Kurikulum Pariwisata Gagal Tayang di Sekolah di Kawasan Danau Toba; Antara Seremoni dan Realitas

sentralberita | Simalungun ~ Tahun ajaran baru 2025/2026 telah dimulai. Harapan baru seharusnya tumbuh di ruang-ruang kelas, terlebih setelah peluncuran kurikulum pariwisata oleh Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) di hadapan Menteri Pariwisata pada 8 Juli 2025 lalu.

Namun kenyataan berkata lain: hingga kini, tak satu pun sekolah di Girsang Sipanganbolon termasuk SMA Negeri 1 dan SMP Negeri 1 belum menerapkan mata pelajaran muatan lokal pariwisata.

Kepala SMA Negeri 1 Girsang Sipanganbolon, R. Tampubolon, menyatakan bahwa pihaknya belum mendapatkan sosialisasi apapun soal kurikulum tersebut.

“Belum ada kami terapkan kurikulum mata pelajaran Pariwisata Lae, karena tidak ada arahan dan sosialisasi sampai kepada kami,” ujar Kepsek, Kamis (24/7/25).

Hal senada juga disampaikan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Negeri 1, Yusri, yang bahkan belum mengetahui adanya penambahan mata pelajaran baru.

“Belum penambahan Mata Pelajaran Pariwisata bang, kami gak tau infonya,” ujar Yus singkat.

Baca Juga :  Tinjau Pelayanan Kesehatan di RSUD Porsea, Pjs Bupati Toba: Tingkatkan Terus Mutu Layanannya!

Ketiadaan komunikasi dari Dinas Pendidikan atau pihak BPODT termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun kian menegaskan bahwa peluncuran kurikulum itu masih berada di ranah simboik bukan praktik.

Lebih menyedihkan lagi, ketika Kepala Dinas Pendidikan yang seharusnya menjawab dan menjembatani kebijakan ini, memilih diam ketika dikonfirmasi oleh media.

Sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas, Danau Toba semestinya tak hanya sibuk dengan seremonial belaka namun harus dengan tindakan nyata. Pendidikan masyarakat lokal mulai dini harus menjadi fondasi utama jika kita ingin pariwisata tumbuh secara berkelanjutan dan inklusif.

Dan di sinilah ironi terjadi: kurikulum pariwisata sudah disusun, diluncurkan, bahkan difoto bersama di depan Menteri. Tapi anak-anak di sekolah tak tahu apa-apa.

Aktivis pariwisata Danau Toba sekaligus Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Simalungun, Maruli T. Simanjuntak, menyebutnya sebagai “kebohongan publik.” Ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membangun pariwisata jika edukasi dasar saja tidak dijalankan dengan niat yang utuh.

Baca Juga :  Bupati Toba Meresmikan Unit Endoskopi Gastrointestinal RSUD Porsea

“Sudah banyak keluar uang untuk menyusun kurikulum, tapi penerapannya tak dikawal. Ini menyedihkan,” ujarnya.

Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk menggugah. Pendidikan pariwisata bukan sekadar mata pelajaran, tapi pintu masuk agar generasi muda memahami, mencintai, dan mampu menjaga potensi luar biasa yang ada di tanah mereka sendiri.

Jika pemerintah pusat dan daerah tak mampu mengawal penerapan kebijakan seperti ini, maka semua tinggal seremoni belaka.

“Yang dibutuhkan di Danau Toba bukan lagi seremoni, tapi aksi nyata. Bukan hanya sekedar launching dokumen kurikulum, tapi realisasi pemgawalan sampai di kelas, guru mengajar dan murid belajar tentang pariwisata secara kontekstual, karena membangun pariwisata tak bisa dipisahkan dari membangun pendidikan,” tutupnya. (Feri)

-->