Intan Pratiwi, Mengabdi Lewat Dhamma, Menjembatani Kedamaian
sentralberita | Tebing Tinggi ~ Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, ada sosok-sosok yang mendedikasikan dirinya untuk menyebarkan nilai-nilai luhur dan menjaga harmoni dalam masyarakat.
Salah satunya adalah Intan Pratiwi, seorang perempuan kelahiran Deli Tua, 8 Maret 1998, yang kini siap mengemban amanah sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Penyuluh Agama Buddha di Kantor Kementerian Agama Kota Tebing Tinggi. Perjalanan Intan, dari seorang guru agama hingga menjadi penyuluh adalah cerminan tekad dan panggilan hati untuk berbagi kedamaian.
Sebelum mengenakan seragam abdi negara, Intan Pratiwi adalah sosok yang akrab dengan dunia pendidikan. Selama sembilan tahun, ia mengabdikan diri sebagai guru agama di salah satu sekolah swasta plus di Kota Medan. Di sana, ia menanamkan nilai-nilai Buddha kepada murid-muridnya di tingkat sekolah dasar.
“Saya merasa senang bisa berbagi ajaran Buddha kepada anak-anak didik saya,” kenang Intan, yang merupakan lulusan STAB Bodhi Dharma Medan tahun 2015.
Kecintaannya pada Dhamma tak hanya terbatas di ruang kelas. Intan juga pernah mengukir prestasi dalam lomba ceramah Dhamma di tingkat provinsi dan nasional. Pengalaman ini, baginya, bukan sekadar sebuah pencapaian, melainkan pemicu semangat untuk menyebarkan ajaran Buddha kepada lebih banyak umat, khususnya di Sumatera Utara.
“Itu membuat saya merasa semakin tertantang untuk bisa menyebarkan ajaran Buddha ke lebih banyak umat Buddha khususnya di Sumatera Utara,” ujarnya.
Maka, ketika kesempatan seleksi CPNS 2024 membuka formasi penyuluh Agama Buddha, Intan tak ragu untuk mendaftar. Baginya, ini adalah langkah nyata untuk memperluas jangkauan dakwahnya dan mewujudkan panggilan jiwa.
Perjalanan menuju status CPNS bukanlah tanpa hambatan. Intan mengakui bahwa proses seleksi CPNS menuntut persiapan yang matang.
“Tantangannya harus banyak belajar lagi tentang tata negara, UUD dan hal-hal lain yang sudah lama tidak dipelajari,” ungkap Intan.
Namun, di antara berbagai tahapan seleksi yang menguras pikiran dan tenaga, ada satu momen yang paling berkesan dan menantang baginya : ujian wawancara.
“Pada saat ujian wawancara, cukup banyak pertanyaan-pertanyaan tak terduga yang ditanyakan dan itu membuat saya merasa tertantang dan harus lebih banyak lagi belajar,” kisahnya. Momen ini menjadi titik balik baginya untuk terus belajar dan memperkaya diri.
Bagi Intan, peran seorang penyuluh agama Buddha dalam konteks pemerintahan dan masyarakat Indonesia yang majemuk sangatlah krusial. Ia melihat penyuluh sebagai “jembatan untuk menciptakan keadaan yang harmonis dan menjadi jembatan bagi berbagai golongan yang ada.” Pandangan ini menunjukkan pemahamannya yang mendalam akan pentingnya kerukunan dalam keberagaman.
Setelah resmi menyandang status CPNS penyuluh agama Buddha, Intan memiliki harapan besar. Ia ingin dapat memberikan kontribusi yang berarti, khususnya bagi umat Buddha, dan membawa dampak positif di tengah masyarakat.
“Harapannya setelah menjadi penyuluh, semoga saya mampu memberikan sesuatu yang baik dalam penyuluhan khususnya untuk umat Buddha dan dapat bermanfaat di lingkungan masyarakat dengan memberikan hal-hal positif yang bisa menciptakan kedamaian di lingkungan masyarakat khususnya di Kota Tebing Tinggi,” harapnya.
Lebih lanjut, Intan juga menekankan peran vital penyuluh agama Buddha dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Dengan menyampaikan ajaran Buddha yang mengedepankan nilai-nilai kedamaian, toleransi, dan kasih sayang, serta mengimplementasikan konsep moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari, seorang penyuluh dapat menjadi garda terdepan dalam merawat harmoni sosial.
Dari pengalaman seleksi CPNS yang ia jalani, Intan Pratiwi memetik pelajaran berharga yang ingin ia bagikan kepada siapapun yang hendak mengikuti seleksi CPNS: “Memiliki persiapan yang matang dan sikap yang tenang selama mengikuti seluruh proses dari awal pemberkasan hingga ujian-ujian yang akan dilalui.”
Intan Pratiwi adalah representasi dari generasi muda yang tak hanya cerdas, tetapi juga memiliki panggilan jiwa untuk mengabdi. Dengan bekal pengetahuan, pengalaman, dan semangat kedamaian, ia siap menjadi penerang dan penjaga harmoni di tengah masyarakat Indonesia. (01/red)