Saksi Ahli Dugaan Korupsi PT.PSU Sebut Hasil Auditnya Berdasarkan Kesepakatan Dengan Jaksa

Sidang yang digelar di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan.(f-ist)

sentralberita | Medan ~ Sidang lanjutan tiga terdakwa dugaan korupsi PT.PSU Kabupaten Mandailing Natal ( Madina)  yakni Dr Heriati Chaidir dan Darwin Sembiring dan M.Syafi’i yang digelar di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan beragendakan mendengarkan keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (26/6/2022).

Dalam sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin, SH, MH itu berlangsung tegang. Pasalnya diarena persidangan saksi ahli audit keuangan negara Hernold Feri Makawimbang yang dihadirkan oleh jaksa, tidak mampu menjelaskan tentang gantirugi tanam tumbuh di lokasi kebon Simpang Koje dan Kampung Baru.

Seperti diketahui,diawal persidangan kuasa hukum ketiga terdakwa mengajukan keberatan dengan ahli Hernold yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) dari Kejatisu di persidangan.

Selain bukan Sarjana hukum,tidak pula ahli akuntan sehingga dipandang tidak memiliki kompetensi melakukan penghitungan kerugian negara.

Dan benar saja,

 ketika dicecar hakim terkait seberapa kerugian yang masing masing ditimbulkan oleh ketiga terdakwa,ahli Hernold tidak bisa menjelaskan.

” Saudara ini katanya ahli menghitung kerugian negara,anda jangan main main ya,ini menyangkut nasib ke 3 orang ini.Kalau anda bilang menghitung berdasarkan laporan dari Ngadino ( KTU PSU),anak SD juga bisa tinggal ambil kalkulator”,senggak hakim anggota As’ad Rahim Lubis saat mencecar saksi.

Baca Juga :  Segelas Air Sepenuh Hati, Pesan Pelayanan dari Rico Waas

Dan selain itu saksi ahli juga beberapa kali ditegur oleh Majelis Hakim mengenai keahliannya di BAP. 

“Jadi keahlian saudara apa, ahli ngapai aja? Ini hanya mengcopy paste dari jaksa saja,” tegas Anggota Majelis Hakim, As’ad Lubis, SH, MH.

Nah didalam persidangan tersebut, ahli juga tampak kebingungan menjawab pertanyaan masing-masing penasehat hukum dari terdakwa yakni Dr OK Isnainul SH MH, M.Sa’i Rangkuti SH MH dan Datuk Zulfikar SH selaku penasehat hukum Darwin Sembiring.

Sedangkan ahli kedua Irham dari Dinas Kehutanan Sumatera Utara yang dihadirkan Jaksa menjelaskan mengenai tapal batas lahan yang berada di wilayah Hutan produksu terbatas ( HPT ) baik di kebon Simpang Koje maupun Kampung Baru.

Namun seiring waktu berjalan,diakuinya sejak lahirnya UU Cipta Kerja tahun 2020,saat itu juga telah diajukan ke Kementerian Kehutanan agar kawasan tersebut menjadi kawasan perkebunan PT.PSU.

” Jadi akibat keterlanjuran itu banyak juga terjadi di semua daerah di Indonesia,makanya UU Cipta Kerja keluar,sebab banyak terjadi seperti ini,jadi PSU sudah mengajukan itu,dan tidak ada lagi persoalan di PT.PSU”,jelas ahli.

Diluar persidangan,OK Isnainul menyebutkan pada intinya  keberatan dari awal, karena sudah melihat tidak ada kompetensi dia ( saksi audit) sebagai seorang saksi mengenai kerugian negara. Dan terbukti juga fakta dari persidangan hakim juga pada akhirnya agak emosi melihat kesaksian daripada saksi ahli yang pertama tadi. Begitu juga dengan pertanyaan pertanyaan yang kami penasehat hukum ajukan, seperti tadi dia tidak bisa membedakan ganti rugi tanam tumbuh, dan ganti rugi lahan. Tetap juga dia berkeras bahwasanya ganti rugi tanam tumbuh adalah ganti rugi lahan yang merupakan hak milik. Padahal nyata nyata judulnya aja GRTT, 

Baca Juga :  KPU Sumut Akan Gelar PSU, Kamis

“Jadi disitu kami melihat dia tidak ada kepahaman hak keperdataan yang melekat kepada masyarakat penggarap, karena tanaman itukan mereka yang menguasai puluhan tahun. Dan mereka ada legalitasnya walaupun legalitasnya dari pemerintah setempat, dan itulah yang diakui. Dan mengetahui pemerintah setempat itu mereka menguasai dan mengusahai lahan itu selama puluhan tahun, menanam dan sebagainya. Jadi kalau seandainya dia itu tidak diberikan ganti rugi ini akan mencederai rasa keadilan dia, karena tanam tumbuh itu melekat hak keperdataan milik dia, tapi kalau tanah memang tidak melekat karena itu tanah yang dikuasai oleh negara, bukan tanah yang dimiliki negara, dalam hal ini dinas kehutanan,” jelas OK Isnainul.( FS)

-->