Tarif Internet Indonesia Lebih Murah Dari Negara Lain
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Sarwoto Atmosutarno Kamis (23/12. (F-ist)
sentralberita | Jakarta ~ Dalam rangka merespons isu terkait perbandingan layanan tarif broadband internet Indonesia, MASTEL merasa perlu memberikan pencerahan kepada publik mengenai gambaran pembangunan sektor internet saat ini.
Melalui siaran pers ini, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Sarwoto Atmosutarno Kamis (23/12) menyampaikan beberapa hal.
Di tengah stagnasi pertumbuhan pendapatan yang dihadapi oleh penyedia, Indonesia memiliki tarif rata-rata terendah untuk MBB berbasis volume sebesar 0,31 dolar AS/GB pada tahun 2020 (lebih mahal dari India 0,11 dolar AS tetapi lebih murah dari Malaysia 0,56 dolar AS dan Brasil 1,16 dolar AS). Tarif MBB Indonesia ini mengalami penurunan dari 0,43 dolar AS/GB pada data tahun 2019 dari McKinsey.
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1995 secara sadar telah menyerahkan industri telekomunikasi yang kemudian berkembang menjadi industri internet kepada mekanisme pasar. Menyerahkan pasokan internet kepada multioperator para penyelenggara jasa dan/atau jaringan internet yang jumlahnya lebih dari 100 penyelenggara besar dan kecil.
Dengan demikian, pemerintah sudah tidak pernah berinvestasi lagi di bidang penyelenggaraan telekomunikasi dan internet selama lebih dari 25 tahun. Pemerintah diharapkan berperan dalam mendukung kesehatan industri ini melalui regulasi yang mengatur keseimbangan tingkat pengembalian investasi, kualitas layanan dan perlindungan konsumen.
“Investasi pada penyelenggaraan jasa dan jaringan internet di Indonesia relatif lebih mahal untuk sifat teknologi yang cepat usang (obsolete).”, ungkap Sarwoto.
Sarwoto mengatakan demografi Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk dan 17.100 pulau dari aspek geografis. Panjang dari Timur ke Barat adalah 5120 km dan dari Utara ke Selatan adalah 1.760 km, di mana 3,1 juta km persegi adalah air, terbagi menjadi 514 kabupaten dan kota, membutuhkan akses internet untuk mempercepat Transformasi Digital dan Ekonomi Digital terutama untuk bangkit dari dampak pandemi COVID-19.
“Akses internet ini diperlukan untuk membangunkan desa dan UMKM yang menjadi tumpuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Ia mengatakan kondisi geografis Indonesia yang unik dan menjadi tantangan bagi industri, khususnya penyedia internet. Pesatnya perkembangan teknologi membuat pasar internet Indonesia dipenuhi oleh layanan internet Fixed Broadband (FBB) dan Mobile Broadband (MBB), bahkan konvergensi baik wireless maupun non-wireless.
“Kami sangat bersyukur karena Indonesia sebagai negara berkembang telah memasuki pasar internet broadband, pasar dengan permintaan kecepatan lebih dari 2MB/s, selama lebih dari sepuluh tahun,” jelas Sarwoto.
Dari catatan MASTEL, investasi yang ditanamkan operator cukup besar. Pada tahun 2020 telah dibangun 169.833 KM Fiber Optic, 133 Transponder Satelit, 117 Internet Points Of Presence (POP), dan 26 Data Center yang dibangun. Pertumbuhan investasi secara umum rata-rata meningkat 4 persen per tahun. Investasi ini juga membuat adopsi digital Indonesia meningkat sebesar 32 persen tumbuh dua kali lipat sebelum pandemi.
Investasi ini mendukung layanan MBB dan FBB atau konvergensinya. Meski dari segi stabilitas yang kurang karena faktor blank spot, pasar MBB di Indonesia mendominasi dengan pendapatan di tahun 2020 sebesar Rp117 triliun, sementara FBB sebesar Rp29 triliun. (F-wie)