Ada Pungutan Biaya ‘Kemananan’ Sawit Masyarakat, DPRD Sumut Minta Agrinas Pusat Turun Tangan

sentralberita | Medan ~ Kinerja oknum manajemen Agrinas di Sumatera Utara kembali menjadi sorotan. Pasalnya, muncul laporan adanya pungutan ratusan rupiah per kilogram tandan buah segar (TBS) sawit milik masyarakat yang berada di kawasan hutan.

Pungutan tersebut dilakukan dengan dalih untuk ‘keamanan’ agar kebun masyarakat tidak diambil alih negara, namun aliran dana hasil kutipan itu dipertanyakan karena tidak jelas apakah masuk ke kas negara atau justru ke kantong pribadi.
Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga, dengan tegas meminta Agrinas pusat segera turun tangan. Menurutnya, isu ini tidak bisa dibiarkan karena berpotensi merugikan masyarakat maupun negara.
“Kalau ada pungutan-pungutan di luar ketentuan resmi, maka itu jelas ilegal. Saya mendengar langsung ada kutipan sekian ratus rupiah per kilogram TBS sawit dari kebun masyarakat, tapi tidak jelas kemana uang itu disetorkan. Kalau bukan ke kas negara, berarti itu pungli yang harus segera ditindak,” kata politisi Partai Gerindra Sumut, Jumat (22/8).
Ihwan menegaskan, Presiden Prabowo telah berkomitmen untuk menarik seluruh aset negara yang tidak sesuai peruntukan dan menertibkan kawasan hutan yang dikuasai secara ilegal. Namun, menurut Ihwan, momentum penertiban aset negara itu jangan dijadikan ajang bagi oknum-oknum tertentu di lapangan untuk mencari keuntungan pribadi.
“Kalau memang itu lahan yang masuk kawasan hutan, silakan ditertibkan sesuai aturan. Tapi jangan ada tafsir liar, apalagi memanfaatkan ketakutan masyarakat dengan dalih ‘kontribusi keamanan’. Kalau memang ada kontribusi resmi untuk negara, harus jelas dasar hukumnya dan transparan masuk ke kas negara,” tegas Ihwan.

Baca Juga :  Bawaslu Sumut Tak Pernah Terima Laporan Pelanggaran TSM Pilgub Sumut

Ia mengungkapkan, banyak masyarakat yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari kebun sawit di kawasan tersebut. Sehingga, praktik pungutan yang tidak jelas pertanggungjawabannya sangat meresahkan.
Atasnama Agrina
Informasi yang beredar menyebut, kutipan sebesar Rp400 per kilogram sawit masyarakat terjadi di beberapa kawasan kebun yang sudah lama digarap warga. Ironisnya, oknum yang melakukan pungutan itu diduga berasal dari pihak yang mengatasnamakan Agrinas.
“Kalau memang benar ada oknum Agrinas yang terlibat, ini sangat memalukan. Agrinas dibentuk untuk mengelola aset negara, bukan mengeruk keuntungan pribadi dengan cara menekan masyarakat. Ini jelas mencoreng nama baik institusi,” ujar Ihwan.

Ia menyebutkan beberapa lokasi yang perlu segera diaudit, termasuk kebun eks PT Tor Ganda di Bangunrejo dan kebun Bakri yang sudah disita negara. Menurutnya, perlu ada investigasi menyeluruh untuk memastikan tidak ada kebocoran aset maupun praktik pungutan liar yang merugikan rakyat.

Baca Juga :  Zulham Efendi Ingatkan Dishub Tegas Tegakan Aturan Soal Angkutan Tonase Besar Melintas di Jalan Kota

DPRD Sumut mendesak pemerintah pusat, khususnya Agrinas, untuk melakukan audit menyeluruh terhadap setiap kegiatan di lapangan. Transparansi aliran dana dan legalitas pungutan harus dipublikasikan agar masyarakat tidak terus-menerus dirugikan.
“Kami minta audit terbuka. Kalau benar ada kontribusi yang ditarik dari kebun masyarakat, harus jelas landasan hukumnya dan kemana uang itu masuk. Jangan sampai ada istilah ‘setoran keamanan’ yang akhirnya hanya jadi lahan basah bagi oknum-oknum nakal,” kata Ihwan.

Selain itu, DPRD juga meminta aparat penegak hukum mengawasi proses penertiban kawasan hutan di Sumut. Menurut Ihwan, isu pungli ini berpotensi merusak citra pemerintah pusat yang sedang berusaha menata kembali pengelolaan aset negara.

Di sisi lain, Ihwan juga mengingatkan bahwa masyarakat yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari perkebunan sawit harus tetap dilindungi. Penertiban kawasan hutan memang perlu, namun jangan sampai rakyat kecil menjadi korban kebijakan yang tidak jelas.
“Negara harus hadir melindungi rakyat. Jangan sampai rakyat yang sudah mengelola kebun puluhan tahun malah ditekan dengan pungutan ilegal. Kalau memang ada kebijakan kontribusi untuk negara, atur dengan baik, jangan dibiarkan jadi bancakan oknum,” pungkasnya.(01/red)

-->