Komisi 1 DPRD Medan Minta Penjelasan BPN Tentang Berbagai Isu Diantaranya Sertifikat Tanah

Medan|Medan~ Komisi I DPRD Kota Medan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan untuk membahas berbagai permasalahan pertanahan yang masih menjadi polemik di masyarakat.

Dalam rapat yang berlangsung di ruang Komisi I DPRD Medan, sejumlah anggota dewan menyoroti berbagai isu, mulai dari kebijakan sertifikat tanah digital, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), hingga permasalahan tanah wakaf dan grand sultan di Medan Maimun.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Medan, Muslim Harahap, membuka rapat dengan menegaskan bahwa banyak keluhan dari masyarakat terkait ketidakjelasan kebijakan pertanahan. Salah satu isu yang mencuat adalah informasi yang beredar mengenai tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun akan diambil oleh negara.

“Kami mendapat banyak aduan dari masyarakat terkait informasi bahwa tanah yang tidak bersertifikat dalam waktu dua tahun akan disita negara. Ini sangat meresahkan warga. Kami ingin penjelasan resmi dari BPN agar masyarakat tidak bingung dan tidak ada kesimpangsiuran informasi,” tegas Muslim Harahap, Senin (10/3/2025).

Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, anggota Komisi I DPRD Medan, Saiful Bahri, menyoroti pentingnya transparansi dalam kebijakan pertanahan. Ia menilai, banyak program yang diluncurkan oleh pemerintah pusat, namun implementasinya di daerah masih menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

“Kami melihat banyak program yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat terkait pertanahan, tetapi di tingkat daerah masih banyak masyarakat yang belum memahami aturan-aturan baru ini. Contohnya, kebijakan sertifikat tanah digital. Masyarakat bertanya-tanya, apakah sertifikat fisik yang mereka miliki masih berlaku? Bagaimana proses transisi ke sertifikat digital? Apakah sertifikat digital bisa digunakan untuk agunan di bank? Ini harus dijelaskan dengan gamblang oleh BPN,” ujar Saiful Bahri.

Baca Juga :  Sidak, Harga Beras dari Bulog Rp 12.000 Per Kg, Sampai ke Masyarakat Jadi Rp 17.000

Menurutnya, kurangnya sosialisasi dari BPN membuat masyarakat kebingungan dan berpotensi merugikan mereka dalam urusan pertanahan. Ia meminta agar BPN tidak hanya bekerja secara administratif, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk memberikan pemahaman kepada warga.

“Kami ingin BPN tidak hanya bekerja di belakang meja, tetapi juga turun ke masyarakat. Jangan sampai ada masyarakat yang kehilangan haknya hanya karena kurangnya informasi terkait kebijakan pertanahan,” tambahnya.

Saiful Ramadhan, anggota Komisi I lainnya, menyoroti persoalan tanah wakaf yang hingga kini masih banyak belum bersertifikat. Ia menegaskan pentingnya percepatan sertifikasi tanah wakaf agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.

“Kami mendapati banyak laporan terkait tanah wakaf yang belum bersertifikat. Padahal, ini sangat penting untuk kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa di masa depan. Kami ingin BPN memberikan perhatian lebih pada hal ini,” jelas Saiful Ramadhan.

Sementara itu, masalah tanah di kawasan Medan Maimun juga menjadi perhatian. Banyak warga yang sudah puluhan tahun menempati tanah di kawasan tersebut, tetapi tidak bisa mendapatkan sertifikat kepemilikan karena masih berstatus grand sultan.

Baca Juga :  Car Free Day Cooling System Pilkada Damai, Polda Sumut Hadirkan Kegembiraan  Warga Medan

“Banyak warga yang sudah turun-temurun tinggal di Medan Maimun, tetapi status tanah mereka masih tergantung karena dianggap tanah grand sultan. Ini menjadi persoalan yang berkepanjangan. Kami ingin BPN mencari solusi agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati,” ujarnya.

BPN Medan: “Isu Penyitaan Tanah adalah Hoaks!”

Menanggapi berbagai pertanyaan dan kritik dari anggota DPRD Medan, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Medan, Saut Simarmata, memastikan bahwa isu penyitaan tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun adalah tidak benar atau hoaks.

“Kami tegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun akan langsung diambil oleh negara. Yang ada adalah anjuran untuk segera mendaftarkan tanah agar mendapatkan kepastian hukum,” jelas Saut Simarmata.

Terkait kebijakan sertifikat digital, ia memastikan bahwa sertifikat dalam bentuk digital tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat fisik dan tetap dapat digunakan sebagai agunan di bank.

“Sertifikat digital adalah bagian dari modernisasi sistem pertanahan. Bank tetap menerima sertifikat ini sebagai jaminan. Kami pastikan bahwa hak kepemilikan masyarakat tetap terlindungi,” katanya.

Sementara itu, terkait tanah wakaf dan tanah grand sultan, pihaknya berjanji akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik agar masyarakat mendapatkan hak mereka tanpa melanggar aturan yang ada.(SB/01)

-->