JPU Gagal Buktikan Dakwaan, Kepala Panti Asuhan Dugaan Cabul Divonis Bebas

sentralberita|Medan~Pengadilan Negeri Medan memvonis bebas oknum Kepala Panti Asuhan di Medan berinisial ENS alias Ebiet (48) terdakwa kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

Putusan bebas itu disampaikan majelis hakim yang diketuai Ahmad Sumardi dengan hakim anggota Syafril Batubara dan hakim anggota Sri Wahyuni Batubara dalam persidangan yang digelar secara video conference di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri Medan, Jumat (23/10/2020).

Majelis hakim Ahmad Sumardi menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan pencabulan terhadap korban berinisial WL (14) seperti dalam dakwaan Penuntut Umum.

“Menyatakan terdakwa Ebiet tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum,” ujar majelis hakim yang diketuai Ahmad Sumardi, Jumat (23/10/2020).

Majelis hakim mengatakan sesuai fakta dan bukti- bukti di dalam persidangan tidak ada hal yang bisa membuktikan terdakwa telah melakukan pencabulan atau melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur sesuai dakwaan yaitu melanggar Pasal 81 ayat 1 Jo Pasal 76 d atau Pasal 82 Undang-Undang (UU) terkait Perlindungan Anak seperti yang dituduhkan.

“Membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan memerintahkan kepada JPU untuk segera membebaskan terdakwa dari penjara serta memulihkan segala hak-hak terdakwa baik dalam kedudukan, kemampuan maupun harkat dan martabatnya,” ujar majelis hakim Ahmad Sumardi.

Baca Juga :  Ribuan Relawan Deklarasikan, Edy Rahmayadi: Jika Terpilih Kembali Akan Berbuat yang Terbaik

Sementara itu, dalam putusan tersebut hakim anggota Sri Wahyuni Batubara menyatakan dissenting opinion (tidak sependapat) sebab terdakwa bersalah melakukan pencabulan, dan kekerasan terhadap anak dibawah umur, dengan cara tipu muslihat.

“Sehingga dari perbuatan terdakwa, korban kehilangan masa depan, dan mengalami trauma. Maka terdakwa harus dihukum 13 tahun penjara karena dianggap melanggar pasal 81 ayat 1 Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai dakwaan primer,” kata hakim anggota Sri Wahyuni Batubara.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan terdakwa Ebiet dengan pidana penjara selama 11 tahun.

Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi saat dikonfirmasi langsung menyatakan mengajukan kasasi terkait vonis bebas tersebut.

“Kami melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri, karena putusannya bebas,” ujar JPU Robert Silalahi.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Sri Palmen Siregar mengatakan terhadap putusan bebas tersebut sudah sesuai dengan nota pembelaan pledoi kita.

“Karena dalam persidangan tidak terbukti sama sekali klien kita melakukan perbuatan tersebut dan saksi saksi gak semua dihadirkan, kemudian kita juga sudah menghadirkan Ahli, yakni ahli obgyn dan ahli spesialis klinis. Jadi kalau dissenting opinion itu sudah dibantahkan dengan keterangan ahli,” ujar Palmen.

Baca Juga :  Unit Reskrim Polsek Patumbak Tindak Lokasi Judi Viral di Media Sosial

Kata ahli, sambung Sri Palmen, dalam persidangan, anak-anak berusia 3,5 tahun sudah bisa berbohong apalagi korban sudah belasan tahun, kemudian banyak juga saksi-saksi lain yang dihadirkan seperti satu teman tidur korban, satu teman kamar korban yang mengatakan bahwa korban sering berbohong.

“Jadi putusan ini sangat adil bagi klien kami, karena hakim tersebut jelih dalam memutuskan perkara yang dituduhkan kepada klien kami,” pungkasnya.

Sebelumnya JPU Robert mengatakan terdakwa ENS merupakan Kepala Panti Asuhan di Medan, di panti asuhan tersebut mempunyai anak asuh sebanyak 25 orang berasal dari keluarga miskin yang dibiayai dan di sekolahi oleh terdakwa.

“Terdakwa yang merupakan Kepala Panti Asuhan ini memegang, memasukan jarinya ke alat vital korban, yang dilakukan selama 7 tahun,” kata JPU Robert Silalahi.

Selain itu, terdakwa ENS juga merupakan seorang guru di salah satu sekolah yang berada di Kota Medan.

“Pada bulan Desember 2019, korban mengadukan kejadian yang dialaminya kepada teman sekolahnya, selanjutnya teman korban melaporkan hal ini ke Kepala Lingkungan (Kepling) dan dilanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” pungkas JPU Robert Silalahi.(SB/ FS)

-->