Sepeda Tua Zuraidah, Saksi Bisu Pengabdian Mengajar Selama 27 Tahun

sentralberita|Pantai Cermin ~Dalam momentum Hari Guru, kisah perjuangan seorang pendidik sederhana kembali menyadarkan kita bahwa di balik cahaya ilmu yang menyinari generasi muda, terdapat pengorbanan yang tidak selalu terlihat.

Sinar sore di Pantai Cermin seakan ikut menjadi saksi perjalanan panjang Zuraidah, seorang guru berusia 62 tahun yang tak pernah lelah mengayuh sepeda jarak kurang lebih 3,5 KM setiap Senin sampai Jumat melewati tiga desa untuk menunaikan amanah mengajar Al-Qur’an. Selasa, (25/112025).

Perjalanan Zuraidah dimulai dari Desa Besar II Terjun, kemudian melewati Desa Pantai Cermin Kiri hingga tiba di MDTA Darul Arifin yang terletak di perbatasan Desa Pantai Cermin Kanan dan Desa Kota Pari. Madrasah sederhana dengan dua ruang kelas itu menjadi tempat lahirnya ribuan kenangan, tempat anak-anak belajar mengenal huruf Arab, menghafal ayat-ayat suci, dan memupuk akhlak sejak dini.

Dalam rangka Hari Guru, sosok seperti Zuraidah mengingatkan kita bahwa pengabdian tidak selalu diwujudkan dalam gedung megah atau fasilitas yang lengkap. Sejak tahun 1999, ia memilih mengabdikan hidupnya di madrasah kecil ini.

Baca Juga :  Menjalankan Amanah dengan Hati, Membimbing Jamaah Seperti Keluarga Sendiri

Dua puluh tujuh tahun lebih ia mengajar tanpa pamrih, melampaui pergantian generasi murid dan perubahan zaman. Prinsipnya sederhana namun kuat: mengajar demi Allah, bukan demi upah.

Meski usianya telah melewati enam dekade, tubuhnya tetap sigap menaiki sepeda orang tuanya setiap hari. Upah mengajar yang diterima pun tidak menuntu, kadang tiga hingga empat bulan sekali. Namun, Zuraidah tak pernah mengeluh. Baginya, setiap kali seorang murid mampu membaca satu huruf hijaiyah dengan benar, itulah bayaran terindah yang tidak mampu dibandingkan dengan nilai apa pun.

Setiap kayuhan sepeda yang ditempuh Zuraidah adalah simbol harapan. Melewati jalan tanah, pemukiman sederhana, serta panas dan hujan, ia membawa doa dan cita-cita untuk orang tua yang menitipkan masa depan anak-anak mereka. Pengabdiannya menunjukkan bahwa mengajar bukan sekedar profesi, tetapi ibadah panjang yang membangun peradaban dari akarnya.

Baca Juga :  Setelah Sukses Terlaksana Tahun 2024, Kanwil Kemenagsu Akan Kembali Gelar Humas dan PPID Award 2025

Indra, salah seorang mantan murid Zuraidah, turut menyampaikan kesan mendalamnya. “Beliau guru legendaris, luar biasa.Tidak ada yang bisa menggantikan ketulusan beliau dalam mengajar,” mengungkapkannya dengan penuh hormat.

Kini, banyak muridnya telah dewasa, menikah, dan kembali mempercayakan anak-anak mereka untuk belajar di tempat yang sama. Ini menjadi bukti bahwa pengabdian yang tulus akan memberi jejak yang bertahan sepanjang generasi. Bagi masyarakat sekitar, Zuraidah bukan sekadar guru; ia adalah pelita desa yang mencapai dalam diam.

Hari Guru tahun ini seakan menjadi panggung untuk kembali menampilkan kisah seperti Zuraidah dan Mahliani. Kisah yang mengajarkan bahwa pendidikan tidak hanya dibangun oleh kurikulum dan fasilitas, tetapi juga oleh ketulusan, kesabaran, dan cinta. Dari setiap kayuhan sepeda Zuraidah, kita belajar bahwa mengajar Al-Qur’an berarti mengayuh harapan agar generasi muslim tumbuh dengan iman, akhlak, dan kecintaan kepada kitab suci.

-->