Peran Masyarakat dalam Menanggulangi Penganiayaan Ringan Melalui Keadilan Restoratif
sentralberita | Parapat ~ Kejahatan, sekecil apa pun, dapat mengganggu ketertiban dan menciptakan ketidaknyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi adalah penganiayaan ringan, yang mencakup tindakan kekerasan fisik yang tidak menyebabkan luka serius tetapi tetap berdampak pada korban, baik secara fisik maupun psikologis.
Menurut Kapolsek Parapat, AKP Manguni Wiria D. Sinulingga, S.H., M.H., tindak pidana penganiayaan ringan sering kali dipicu oleh berbagai faktor seperti kecemburuan sosial, konflik kepentingan, kesenjangan ekonomi, perselisihan paham, hingga kebiasaan mengonsumsi alkohol.
“Karena itu, diperlukan pendekatan yang tidak hanya menindak pelaku tetapi juga memulihkan hubungan sosial agar kejahatan serupa tidak berulang,” ujar Manguni yang juga Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum USU kepada wartawan, Jumat (28/02/2025).
Dalam hukum pidana Indonesia, penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 ayat 1 KUHP, yang menyatakan bahwa pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp. 4.500. Namun, pendekatan hukum pidana bersifat ultimum remedium, yang berarti bahwa pidana seharusnya menjadi jalan terakhir setelah pendekatan lain, seperti mediasi atau penyelesaian damai, dilakukan.
Inilah mengapa konsep keadilan restoratif semakin banyak diterapkan, khususnya untuk kasus-kasus ringan dan berorientasi pada pemulihan korban dan integrasi kembali pelaku ke dalam masyarakat, daripada sekedar penghukuman.
Masyarakat memiliki peran strategis dalam menerapkan keadilan restoratif melalui langkah-langkah berikut:
Mediasi dan Perdamaian
Tokoh masyarakat, seperti pemuka adat dan agama, dapat menjadi mediator dalam menyelesaikan konflik antara korban dan pelaku. Mediasi ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil tanpa harus menempuh proses hukum yang panjang dan berbiaya tinggi.
Pendampingan terhadap Korban dan Pelaku yang membutuhkan dukungan moral agar tidak mengalami trauma berkepanjangan.
Selanjutnya, Pelaku juga memerlukan bimbingan agar memahami kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya.
Terakhir Penerapan Sanksi Sosial, Daripada hukuman penjara, pelaku bisa dikenai sanksi sosial seperti kerja sosial atau permintaan maaf terbuka. Hal ini lebih efektif dalam menciptakan efek jera tanpa merusak masa depan pelaku, terutama jika ia masih berusia muda.
Peningkatan Kesadaran Hukum. Edukasi kepada masyarakat mengenai keadilan restoratif dan cara menyelesaikan konflik secara damai sangat penting. Kampanye kesadaran hukum bisa dilakukan melalui sosialisasi di sekolah, tempat ibadah, dan media sosial.
Selanjutnya di sebut Manguni, Efektivitas Keadilan Restoratif dalam Hukum Pidana Modern semakin relevan dalam sistem hukum pidana modern, sebagaimana diatur dalam Perpol No. 8 Tahun 2021 dan pedoman dari Dirjen Badan Peradilan Umum.
Ada beberapa keunggulan Keadilan Restoratif meliputi:
1. Mengurangi beban pengadilan dengan menyelesaikan perkara di tingkat komunitas.
2. Meningkatkan kepuasan korban, karena mereka bisa mendapatkan keadilan lebih cepat tanpa harus melewati proses hukum yang panjang.
3. Memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri dan kembali diterima oleh masyarakat.
4. Membangun harmoni sosial dengan mengutamakan pemulihan hubungan daripada penghukuman semata.
Disampaikan Mahasiswa USU ini, Menurut teori Disorganisasi Sosial oleh Shaw dan McKay (1942), tingkat kejahatan yang tinggi di suatu daerah bisa menjadi indikator ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, penerapan keadilan restoratif bukan hanya tentang menyelesaikan kasus per kasus, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dalam jangka panjang.
“Masyarakat memiliki peran krusial dalam menanggulangi penganiayaan ringan melalui keadilan restoratif. Dengan berpartisipasi dalam mediasi, memberikan pendampingan kepada korban dan pelaku, serta menerapkan sanksi sosial yang adil, masyarakat dapat membantu menciptakan penyelesaian yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Dengan semakin banyaknya komunitas yang mengadopsi pendekatan ini, kita tidak hanya mengurangi beban sistem peradilan, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan harmonis.
(Feri)