TKA dan Upaya Pendidikan Lebih Terukur

Oleh : Tamara Rizki, SH | sentralberita ~ Di tengah derasnya arus perubahan dunia pendidikan, salah satu kebutuhan mendesak yang terus menggema adalah pentingnya sistem evaluasi yang adil, transparan, dan terukur. Ketika kebijakan dan kurikulum terus bergerak mengikuti dinamika zaman, maka penilaian terhadap pencapaian peserta didik pun tak bisa stagnan. Di sinilah Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai angin segar sekaligus fondasi penting bagi reformasi pendidikan yang lebih terukur.

Melalui Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 9 Tahun 2025, pemerintah secara tegas mengatur penyelenggaraan Tes Kemampuan Akademik sebagai bentuk asesmen capaian akademik yang terstandar, tidak hanya untuk jalur pendidikan formal, tetapi juga nonformal dan informal. Langkah ini bukan hanya bentuk penyesuaian atas kebutuhan zaman, melainkan juga penguatan komitmen negara dalam memastikan bahwa hak atas pendidikan yang berkualitas benar-benar dirasakan oleh seluruh warga negara.

Salah satu alasan mendasar lahirnya Permendikdasmen ini adalah karena Peraturan Menteri sebelumnya (Permendikbudristek No. 31 Tahun 2023 tentang Uji Kesetaraan) dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan hukum dan perkembangan pendidikan saat ini. Pendidikan nonformal dan informal yang terus tumbuh pesat, serta semakin meningkatnya mobilitas siswa lintas jenjang dan jalur pendidikan, menuntut adanya sistem penilaian yang dapat menjamin kesetaraan hasil belajar secara objektif dan terpercaya.

Tes Kemampuan Akademik hadir menjawab kebutuhan itu. Ia bukan sekadar alat ukur, melainkan menjadi instrumen pengakuan resmi bagi peserta didik dari berbagai jalur pendidikan. Dalam konteks ini, Tes Kemampuan Akademik adalah bentuk keadilan karena tidak semua anak Indonesia menjalani pendidikan dalam jalur formal. Banyak yang belajar dari rumah, dari komunitas, atau melalui pesantren dan lembaga nonformal. Dengan Tes Kemampuan Akademik, negara hadir memberi pengakuan atas usaha dan pencapaian mereka.

nilai-nilai etis dalam pelaksanaan Tes kemampuan Akademik juga diatur secara ketat dalam Pasal 2. TKA wajib diselenggarakan dengan menjunjung tinggi kejujuran, menjaga kerahasiaan, serta akuntabilitas. Artinya, dari perencanaan hingga evaluasi, setiap proses harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Aspek ini penting, sebab salah satu kelemahan sistem evaluasi pendidikan kita sebelumnya adalah kurangnya transparansi dalam hasil belajar.

Baca Juga :  Menunggu Kepastian Hukum Peneror Wartawan di Madina

TKA menjadi jembatan menuju sistem penilaian yang bukan hanya menguji siswa, tetapi juga mendorong sekolah dan pemerintah daerah untuk benar-benar memantau dan mengevaluasi kualitas pendidikannya. Pendidikan tidak bisa terus dilihat dari sisi administratif semata. Harus ada tolak ukur yang benar dan terstandar.

Salah satu kekuatan utama TKA adalah keberpihakannya terhadap kesetaraan pendidikan lintas jalur dan jenjang. Tidak hanya siswa dari SD, SMP, dan SMA/SMK yang berhak mengikuti TKA, tetapi juga peserta didik dari program Paket A, B, dan C, bahkan anak-anak yang menjalani pendidikan di rumah (homeschooling) dan pesantren pun diberi ruang. Bahkan, hasil TKA tidak berhenti hanya sebagai dokumen nilai semata.

Dalam Pasal 13, disebutkan bahwa hasil TKA dapat digunakan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta menjadi data penting untuk penerimaan mahasiswa baru di pendidikan tinggi. Ini berarti, TKA bukan hanya evaluasi teknis, tetapi juga membuka akses mobilitas pendidikan secara lebih adil dan merata.

Dalam jangka panjang, keberadaan TKA juga akan menjadi pemicu peningkatan mutu guru dan tenaga pendidik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 huruf c, salah satu tujuan TKA adalah mendorong kapasitas guru dalam mengembangkan penilaian yang berkualitas.

Ini adalah arah yang tepat: pendidikan yang baik hanya bisa tercipta dari kolaborasi antara sistem evaluasi yang kuat dan pendidik yang profesional. Ketika guru menyadari bahwa hasil TKA akan digunakan sebagai cerminan capaian akademik siswa, maka mereka terdorong untuk menyesuaikan metode pengajaran, memperkaya strategi pembelajaran, dan berinovasi dalam menyampaikan materi. Pada titik inilah TKA menjadi pemicu perbaikan ekosistem pendidikan secara menyeluruh.

Dalam era kebijakan berbasis data, keputusan pendidikan tidak bisa lagi berdasarkan asumsi dan intuisi semata. TKA menyediakan data capaian yang konkret dan sistematis, yang bisa digunakan oleh kementerian, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan dalam perencanaan, evaluasi, dan pengambilan kebijakan.

Baca Juga :  Tambang Tidak Harus Jadi Musuh: Negara Bisa Mengatur Bukan Membiarkan

Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 dan 21, hasil TKA menjadi dokumen arsip bersama yang wajib dievaluasi dan dilaporkan. Ini penting untuk membangun sistem pendidikan yang berbasis bukti (evidence-based education policy). Dengan data TKA, pemerintah dapat mengetahui daerah mana yang tertinggal, jenjang mana yang perlu intervensi, dan kelompok siswa mana yang butuh perhatian khusus. Ini bukan hanya efisiensi birokrasi, tetapi juga bentuk keadilan sosial.

Tentu saja, setiap kebijakan baru selalu mengundang kekhawatiran. Sebagian mungkin mempertanyakan apakah TKA akan menjadi beban baru bagi siswa dan guru. Apakah anak-anak di daerah yang belum memiliki jaringan internet dan komputer bisa mengakses TKA secara setara?

Permendikdasmen ini menjawab dengan tegas bahwa sekolah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dapat menginduk ke sekolah lain yang lebih siap (Pasal 7). Pemerintah pun memastikan bahwa siswa penyandang disabilitas intelektual dikecualikan dari kewajiban mengikuti TKA, sebagai bentuk perlindungan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak sekadar membuat aturan, tetapi juga memastikan aksesibilitas dan keberpihakan. Dengan skema pengindukan dan pelibatan semua level pemerintahan (kementerian, pemda provinsi, kabupaten/kota), TKA menjadi kebijakan nasional yang adaptif terhadap kondisi lokal.

TKA bukan hanya soal nilai atau sertifikat. Ia adalah refleksi dari komitmen negara dalam menjamin bahwa pendidikan di Indonesia berjalan secara terukur, transparan, dan setara. Dalam dunia yang makin kompleks dan kompetitif, tidak ada kemajuan tanpa data, dan tidak ada keadilan tanpa ukuran yang adil. Mendukung pelaksanaan TKA berarti mendukung masa depan pendidikan yang lebih bermutu dan lebih manusiawi.

Bukan dengan menambah beban murid, tetapi dengan menciptakan sistem yang memberi mereka tempat dan pengakuan, apa pun jalur pendidikan yang mereka tempuh.

Jika pendidikan adalah hak semua warga negara, maka Tes Kemampuan Akademik adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa hak itu benar-benar terpenuhi. (Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana Hukum Universitas Islam Indonesia)

-->