrupsi Multidimensi

Setiap rupiah dari Rp 17,1 triliun adalah amanah. Dana itu adalah titipan untuk masa depan generasi muda Indonesia. Mengorbankannya demi keuntungan sesaat sama saja dengan merampas hak anak bangsa untuk mendapat pendidikan bermutu. Oleh karena itu, integritas dalam program ini adalah harga mati.

Langkah positif sudah diambil dengan mekanisme swakelola dan pendampingan teknis. Namun, itu saja tidak cukup. Perlu ada transparansi penuh dalam setiap tahapan pembangunan, Partisipasi masyarakat dalam pengawasan bukan sekadar formalitas, Evaluasi independen oleh lembaga akademik dan masyarakat sipil serta Penegakan hukum tegas bagi siapa pun yang mencoba bermain-main dengan dana pendidikan.

Jika revitalisasi sekolah dapat berjalan bersih dan bebas KKN, maka ia akan menjadi preseden baik: pembangunan infrastruktur yang transparan, partisipatif, dan benar-benar berpihak pada rakyat.

Lebih dari itu, revitalisasi sekolah yang bersih akan mengirim pesan kuat bahwa negara serius membangun pendidikan. Anak-anak akan belajar di ruang yang sehat, guru mengajar di lingkungan yang mendukung, dan masyarakat percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan benar-benar kembali untuk kemajuan bangsa.

Revitalisasi sekolah adalah wajah baru komitmen pemerintah terhadap pendidikan. Ia bukan hanya perbaikan bangunan, melainkan perbaikan kepercayaan antara negara dan rakyatnya. Dengan prioritas fasilitas yang menyeluruh, sasaran yang ambisius, anggaran besar, mekanisme swakelola, serta pengawasan partisipatif, program ini punya peluang besar menjadi tonggak penting sejarah pendidikan Indonesia.

Namun, semua itu hanya akan berarti jika dijalankan dengan integritas. Pendidikan yang bermutu hanya bisa tumbuh dari fondasi yang bersih. Saat ruang belajar dibangun tanpa KKN, anak-anak akan belajar tentang kejujuran dari lingkungan mereka sendiri.

Revitalisasi sekolah adalah investasi moral dan material bangsa. Mari kawal bersama agar ia benar-benar menghadirkan pendidikan bermutu untuk semua, bebas dari praktik curang, dan menjadi warisan terbaik bagi generasi mendatang. (Penulis adalah Alumni Pascasarjana Universitas Islam Indonesia)

-->