BKSDM Labura Sebut SK Fotokopi PPPK Hanya Simbolis, Tes Urin Diklaim Masuk Syarat Evaluasi

sentralberita | Labuhanbatu Utara ~ Polemik penyerahan Surat Keputusan (SK) fotokopi kepada 1.828 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di Kabupaten Labuhanbatu Utara akhirnya ditanggapi langsung oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Lahamuddin Munthe.
Laham menegaskan bahwa penyerahan SK fotokopi saat pelantikan bersifat simbolis, sementara SK asli baru akan diberikan setelah PPPK paruh waktu dinyatakan lulus tes urin narkoba. Tes urin tersebut, kata dia, merupakan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Pemkab Labura dan diklaim telah sesuai regulasi.
“Penyerahan SK fotokopi itu hanya simbolis. SK yang asli nantinya diberikan setelah mereka lulus tes urin narkoba. Tes urin ini adalah syarat tambahan Pemkab Labura bagi pegawai paruh waktu. Kan tidak salah kalau Pemkab ingin pegawainya bersih dari narkoba. Itu sudah sesuai ketentuan PP Nomor 18 Tahun 2020 tentang Manajemen PPPK pada bagian evaluasi, yang menurut kami syarat tambahan itu masuk pada bagian evaluasi,” ujar Lahamuddin.
Menurut Laham, meskipun tes urin dilakukan setelah pelantikan dan penyerahan SK simbolis, hal tersebut tidak menjadi masalah. Ia menyebut, jika nantinya ditemukan PPPK paruh waktu yang positif narkoba, maka Nomor Induk Pegawai (NIP) yang telah diterbitkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) akan direkomendasikan oleh Pemkab Labura untuk dibatalkan.
“Kalau ada yang ketahuan positif narkoba, NIP yang sudah diterbitkan BKN akan direkomendasikan Pemkab untuk dibatalkan status kepegawaiannya,” tegasnya.
Laham juga memaparkan alur pengangkatan honorer menjadi PPPK paruh waktu versi BKSDM Labura. Ia menjelaskan, proses dimulai dari penyiapan dan penerbitan NIP oleh BKN, kemudian penyusunan SK, dan setelah pegawai tersebut lulus syarat tambahan, barulah yang bersangkutan menandatangani kontrak kerja dengan Pemkab Labura.
Namun penjelasan tersebut memunculkan perbandingan dengan ketentuan regulasi di tingkat nasional. Dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, Pasal 31 dan Pasal 33 menegaskan bahwa pengangkatan PPPK dilakukan setelah calon PPPK memenuhi seluruh persyaratan, yang kemudian ditetapkan melalui keputusan pejabat pembina kepegawaian (SK) sebagai dasar hubungan kerja dan pembayaran hak kepegawaiannya.
Sementara itu, PP Nomor 18 Tahun 2020 yang dijadikan rujukan oleh BKSDM Labura memang mengatur aspek evaluasi kinerja, disiplin, dan pengawasan aparatur, namun tidak secara eksplisit mengatur tes urin narkoba sebagai syarat tambahan pasca penerbitan NIP dan sebelum penandatanganan kontrak PPPK. Dengan demikian, kebijakan tes urin yang ditempatkan sebagai “syarat evaluasi” dinilai sebagai diskresi pemerintah daerah, yang secara hukum tetap mensyaratkan asas kepastian hukum, transparansi, dan tidak menimbulkan beban tambahan bagi pegawai.
Saat disinggung mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang sebelumnya mencuat dalam proses pengangkatan PPPK paruh waktu, Lahamuddin Munthe memilih tidak banyak berkomentar. Ia menyatakan bahwa persoalan tersebut menjadi ranah masing-masing OPD.
“Soal pungutan itu silakan ke OPD masing-masing. Yang jelas, BKSDM tidak ada memungut biaya apa pun kepada pegawai PPPK paruh waktu,” ujarnya.
Pernyataan tersebut menjadi kontras dengan informasi yang sebelumnya beredar di kalangan honorer terkait pengutipan biaya pengangkatan yang sempat dihentikan setelah menjadi sorotan publik. Di satu sisi, BKSDM menegaskan tidak terlibat pungutan, namun di sisi lain tidak ada penjelasan mekanisme pengawasan OPD, sehingga memunculkan pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab memastikan proses pengangkatan PPPK bebas dari praktik pungutan.
Dengan masih diserahkannya SK fotokopi dan diberlakukannya syarat tambahan di luar mekanisme umum PPPK, publik kini menanti langkah Pemkab Labuhanbatu Utara untuk memberikan kepastian hukum, dasar regulasi tertulis, serta jaminan tidak adanya pungutan dalam proses penyerahan SK asli dan penandatanganan kontrak PPPK paruh waktu. (SB/FRD)
