Saat Warisan Mengalahkan Kasih Sayang: Tragedi Keluarga Marga Girsang di Simalungun
sentralberita|Simalungun ~ Kasus pembunuhan yang baru-baru ini terungkap di Kabupaten Simalungun mengguncang banyak hati. Bukan karena kebrutalan pelaku, tetapi karena pelaku dan korban adalah darah daging sendiri: adik membunuh abang kandungnya. Jasaman Girsang (62) menusuk Ruslan Girsang (78) hingga tewas, dalam sebuah tragedi yang lahir dari perebutan harta warisan orang tua mereka.
“Motif pembunuhan ini adalah sakit hati karena perselisihan harta warisan,” ungkap Kapolsek Saribu Dolok AKP JP Aruan dalam konferensi pers yang digelar Polres Simalungun pada 7 Mei 2025.
Kata “warisan” kini terasa lebih pahit dari kata “miskin”. Ia menjadi racun yang menyusup pelan dalam keluarga—tak terlihat, tak terdengar, tapi membunuh secara perlahan. Dan dalam kasus keluarga Girsang, racun itu akhirnya meledak menjadi darah.
Tragedi ini terjadi pada 23 April 2025 pagi hari, ketika Jasaman mendatangi rumah abangnya, membawa serta amarah yang telah dipupuk bertahun-tahun. Ruslan ditemukan bersimbah darah, dan istrinya juga mengalami luka akibat penganiayaan. Tak ada argumen yang layak untuk membenarkan tindakan keji itu. Tapi di balik tindakan brutal, ada persoalan sosial yang gagal diselesaikan secara damai: soal keadilan, komunikasi, dan mungkin ketimpangan dalam distribusi warisan yang tidak pernah jernih dibicarakan.
Berapa banyak keluarga di desa-desa kita yang diam-diam menyimpan bara karena warisan? Berapa banyak orang tua yang tak meninggalkan kejelasan, dan akhirnya membuat anak-anak mereka saling membenci? Dan yang lebih menyedihkan: di mana peran tokoh adat, tokoh agama, atau mediasi lokal dalam mencegah tragedi seperti ini?
Warisan seharusnya menjadi peninggalan cinta, bukan awal dari dendam.
Polres Simalungun patut diapresiasi atas kerja cepat dan transparansinya dalam mengungkap kasus ini. Tapi tugas kita sebagai masyarakat adalah lebih dari sekadar mengecam pelaku. Kita perlu bertanya: bagaimana kita bisa mencegah tragedi serupa di keluarga kita sendiri, di kampung kita, di tanah Batak yang menjunjung tinggi martabat marga dan darah?
Karena jika saudara kandung bisa saling membunuh hanya karena sebidang tanah atau rumah tua, maka yang sedang kita kubur bukan hanya korban, tetapi juga nilai-nilai kekeluargaan itu sendiri.