LPON Kecam Keras Tragedi Kejurda Pencak Silat Sumut

sentralberita |》Medan ~ Lembaga Pemerhati Olahraga Nasional (LPON) mengecam keras tragedi Kejurda Pencak Silat Sumut yang digelar di GOR Lubukpakam, Deliserdang, pada tanggal 11-16 Februari 2025. Seharusnya Kejurda untuk unjuk prestasi para atlet bukan membuat tragedi meninggalnya pesilat tapak suci bernama Said Alif Rabbani Sitompul dari Tapanuli Tengah (Tapteng).
Insiden pilu terjadi dalam ajang Kejurda Pencak Silat Sumut 2025 yang dihelat di GOR Lubukpakam. Pesilat tapak suci dari Tapteng meninggal sebelum pertandingan usai dan jatuh pingsan di arena pertandingan.
Di babak pertama, Said Alif Rabbani Sitompul sempat unggul poin. Namun 40 detik jelang laga berakhir, ia sempat mendapat bantingan dan terjatuh. Namun sesuai hasil pemeriksaan tim medis, masih layak bertanding. Dan Said Alif Rabbani Sitompul pun ketika itu juga menyatakan siap melanjutkan pertandingan.
Laga babak pertama pun dilanjutkan hingga tuntas.Selanjutnya pertandingan berlanjut di babak kedua. Laga pun awalnya berlangsung normal. Namun memasuki satu menit pertandingan, suasana GOR Lubuk Pakam menjadi heboh, saat Said Alif Rabbani Sitompul kembali terjatuh, ia tidak mampu bangkit lagi.
“Pertama LPON turut berduka cita atas meninggalnya atlet pencak silat dari perguruan Tapak Suci Tapteng yang mengikuti Kejurda IPSI Sumut. Dalam hal ini kami mengecam keras tragedi Kejurda Pencak Silat Sumut yang digelar IPSI Sumut. Hal ini membuktikan Kejurda yang digelar tidak professional dan terkesan abal-abal”, ujar Ariadi Ketua LPON di Medan, Rabu (19/2/2025)
Mantan Ketua Seksi Olahraga Wartawan Olahraga (SIWO) Sumut ini menuturkan seharusnya sebelum Kejurda digelar persiapan pihak panitia harus matang bukan asal jadi. Jika persiapan panitia matang mungkin tidak akan terjadi nyawa atlet melayang dalam pertandingan. Siapapun orangtua tentunya sangat sedih anaknya meninggal dalam arena pertandingan.
Ariadi menambahkan untuk memberikan sanksi kepada IPSI Sumut, semua perguruan silat se-Sumut harus kompak dan bersatu untuk melakukan boikot. Artinya, yang punya atlet itu perguruan silat bukan IPSI Sumut. Jadi setiap kejuaraan silat yang digelar IPSI Sumut maka perguruan silat jangan mengirimkan atletnya.
Tentunya, kata Ariadi, dengan tidak mengirimkan atlet ke kejuaraan yang digelar IPSI Sumut maka kejuaraan tersebut bakalan batal karena tidak ada atlet yang berlaga. Tentunya, IPSI Sumut tidak dapat mengirimkan atlet untuk berlaga di tingkat nasional. Untuk ke depannya, IPSI Sumut harus berbenah diri dan melakukan evaluasi terhadap peristiwa meninggal seorang atlet dalam Kejurda yang digelar IPSI Sumut. Jika ini diabaikan maka perguruan silat se-Sumut semakin tidak percaya dengan IPSI Sumut.
“Peristiwa meninggalnya atlet silat tapak suci harus diungkap sampai tuntas apa penyebab meninggalnya almarhum, mungkin ada prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan pertandingan. Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam Kejurda tersebut harus diperiksa dan dimintai keterangan sehingga tragedi Kejurda dapat terang benderang apa penyebabnya, jangan sampai dibiarkan berlarut-larut membuat masyarakat pecinta olahraga bela diri pencak silat menjadi kecewa”, jelas Ariadi.
Ariadi menambahkan meninggalnya atlet dalam pertandingan adalah peristiwa yang menyayat hati dan mengejutkan banyak orang. Meskipun atlet tampak sangat sehat dan aktif, mereka tidak kebal terhadap risiko kesehatan yang serius.
“Meninggalnya pesilat dalam arena Kejurda agar tidak menjadi teka-teki bagi masyarakat maka harus ada keterangan tim medis atau pihak kepolisan turun tangan untuk mengungkapnya apa yang menjadi penyebabnya”, pungkasnya.(01/red)

Baca Juga :  Pengalaman 12 Tahun Berduet, Adityo-Andriyan Rebut Emas dari Sinkronisasi Menara
-->