Rumah Sakit Diminta Tambah Tempat Tidur Pasien Covid

sentralberita | Jakarta ~ Lonjakan kasus positif Covid-19 beberapa hari terakhir, hingga menyentuh angka 14.224 pada Sabtu (16/1/2021) menyebabkan sejumlah rumah sakit (RS) penuh. Bed occupancy rate (BOR) atau tingkat hunian RS di DKI Jakarta maupun sejumlah daerah lain bahkan lebih dari 90%.

Seluruh RS baik milik pemerintah maupun swasta diminta untuk segera merespons surat edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemkes) terkait penambahan kuota tempat tidur untuk pasien Covid-19.

Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemkes, Abdul Kadir, mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan SE kepada dinas kesehatan dan seluruh rumah sakit untuk meminta mereka menambah kuota tempat tidur bagi pasien Covid-19 sejumlah 30% hingga 40%.

“SE Menkes sudah ada sejak minggu lalu untuk meminta seluruh RS melakukan konversi atau penambahan sekitar 30% sampai 40%. Kami minta sedapat mungkin semua RS harus merespons SE ini,” kata Kadir, Senin (18/1/2021).

Kadir mengatakan, SE ini sifatnya wajib, tetapi tetap memperhatikan kondisi RS memungkinkan atau tidak untuk menambah kuota. Untuk RS vertikal atau di bawah Kemenkes diwajibkan segera menambah kuota 40%. Seluruh RS yang melayani Covid-19 sendiri berjumlah 2.000 lebih.

Menurut Kadir, yang diminta ke RS adalah tempat tidur yang selama ini untuk perawatan pasien non Covid-19 dikonversi menjadi tempat perawatan pasien Covid-19. Pasalnya ada beberapa RS memiliki jumlah tempat tidur banyak, tetapi pemanfaatan untuk pasien Covid-19 masih sedikit. Dengan demikian RS tersebut tidak perlu menambah biaya, waktu dan tenaga untuk meningkatkan kapasitas. Tenaga kesehatan yang sudah ada pun bisa dioptimalkan.

Baca Juga :  Menangkal Ancaman Siber di Era Digital Ala Relawan Perisai Prabowo

“Kita tidak minta untuk penambahan gedung, ruang atau tempat tidur baru. Yang kita minta adalah konversi. Misalnya dari total tempat tidur RS di DKI Jakarta ada 5.000, yang selama ini didedikasikan untuk Covid-19 hanya 10%, maka kita minta naikkan jadi 30% atau 40%,” kata Kadir.

Menurut Kadir, dalam beberapa hari terakhir penambahan kasus tinggi, tetapi tidak semuanya masuk RS. Karena berapa banyak pun tempat tidur yang disediakan tetap akan jebol bila seluruh pasien positif dirawat di RS.

Kadir mengingatkan RS untuk menerapkan seleksi terhadap pasien yang dirawat berdasarkan buku panduan penanganan dan penanggulangan Covid-19 edisi 5 bahwa RS wajib selektif terhadap pasien yang dirawat. Pasien positif tanpa gejala atau gejala ringan harus isolasi mandiri di rumah atau isolasi terpusa.

Isolasi terpusat misalnya dirawat di Wisma Atlet, hotel, dan tempat tempat isolasi yang disediakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Juga isolasi mandiri di rumah apabila rumahnya memungkinkan, misalnya memiliki ruang terpisah dari anggota keluarga lain dan bisa mengatur diri sendiri.

Baca Juga :  Kapolri: Sinergi Ulama dan Polisi Jaga Keamanan Dapat Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi

“Bahkan untuk untuk kondisi sedang pun masih dimungkinkan untuk dirawat di Wisma Atlet. Jadi yang masuk RS itu mereka yang benar-benar sakit berat dan kritis. Ini kita RS benar-benar lakukan ini sesuai panduan yang ada,” kata Kadir.

Persoalannya, menurut Kadir, banyak masyarakat komplain hingga di media sosial karena tidak dirawat di RS. Ketika mendapatkan hasil tes PCR positif mereka menuntut untuk dirawat di RS. Padahal sebenarnya tidak perlu perawatan RS karena dalam kondisi ringan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemkes, Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang masing-masing 40%. Sedangkan pasien dengan kondisi berat dan membutuhkan perawatan di RS hanya 15%, dan yang kritis atau membutuhkan ICU hanya 5%.

Karena itulah menurut dia pentingnya meningkatkan upaya 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan) atau isolasi. Juga meningkatkan kepatuhan terhadap 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak/menjauhi kerumunan, dan mencuci tangan sesering mungkin.

“Kalau kita mendapatkan diri kita dalam kondisi asimtomatik atau tanpa gejala, maka tentu kita tidak akan sampai pada posisi gejala ringan sampai berat. Karena kita sudah mengisolasi diri, dan mencegah kondisi parah, sehingga tidak perlu repot-repot cari RS atau ICU,” kata Nadia. (bs/ras)

-->